PENGGELEDAHAN
Pasal 32
Untuk
kepentingan penyelidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan
dalam undang-undang ini.
Pasal 33
(1)
Dengan surat izin ketua
pengadilan setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan
penggeledahan rumah yang diperlukan.
(2)
Dalam hal yang
diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian Negara
Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
(3)
Setiap kali memasuki
rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni
menyetuhuinya.
(4)
Setiap kali memasuki
rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang
saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5)
Dalam waktu dua hari
setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara
dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang
bersangkutan.
Pasal
34
(1)
Dalam keadaan yang
sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak
mungkin untuk mendapatkan suart izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi
ketentuan pasal 3 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan :
a.
Pada halaman rumah
tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada diatasnya,
b.
Pada setiap tempat lain
tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada,
c.
Di tempat tindak pidana
dilakukan atau terdapat bekasnya,
d.
Di tempat penginapan
dan tempat umum lainnya.
(2)
Dalam hal penyidik
melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak
merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan,
kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang
diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu
wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal
37
(1)
Pada waktu menangkap
tersangka, penyellidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang
dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alas an yang cukup bahwa
pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita.
(2)
Pada waktu menangkap
tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibawa
kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah
badan tersangka.
PENYITAAN
Pasal 38
(1)
Penyitaan hanya dapat
dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
(2)
Dalam keadaan yang
sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak
mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi
ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak
dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat
guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 39
(1)
Yang dapat dikenakan
penyitaan adalah :
a.
Benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b.
Benda yang telah
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya.
c.
Benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana.
d.
Benda yang khusus
dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana
e.
Benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2)
Benda yang berada dalam
sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang
memenuhi ketentuan ayat (1).
Benda sitaan
sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing,
ciri maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang
dari mana benda itu disita dan lain-lainnya yang kemudian diberi lak dan cap
jabatannya dan ditandatangani oleh penyidik.
Dalam hal benda
sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik member catatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan
pada benda tersebut. Ketentuan pasal ini untuk mencegah kekeliruan dengan benda
lain yang tidak ada hubungannya dengan perkara yang bersangkutan untuk
penyitaan benda tersebut telah dilakukan (pasal 130).
Mengenai
penyidikan korban luka, keracunan atau mati, pasal 133 KUHAP menegaskan :
(1)
Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2)
Permintaan keterangan
ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam
surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat. Keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan
oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
(3)
Mayat yang dikirim
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain dari badan mayat
Dalam hal sangat
diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarganya
korban. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
Apabila dalam
waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu
tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini (pasal 134).
Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan
menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134
ayat (1) undang-undang ini. Sedang yang dimaksud dengan “penggalian mayat”
termasuk pengambilan mayat dari semua jenis tempat dan cara penguburan (pasal
135).
Semua biaya yang
dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kedua Bab XIV ditanggung oleh Negara (pasal 136).
1.
Kejaksaan
Penuntut umum
berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu
tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan
yang berwenang mengadili (137).
Penuntut umum
setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan
menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik
apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
Dalam hal
penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi
dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik
harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Adapun yang dimaksud dengan “meneliti” adalah tindakan penuntut umum dalam
mempersiapkan penuntutan apakah orang dan atau benda yang tersebut dalam hasil
penyelidikan telah sesuai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian yang
dilakukan dalam rangka pemberian petunjuk kepada penyidik (pasal 138).
Setelah penuntut
umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera
menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat
atau tidak dilimpahkan kepengadilan (pasal 139).
Dalam hal penuntut
umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia
dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.
Penuntut umum
dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan,
apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas
perkara dalam hal :
a.
Beberapa tindak pidana
yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak
menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
b.
Beberapa tindak pidana
yang bersangkut-paut satu dengan yang lainnya; adapun yang dimaksud dengan
“tindak pidana dianggap mempunyai sangkut-paut satu dengan yang lain” , apabila
tinda pidana tersebut dilakukan
1)
Oleh lebih dari seorang
yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang bersamaan
2)
Oleh lebih dari seorang
pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi merupakan pelaksanaan dari
permufakatan jahat yang dibuat oelh mereka sebelumnya.
3)
Oleh seorang atau lebih
dengan maksud mendapatkan alat yang akan dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana lain atau menghindarkan diri dari pemidanaan karena tindak pidana lalin.
c.
Beberapa tindak pidana
yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan
yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu
bagi kepentingan pemeriksaan (pasal 141).
Dalam
hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak
pidana yang dilakukakn oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam
ketentuan pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap
masing-masing terdakwa secara terpisah (pasal 142).
Berkenaan
dengan pelimpahan perkara oleh penuntut umum ke pengadilan negeri, pasal 143
KUHAP menjelaskan :
(1)
Penuntut umum
melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera
mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
(2)
Penuntut umum membuat
surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a.
Nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan tersangka
b.
Uraian secara cermat,
jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan
waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan
(3)
Surat dakwaan yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi
hukum.
(4)
Turunan surat
pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau
kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan
penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri; adapun yang
dimaksud dengan “surat pelimpahan perkara” adalah surat pelimpahan perkara itu
sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara.
Penuntut umum
dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari siding, baik
dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan
penuntutannya. Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu
kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
Dalam hal penuntut
umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau
penasihat hukum dan penyidik (pasal 144).
2.
Pengadilan
Dalam hal
pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa
perkata itu sudah termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang
akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari
sidang. Yang dimaksud dengan “hakim yang ditunjuk” ialah majelis hakim atau hakim
tunggal.
Hakim dapat
menetapka hari sidang sebagimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada
penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang disidang
pengadilan. Pemanggilan terdakwa dan saksi dilakukan dengan surat panggilan
oleh penuntut umum secara sah dan harus diterima terdakwa dalam jangka waktu
sekurang-kurangnya tiga hari sebelum sidang dimulai (pasal 152).
Pasal 153 KUHAP
mengatur tentang persidangan sebagai berikut :
(1)
Pada hari yang
ditentukan menurut pasal 152 pengadilan bersidang
(2) a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang
pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahsa Indonesia yang dimengerti
oleh terdakwa dan saksi.
b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal
atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan
jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka
sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
(4) Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)
mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. Jaminan yang diatur dalam ayat (3)
di atas diperkuat berlakunya, terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas
peradilan terbuka tidak terpenuhi.
(5) Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum
mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang. Untuk
menjaga supaya jiwa anak yang masih dibawah umur tidak terpengaruh oleh
perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, lebih-lebih dalam perkara kejahatan
berat, maka hakim dapat menentukan bahwa anak dibawah umur tujuh belas tahun,
kecuali yang telah atau pernah kawin, tidak diperbolehkan mengikuti sidang.
Berkenaan dengan
pemanggilan terdakwa oleh hakim, pasal 154 KUHAP menegaskan :
(1)
Hakim ketua sidang memerintahkan
supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam
keadaan bebas; sedangkan yang dimaksud denga “keadaan bebas” adalah keadaan
tidak dibelenggu tanpa mengurangi pengawalan.
(2)
Jika dalam pemeriksaan
perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah
ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara
sah
(3)
Jika terdakwa dipanggil
secara sah, hakim sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa
dipanggil lagi untu hadir pada hari sidang berikutnya.
(4)
Jika terdakwa ternyata
telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alas an yang
sah, pemeriksaan perkara tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang
memerintahkan agar terdakwa di panggil sekali lagi. Kehadiran terdakwa di
sidang merupakan kewajiban dari terdakwa, bukan merupakan haknya, jadi terdakwa
harus hadir di sidang pengadilan.
(5)
Jika dalam suatu
perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada
hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
(6)
Hakim ketua sidang
memerintahkah agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alas an yag sah setelah
dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang
berikutnya. Dalam hal terdakwa setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tidak
dapat dihadirkan dengan baik, maka terdakwa dapat dihadirkan dengan paksa.
(7)
Panitera mencatat
laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dan atay (6) dan dapat menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
Pada permulaan
sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap,
tempat lahiar, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. sesudah
itu hakim ketua sidang meminta kepada penuntut umum untuk membacakan surat
dakwaan.
Selanjutnya hakim
ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti,
penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang
diperlukan. Untuk menjamin terlindungnya hak terdakwa guna memberikan
pembelaannya, maka penuntut umum memberikan penjelasan atas dakwaan,tetapi
penjelasan ini hanya dapat dilaksanakan pada permulaan sidang (pasal 155).
Dalam hal terdakwa
atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut
diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal
tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah
selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan. Dalam hal penuntut umum keberatan
terhadap keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada
pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal
perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh
pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan
surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan
pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.
Hakim ketua sidang
selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan member
perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain
sebelum memberi keterangan di sidang.
Dalam hal saksi
tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang
mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir,
maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut
kepersidangan. Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang
yang menjadi saksi setelah dipanggil kesuatu sidang pengadilan untuk memberikan
keterangan tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan
ketentuan undang-undang yang berlaku. Demikian pula halnya dengan ahli (pasal
159).
Dalam hal meminta
keterangan saksi pasal 160 KUHAP mengatur sebagai berikut :
(1) a. Saksi
dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang
sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum.
b. yang
pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi.
c. Dalam
hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang
tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa
atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau
sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi
keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agam dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia
kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan
serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda sampai sederajat keberapa
dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isttri terdakwa meskipun sudah
bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
(3) Sebelum member keterangan, saksi wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia
akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang
sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi
atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai
member keterangan.
Dalam hal saksi
atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji
sebgaimana dimaksud dalam pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan
terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia denga surat penetapan hakim ketua sidang
dapat dikenakan sandera ditempat rumah tahanan Negara paling lama empat belas
hari.
Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya. Ketentuan
ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
seseorang (pasal 183).
Alat bukti yang
sah dalam hukum acara pidana adalah :
a.
Keterangan saksi;
b.
Keterangan ahli;
c.
Surat;
d.
Petunjuk;
e.
Keterangan terdakwa.
Hal
yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Dalam
pasal 196 KUHAP ditegaskan bahwa :
(1)
Pengadilan memutus
perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan
lain.
(2)
Dalam hal terdapat
lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan
hadirnya terdakwa yang ada.
(3)
Segera sesudah putusan
pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada
terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu :
a.
Hak segera menerima
atau segera menolak keputusan;
b.
Hak mempelajari putusan
sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini;
c.
Hak meminta penangguhan
pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undnag-undang
untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan.;
d.
Hak minta diperiksa
perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh
undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
e.
Hak mencabut pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan
undang-undang ini.
Pasal 197 :
(1) Surat putusan pemidanaan memuat :
a.
Kepala keputusan yang
dituliskan bunyinya : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b.
Nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan terdakwa;
c.
Dakwaan sebagaimana
terdapat dalam surat dakwaan;
d.
Pertimbangan yang
disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang
diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan
terdakwa;
e.
Tuntutan pidana,
sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f.
Pasal peraturan
perundang-undangan yang menjdai dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g.
Hari dan tanggal
diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksaoleh hakim
tunggal;
h.
Pernyataan kesalahan
terdakw, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana
disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
i.
Ketentuan kepada siapa
biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan
mengenai barang bukti;
j.
Keterangan bahwa
seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu,
jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k.
Perintah supaya
terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l.
Hari dan tanggal
putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.
(2) Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d,
e, f, g, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang
ini.
0 komentar:
Posting Komentar