BAB
XII
GABUNGAN TINDAK PIDANA (SAMENLOOP / CONCURSUS)
Dalam suatu tindak pidana dikatakan telah terjadi
suatu perbarengan dalam kondisi, jika satu orang, melakukan lebih dari 1 tindak
pidana, yang dapat dipertanggungjawabkan secara pidana pada orang tersebut, di
mana untuk tindak pidana itu belumada putusan hakim diantaranya dan terhadap perkara-perkara
pidana itu akan diperiksa serta diputus sekaligus.
I.
BEBERAPA
PANDANGAN.
Ada dua kelompok pandangan mengenai
persoalan concursus :
1.
Yang memandang sebagai masalah pemberian
pidana a.l Hazewinkel- Suringa
2.
Yang memandang sebagai bentuk khusus
dari tindak pidana a.l : Pompe, Mezger, Moelyatno.
II.
PENGATURAN
DIDALAM KUHP
Didalam KUHP diatur dalam pasal 63 s/d
71 yang terdiri dari :
1.
Perbarengan peraturan (concursus Idealis) pasal 63.
2.
Perbuatan berlanjut (Delictum Continuatum /Voortgezettehandeling) pasal 64.
3.
Perbarengan perbuatan (Concursus Realis) pasal 65 s/d 71.
III.
PENGERTIAN
1.
Menurut rumusan KUHP :
Sebenarnya didalam KUHP tidak ada
definisi mengenai Concursus, namun demikian dari rumusan pasal-pasal diperoleh
pengertian sbb :
§ Concursus Idealis,
pasal 63 (suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana.
§ Ada
perbuatan berlanjut, apabila pasal 64
Seseorang melakukan
beberapa, perbuatan tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran
antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus
dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Catatan
: Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan pada (concursus realis dan perbuatan berlanjut) narus belum ada keputusan
hakim.
2.
Menurut pendapat sarjana :
Adanya istilah “perbuatan/feit” dalam
pasal-pasal di atas menimbulkan masalah yang cukup sulit, khususnya dalam hal
terdakwa hanya melakukan perbuatan. Kesulitan ini timbul karena dalam ilmu
pengetahuan hukum pidana, “perbuatan” (feit) itu ada meninjaunya secara
materiil, secara fisik jasmaniah, yaitu dipikikan terlepas dari akibatnya,
terlepas dari unsur-unsur tanbahan (dikenal dengan jaran feit materiil), dan
ada pula yang melihatnya dari sudut hukum yaitu yang dihubungkan dengan danya
akibat / keadaan yang terlarang.
Sehubungan dengan kesulitan itu, maka
para sarjana mengemukakan beberapa pendapat :
HAZEWINKEL-SURINGA
Ada concursus Idealis apabila suatu
perbuatan yang sudah memenuhi suatu rumusan delik, mau tidak mau (eoipso) masuk
pula dalam peraturan pidana lain.
Misal : perkosaan dijalan umum,
disamping masuk 281 (melanggar kesusilaan di muka umum).
POMPE
Ada concursus Idealis, apabila
orang melakukan sesuatu perbuatan konkrit yang diarahkan kepada satu tujuan
merupakan benda / obyek aturan hukum. Misalnya bersetubuh dengan anak sendiri
yang belum berusia 15 th, perbuatan ini masuk pasal 294 (perbuatan cabul dengan
anak sendiri yang belum cukup umur) dan pasal 287 (bersetubuh dengan wanita
yang belim berusia 15 tahun diluar perkawinan).
TAVERNE
Ada concursus Idealis , apabila :
- Dipandang
dai sudut hukumpidana ada dua perbuatan atau lebih;
- Antara
perbuatan-perbuatan itu tidak dapat dipikirkan terlepas satu sama lain.
Contoh : Oranga dalam keadaan mabuk
mengendarai mobil diwaktu malam tanpa lampu. Dalam hal ini perbuatan hanya satu
yaitu “mengendarai mobil”, tetapi dilihat dari sudut hukumada dua perbuatan
yang masing-masing dapat dipikirkan terlepas satu sama lain, yaitu:
Pertama, “mengendarai mobil dalam
keadaan mabul” (menggambarkan keadaan orang / pelakunya) dan kedua “mengendarai
mobil tanpa lampu diwaktu malam” (menggambarkan keadaan mobilnya). Jadi dalam
hal ini ada Concursus Realis.
VAN
BEMMELEN
Ada Concursus Idealis, apabila :
- Dengan
melanggar satu kepentingan hukum.
- Dengan
sendirinya melakukan perbuatan (feit) yang lain pula.
Contoh : Perkosaan dijalan umum
(melanggar pasal 285 & 281 KUHP). Khusus mengenai penjelasan M.v.T mengenai
criteria untuk adanya “perbuatan berlanjut” seperti dikemukakan diatas, Simons
tidak sependapat. Mengenai syarat “ ada satu keputusan kehendak”, Simons
mengartikannya secara umum dan lebih luas yaitu “tidak berarti harus ada
kehendak untuk tiap-tiap kejahatan”. Berdasar pengertian yang luas ini, maka
tidak perlu perbuatan-perbuatan itu sejenis, asal perbuatan itu dilakukan dalam
rangka pelaksanaan tujuan. Misalnya untuk melampiaskan balas dendamnya kepada
B, A melakukan serangkaian perbuatan-perbuatan berupa meludahi, merobek
bajunya, memukul dan akhirnya membunuh.
IV.
SISTEM
PEMBERIAN PIDANA / STELSEL PEMIDANAAN
1.
Concursus Idealis (pasal 63).
a). Menurut ayat 1
digunakan system absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang
terberat.
Misal : perkosaan dijalan umum, melanggar pasal 285 (12 th
penjara) dan pasal 281 (2 tahun 8 bulan penjara).
Maksimum pidana penjara
yang dapat dikenakan ialah 12 tahun.
b). Apabila Hakim
menghadapi pilihan antara dua pidana poko sejenis yang maksimumnya sama, maka
menurut VOS ditetapkan pidana pokok dengan tambahan yang paling berat.
c). Apabila menghadapi
dua pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka penetuan pidana
yang terberat didasarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dalam
pasal 10 (lihat pasal 69 ayat (1) jo pasal 10), jadi misalnya memilih antara 1
minggu penjara, 1 tahun kurungan dan denda 5 juta rupiah, maka pidana yang
terberat adalah 1 minggu penjara.
d). Dalam pasal 63 ayat
(2) diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip umum dalam ayat (1),
dalam hal ini berlaku adagium “lex
specialis derogate legi generali” Contoh : seorang ibu membunuh anaknya
sendiri pada saat anaknya dilahirkan. Perbuatan ibu ini dapat masuk dalam pasal
338 (15 tahun penjara dan pasal 341 (7 tahun penjara). Maksimum pidana penjara
yang dikenakan ialah yang terdapat dalam pasal 341 (lex specialis) yaitu 7 tahun penjara.
2.
Perbuatan berlanjut (pasal 64).
a). Menurut pasal 64 ayat (1), pada
prinsipnya berlaku system absorbsi yaitu hanya dikenakan satu aturan pidana,
dan jika berbeda-beda dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda
dikenakan ketentuan yang memuat ancaman pidana pokok yang terberat.
b). Pasal 64 ayat (2) merupakan
ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang. Misal A setelah
memalsu mata uang (pasal 244 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun) kemudian
menggunakan / mengedarkan mata uang yang palsu itu (pasal 245 dengan ancaman
pidana penjara 15 tahun). Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang sebagai
concursus Realis, tetapi tetap dipandang sebagai perbuatan berlanjut sehingga
ancaman maksimum pidananya dapat dikenakan 15 tahun penjara
c). Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan
khusus dalam hal kejahatan-kejahatn ringan yang terdapat dalam pasal 364
(pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan) dan 407 (1)
(perusakan barang ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.
Apabila
nilai kerugian yang timbul dari kejahatan-kejahatn ringan yang dilakukan
sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,- maka menurut pasal 64 ayat
(3) dikenakan aturan pidana yang berlaku untuk kejahatan biasa. Berarti yang
dikenakan adalah pasal 362 (pencurian), 372 (penggelapan), 378 (penipuan) atau
406 (perusakan barang).
3.
Concursus Realis (pasal 65 s/d 71).
a.
Untuk concursus realis berupa kejahatan
yang diancam pidana pokok sejenis, berlaku pasal 65 yaitu hanya dikenakan satu
pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari
maksimum terberat ditambah sepertiga.
Misal :
Ø A
melakukan 3 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 4 tahun, 5 tahun
dan 9 tahun. Dalam hal ini yang dapat digunakan ialah 9 tahun + (1/3 x 9) tahun
= 12 tahun penjara. Jadi disini berlaku system absorbsi yang dipertajam.
Ø A
melakukan 2 jenis kejahatan yang masing- masing diancam pidana penjara 1 tahun
dan 9 tahun. Dalam hal ini, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah jumlah
ancaman pidananya yaitu 10 tahun penjara, karena melebihi jumlah maksimum
pidana untuk masing-masing kejahatan tersebut.
b.
Untuk concursus realis berupa kejahatan
yang diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku pasal 66 yaitu semua jenis
ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak
boleh melebihi maksimum piudana yang terberat ditambah sepertiga, system ini
disebut system Kumulasi yang diperlunak.
Misal :
1). A melakukan 2 jenis
kejahatan yang masing-masing diancam
pidana 9 bulan kurungan dan dua tahun penjara.
Dalam hal ini semua jenis pidana (penjara dan kurungan) harus
dijatuhkan. Adapun maksimumnya adalah 2 tahun ditambah (1/3 x 2) tahun = 2
tahun 9 bulan atau 33 bulan. Dengan demikian pidana yang dijatuhkan misalnya
terdiri dari 2 tahun penjara dan 8 bulan kurungan.
2). Bagaimanakah dalam
hal A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam 6 bulan penjara
dan denda Rp. 1.000,- ? mengenai hal ini ada dua pendapat :
- Menurut
Noyon semuanya harus dijatuhkan yaitu 6 bulan penjara dan denda Rp. 1.000,-;
- Menurut
blok perhitungannya sbb : pidana denda dijadikan dulu pidana kurungan pengganti
yaitu maksimum 6 bulan (lihat pasal 30 KUHP). Dengan demikian maksimumnya ialah
6 + (1/3 x 6) bulan = 8 bulan. Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan maka
6 bulan ini dipecah menjadi 6 bulan penjara dan 2 bulan kurungan pengganti atau
sama dengan 1/3 x Rp. 1.000,- = Rp. 333,30,- (atau dibulatkan menjadi Rp.
334,-_
- Perhitungan
blok mengenai jumlah pidana kurungan pengganti di atas masih didasarkan pada
perhitungan lama sebelum adanya perubahan pidana denda 15 kali menurut UU No.
18 tahun 1960.
- Menurut
perhitungan lama, tiap denda 50 sen atau kurang dihitung sama dengan satu hari
kurungan pengganti, tetapi karena menurut pasal 30 (3) maksimum kurungan
pengganti 6 bulan, maka untuk denda Rp. 1.000,- maksimumnya kurungan
penggantinya 6 bulan.
- Dengan
telah adanya perubahan pidana denda, maka 1 hari kurungan pengganti dihitung
sama dengan Rp. 7,50,- (yaitu 50 sen dikalikan 15) jadi untuk denda Rp. 1.000,-
kurungan penggantinya sama dengan 134 hari (dibulatkan).
- Dengan
demikian apabila diikuti perhitungan menurut Blok di atas maka jumlah maksimum
8 bulan dapat dipecah misalnya menjadi 6 bulan penjara dan 2 bulan kurungan
pengganti atau sama dengan denda 60/134 x Rp. 1.000,- = Rp.447,76.
3). Bagaimanakah dalam
hal A melakukan dua jenis kejahatan yang terdapat dalam pasal 351 (diancam
pidana 2 tahun 8 bulan penjara atau denda Rp. 4.500,-) dalam pasal 360 (diancam
pidana 5 tahun penjara atau 1 tahun kurungan ?
Dalam hal ini hakim harus mengadakan “pilihan hukum” terlebih
dahulu. Kalau dipilih ancaman pidana yang sejenis, maka digunakan system
absornsi yang dipertajam / diperberat (pasal 65).
c.
Untuk Concursus Realis berupa
pelanggaran, berlaku pasal 70 yang menggunakan system kumulasi. Misal A
melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam piadan kurungan 6 bulan
dan 9 bulan, maka maksimumnya adalah (6+9) bulan = 15 bulan. Namun menurut
pasal 70 ayat 2, system kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan
kurungan. Jadi misal A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam
pidana kurungan 9 bulan, maka maksimum pidana kurungan yang dapat dijatuhkan
bukanlah (9+9) bulan = 18 bulan, tetapi maksimumnya adalah 1 tahun 4 bulan atau
hanya 16 bulan.
d.
Untuk Concursus Realis berupa kejahatan
ringan, khusus untuk pasal 302 (1), 352, 364, 373, 379 dan 482 berlaku pasal 70
bis yang menggunakan system kumulasi tetapi dengan pembatan maksimum untuk
penjara 8 bulan.
Misal :
§ A
melakukan pencurian ringan (pasal 364) dan penggelapan ringan (pasal 373) yang
masing-masing diancam pidana 3 bulan penjara. Maksimum pidana yang dapat
dijatuhkan adalah 6 bulan penjara (system kumulasi).
§ Tetapi
apabila A misalnya melakukan 3 kejahatan ringan yang masing-masing diancam
pidana penjara 3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan penjara (kumulasi)
tetapi 8 bulan penjara.
e.
Untuk Concursus Realis, baik kejahatan
maupun pelanggaran untuk diadili pada saat berlainan, berlaku pasal 71 yang
berbunyi sbb: “Jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian dinyatakan salah
lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan
pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan
dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal
perkara-perkara diadili pada saat yang sama”.
Misal :
A melakukan kejahatan-kejahatan sbb :
Ø Tgl.
1/1 : pencurian (pasal 362, ancaman pidana 5 tahun penjara);
Ø Tgl.
5/1 : penganiayaan biasa (pasal 351 diancam 2 tahun 8 bulan);
Ø Tgl.
10/1 : penadahan (pasal 480, diancam 4 tahun penjara);
Ø Tgl.
20/1 : penipuan (pasal 378, diancam 4 tahun penjara).
Kemudian A ditangkap dan diadili dalam
satu keputusan. Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah 5 tahun + (1/3 x 5
tahun) = 6 tahun 8 bulan. Andaikata untuk keempat tindak pidana itu, hakim menjatuhkan
pidana 6 tahun penjara, maka jika kemudian ternyata bahwa A pada tanggal 14/1
(jadi sebelum ada keputusan) melakukan penggelapan (pasal 372 yang diancam
pidana penjara 4 tahun), maka keputusan yang kedua kalinya ini untuk
penggelapan itu paling banyak hanya dijatuhi pidana penjara selama 6 tahun 8
bulan (putusan sekaligus) dikurangi 6 tahu (putusanI) yaitu 8 bulan penjara.
Dengan contoh diatas, dapatlah bunyi
pasal 71 diatas dirumuskan secara singkat sbb :
Putusan ke II = (putusan sekaligus) – (putusan
ke-I).
0 komentar:
Posting Komentar