BAB VII
BIDANG USAHA
Pasal 12
(1) Semua bidang usaha
atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha
atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
(2) Bidang usaha yang
tertutup bagi penanam modal asing adalah:
- produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
- bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
(3) Pemerintah
berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk
penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria
kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan
nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
(4) Kriteria dan
persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan
serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan
masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Pemerintah menetapkan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan
nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi,
peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja
sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
BAB VIII
PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
BAGI USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH,
DAN KOPERASI
Pasal 13
(1) Pemerintah wajib
menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah,
dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat
harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
(2) Pemerintah melakukan
pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui
program kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan
perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB
PENANAM MODAL
Pasal 14
Setiap penanam modal
berhak mendapat:
a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. hak pelayanan; dan
d. berbagai bentuk
fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Setiap penanam modal
berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan
tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi
budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
e. mematuhi semua
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Setiap penanam modal
bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya
modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. menanggung dan
menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan
atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menciptakan iklim
usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang
merugikan negara;
d. menjaga kelestarian
lingkungan hidup;
e. menciptakan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f. mematuhi semua
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Penanam modal yang
mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana
secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan
lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB X
FASILITAS PENANAMAN MODAL
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan
fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman modal.
(2) Fasilitas penanaman
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada penanaman modal
yang:
a. melakukan peluasan
usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.
(3) Penanaman modal yang
mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang
sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
a. menyerap banyak tenaga
kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah
terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap
perlu;
g. menjaga kelestarian
lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j. industri yang
menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi di dalam
negeri.
(4) Bentuk fasilitas yang
diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dapat berupa:
a. pajak penghasilan
melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah
penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b. pembebasan atau
keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk
keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c. pembebasan atau
keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi
untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d. pembebasan atau
penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri
selama jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau
amortisasi yang dipercepat; dan
f. keringanan Pajak Bumi
dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah
atau kawasan tertentu.
(5) Pembebasan atau
pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu hanya dapat
diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yaitu
industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan
eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai
strategis bagi perekonomian nasional.
(6) Bagi penanaman modal
yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal
lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk.
(7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 19
Fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5) diberikan berdasarkan kebijakan
industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 20
Fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing yang tidak
berbentuk perseroan terbatas.
Pasal 21
Selain fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali
atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat
diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat
diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan
dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan
dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat
diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan
dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat
diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan
diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat
diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
(2) Hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka
sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
a. penanaman modal yang
dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur
perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b. penanaman modal dengan
tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka
panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
c. penanaman modal yang
tidak memerlukan area yang luas;
d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan
e. penanaman modal yang
tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
(3) Hak atas tanah dapat
diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan
diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
(4) Pemberian dan
perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat
diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan
atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan
tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 23
(1) Kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 huruf b dapat diberikan untuk:
a. penanaman modal yang
membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan penanaman modal;
b. penanaman modal yang
membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara dalam rangka perbaikan
mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan purnajual; dan
c. calon penanam modal
yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.
(2) Kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman
modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah
penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Untuk penanam modal
asing diberikan fasilitas, yaitu:
a. pemberian izin tinggal
terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
b. pemberian alih status
izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat
dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut;
c. pemberian izin masuk
kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan
dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan;
d. pemberian izin masuk
kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan
dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan
e. pemberian izin masuk
kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap
diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung
sejak izin tinggal tetap diberikan.
(4) Pemberian izin
tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar
rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Pasal 24
Kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf c dapat diberikan untuk impor:
a. barang yang selama
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
perdagangan barang;
b. barang yang tidak
memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan
hidup, dan moral bangsa;
c. barang dalam rangka
relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan
d. barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar