Pengertian Kekayaan Perindustrian
Bidang Desain Industri dan Paten.
“Perindustrian adalah tatanan dan
segala kegiatan bertalian dengan kegiatan industri. Industri adalah kegiatan
ekonomi untuk menghasilkan barang melalui kegiatan pengolahan bahan baku,
kegiatan pembuatan/perakitan barang dari bahan baku atau komponen penyusunannya
menjadi barang yang memiliki nilai kegunaan dan nilai ekonomi lebih tinggi
termasuk industri perangkat lunak teknologi informasi dan komunikasi dan
kegiatan jasa keteknikan industri yang terkait erat dengannya. Teknologi
industri adalah hasil inovasi dan/atau invensi dalam bentuk proses, produk,
alat produksi yang diterapkan dalam kegiatan industri” (Pasal 1 butir 1, 2 dan 12 UU Perindustrian
yang selanjutnya disebut dengan RUUPerind).
Pemerintah dapat memberikan kemudahan, fasilitas dan/atau
perlindungan dan penegakan hukum yang dibutuhkan kepada jenis-jenis industri
yang diprioritaskan. “Pemerintah melindungi Hak kekayaan Intelektual khususnya
Kekayaan Perindustrian termasuk di bidang Desain Industri dan Paten sebagai
hasil karya warga negara/bangsa Indoensia yang digunakan tanpa hak di luar
negeri baik yang belum atau sudah terdaftar di instansi yang berwenang di
Indonesia” (Pasal 24 RUUPerind)
“Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi
garis atau warna atau garis dan warna atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat
diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk
menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan” (Pasal 1 butir 1 UUDI).
Selanjutnya UUDI mengatur bahwa “Hak
atas Kekayaan Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
Republik Indonesia kepada pendesain industri
atas hasil kreasinya selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut” (Pasal 1 butir 5 UUDI).
Pendesain industri (inventor)
adalah seorang atau beberapa orang yang menghasilkan Desain Industri yang dipatenkan.
Dialah yang membuat kreasi bersangkutan hingga menjadi sesuatu yang mempunyai
nilai estetis dan dapat diproduksi dan reproduksi kembali, serta kemampuan
jatidiri baru. Bukan jiplakan dari karya milik orang lain. Bukan hanya seorang
saja yang dapat menjadi pendesain tetapi bisa juga beberapa orang yang
bersama-sama datangnya dan secara bersama-sama juga memilikinya dan mengajukan
permohonan bersama untuk didaftarkan.
Hasil Pendesain industri (inventor) yang dipatenkan didaftarkan di Daftar Umum di Dirjen HAKI
Depkeh dan HAM RI, agar legalitas hasil desain industrinya mendapat pengakuan secara hukum, maka lebih
lanjut dia sebagai pemilik/pemegang hak mendaftarkan ke dalam Daftar Umum bidang Desain
Industri danPaten di Dirjend HAKI Depkeh
dan HAM RI yang diatur dalam Undang_Undang Paten. Jadi pemilik/pemegang Paten (inventor) tersebut secara hukum telah
memiliki Desain Industri dan Paten atas Desain Industri tersebut sekaligus untuk
dapat dinikmati, disebarluaskan, ditransformasikan kepada pihak lain baik perseorang
maupun dalam bentuk badan hukum secara komersial dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Desain Industri dianggap “baru” jika pada tanggal penerimaan,
Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang
telah ada sebelumnya. Jadi jika ada pendaftaran hak Desain Industri yang
dilakukan oleh pihak lain dan juga tidak ada pengungkapan (pengumuman, sosioalisaasi,
promosi) yang sama melalui sarana mas media cetak maupun elektronik dan
internet maupun melalui sarana media pameran yang dilakukan secara luas kehadapan
publik/umum.
Pemberian hak tersebut diatas dapat dilakukan melalui
perjanjian Lisensi (Lisence Agreement).
Perjanjian Lisensi (Lisence Agreement)
adalah suatu persetujuan bersama antara pemberi hak atas kekayaan Desain
Industri dan Paten kepada penerima hak dipihak lain tersebut berdasarkan pada
pemberian hak untuk menikmati ekonomi dari suatu Desain Industri dilindungi
dengan jangka waktu dan syarat tertentu. “Perjanjian Lisensi adalah suatu izin
yang diberikan oleh pemegang Hak Desain Industri kepada pihak lain melalui
suatu perjanjian berdasarkan pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati
manfaat ekonomi dari suatu Disain Industri yang diberi perlindungan dalam
jangka tertentu dan syarat-syarat tertentu” (Pasal 1 butir 11 UUDI).
“Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri yang
baru. Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, Desain
Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya. Pengungkapan
Desain Industri sebelumnya : (a) tanggal penerimaan : atau (b) tanggal
prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas ; (c) Telah
diumumkan atau digunakan di industri atau di luar Indonesia”. (Pasal 2 : 1, 2, 3 UUDI).
Lanjut UUDI mengatur bahwa “suatu
Desain Industri tidak dianggap telah dimumkan apabila dalam jangka waktu paling
lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya Desain Industri tersebut :
(a) telah dipertunjukkan dalam suaatu pameran nasional ataupun internasional di
Indonesia atau di luiar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi, atau (b) telah
digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan,
penelitian atau pengembangan”. (Pasal 3
butir a, b UUDI)
“Jadi jika ada pendaftaran lain dan juga tidak ada
pengungkapan, pengumuman (sosialisasi) atau juga promosi sekaligus pameran
langsung dihadapan masyarakat konsumen lain mengenai Desain Industri yang sama yaitu melalui mas cetak,
elektronik, media internet di dalam maupun di luar negeri. Jika suatu
pengungkapan, pengumuman (sosialisasi), promosi sekaligus pameran tersebut
sebelum tanggal pendaftaran dari Desain Industri bersangkutan ini, maka tidak
dipenuhi unsur baru”.(Sudargo Gautama
& Rizawanto Winata, 2000 : 47, 48)
“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya”. Selanjutnya UUP “ Invensi adalah ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses”. “Pemegang Paten adalah inventor sebagai
pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau
pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dal Daftar
Umum Paten” (Pasal 1 Butir 1, 2, 6 UUP).
“Suatu invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan,
invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diajukan sebelumnya.
Teknologi yang diungkap sebelumnya adalah teknologi yang telah diumumkan di
Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan , uraian lisan melalui
peragaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk
melaksanakan invensi tersebut sebelum : (a) tanggal penerimaan; atau (b)
tanggal prioritas. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya mencakup dokumen
Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah
tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substansinya sedang dilakukan, tetapi
tanggal Penerimaan tersebut lebih awal dari pada Tanggal Penerimaan atau
Tanggal Prioritas Permohonan: negeri” (Pasal
3 : 1, 2, 3 UUP)
“Hak kekayaan intelektual teknologi
dan industri merupakan tiga wujud yang sangat kuat berinteraksi satu terhadap
yang lain dalam proses pembentukan nilai tambah di segala aspek kehidupan kita”
(Rahardi Ramelan, 1996 : 3)
B. Perjanjian Lisensi (Lisence Agreement) Kekayaan
Perindustrian di Bidang Desain Industri dan
Paten Dalam Alih Teknologi.
Umumnya kita terlibat pada masalah perjanjian alih teknologi melalui
media perjanjian lisensi (lisence agreement). Perjanjian merupakan hukum bagi yang membuat
yaitu pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Hasil dari perjanjian diperoleh melalui suatu kesepakatan
bersama diantara pihak yang berjanji dan masing-masing pihak yang bersepakat
tersebut mempunyai kedudukan dan kekuatan hukum yang sama pula.
Menurut hemat peneliti ketidakseimbangan kekuatan kesepakatan bersama dalam
negosiasi akan menghasilkan kesepakatan atau perjanjian yang tidak adil. Oleh
karena itu maka hukum perjanjian (sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 Burgerlijke Wetboek van Wetgeving atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata )
dalam harus dipahami oleh pihak pemberi hak dan pihak penerima hak yang membuat
kesepakatan alih teknologi di bidang Disain Industri dan Paten. Lanjut hemat peneliti, berbicara
tentang alih teknologi melalui media perjanjian Lisensi (Lisence Agreement) bidang Disain Industri dan Paten, tentu saja
untuk tahap proses negosiasi dan selanjutnya menyusun draf klausula isi perjanjiannya
yang mengandung hak dan kewajiban masing masing pihak, syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan umum maupun khusus, perlu terlebih dahulu memahami apa dan
bagaimana materi teknologi termasuk hasil Disain Industri dan Paten itu
sendiri. Sebelum kearah proses negosiasi inilah
sangat dibutuhkan sekali konsultan seorang ahli hukum, ahli teknologi,
ahli ekonomi/akuntansi dan bisnis serta teknis dibidang teknologi di bidang
Disain Industri Paten yang akan dialihkan menjadi sangat penting peranannya.
“Alih teknologi dilakukan diantaranya
melalui pemberian lisensi. Hal ini juga tidak sederhana. Siapa pemegang atau
pemberi lisensi dan siapa pula penerima lisensi. Syarat dan kondisi pemberi
lisensi dan penerima lisensi perlu pemikiran. Berapa pula harga lisensi dan apa
hak-hak yang melekat pada pemegang lisensi. Di samping hak lisensi
masing-masing banyak pembahasan yang menjadi praktek dalam lisensi atau dalam
alih teknologi pada umumnya” (Sumantoro,
1993 : 12).
Menurut hemat peneliti bahwa setelah dicapai kesepakatan melalui
negosiasi dan rumusan klausula materi sisi perjanjian yang mengandung hak dan
kewajiban antara pemberi Desain Industri dan Paten dengan penerima hak
tersebut, masalah berikutnya adalah bagaimana pelaksanaannya terhadap
perjanjian lisensi tersebut. Oleh karenanya banyak masalah dalam pelaksanaan
alih teknologi melalui media perjanjian lisensi tersebut, maka dalam proses
kesepakatan bersama melalui negosiasi diperlukan ketajaman analisis dalam
meneliti proses alih teknologi tersebut sampai kepada rumusan klausula materi
isi perjanjian tersebut secara tuntas dilengkapi dengan berbagai sanksi dan
jaminan keberhasilan alih teknologi melalui media perjanjian lisensi tersebut
selanjutnya.
“Setelah negosiasi dilakukan dan dicapai kesepakatan dan
rumusan perjanjian disetujui oleh masing-masing pihak, masalah berikutnya
adalah bagaimana pelaksanaannya. Di sinilah kejelian pihak penerima alih
teknologi sangat dituntut termasuk antara lain apakah ada jaminan pelaksanaan
alih teknologi tepat waktu, tidak salah penerapannya, bagaimana proses
penyerahannya. Di sini seperangkat pengaturan terkait seperti surety bond, sanksi, proses pengeloaan
usahanya setelah pengalihan teknologi, dalam banyak hal ada proses turn key atau turn key plus, purna alih teknologi dan banyak hal lainnya lagi yang
terkait” (Sumantoro, 1993 : 12-13).
Alih teknologi melalui perjanjian Lisensi yang dipatenkan
kaitannya tentang know how yang
intinya diwujudkan dalam suatu pengakuan hak penemuan, umumnya dicatatkan dan
secara formal implisit mengandung pengakuan
pihak penemu, pemberi hak Disain
Industri dan paten. Dengan kata lain hasil temuan dari Desain Industri
tersebut dipatenkan. Dengan demikian pihak penemu tersebut yang mematenkan
hasil temuannya diakui hak-haknya sebagai pemegang paten.
Pihak yang menerima hak Desain Industri Paten akan
memanfaatkan atau menggunakan hak paten untuk input usahanya sebagai pelaku
usaha harus meminta izin persetujuan dari pihak penemu hak, dalam hal peristiwa demikian maka terjadilah
transaksi perjanjian lisensi (license
agrrement).
Hak Desain Industri diberikan untuk Desain Industri
yang baru. “Desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan
Desain Industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada
sebelumnya. Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan Desain Industri yang
sebelum : (a) tanggal penerimaan atau (b) tanggal prioritas apabila Permohonan
diajukan dengan Hak Prioritas, (c) telah diumumkan atau digunakan di Industri
atau diluar Indonesia”. (Pasal 2 : 1, 2,
3 UUDI).
“Hak Desain Industri
(termasuk
hasil industri Paten) dapat
beralih atau dialih
kan dengan : (a) pewarisan, (b)
hibah, (c) wasiat, (d)
Perjanjian tertulis; atau
(e) sebab sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undang (Pasal 31 : 1 UUDI)
Lebih lanjut UUDI mengatur bahwa pengalihan
Desain Industri sebagaimana yang tersebut diatas harus disertai dengan dokumen
pengalihan hak tersebut. “Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri wajib
dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Direktorat Jenderal dengan
membayar biaya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Pengalihan hak
tersebut yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Desain Industri (termasuk
Desain Industri Paten) tidak berakibat hukum pada pihak ketiga” (Pasal 31 : 2, 3, 4 UUDI).
Pihak penemu Desain Industri sebagai
pemegang berhak memberikan lisensi
kepada pihak lain melalui perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan untuk
melaksanakan Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain
yang tanpa persetujuannnya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor,
dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri , kecuali jika
diperjanjikan lain. “Pemegang Desain Industri berhak memberikan Lisensi kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan dalam
pasal 9, kecuali jika diperjanjikan lain” (Pasal
33 UUDI).
“Perjanjian Lisensi wajib
dicatatkan dalam Daftar Umum Industri pada Direktorat Jenderal dengan dikenai
biaya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Perjanjian Lisensi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Desain
Industri” (Achmad Fauzan, 2006 : 79). Lanjut Achmad
mengutip UUP menguraikan bahwa “Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada Inventor atas
hasil invensinya di bidang Teknologi yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakan. Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik
Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain
yang menerima lebih lanjut hak tersebut yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Paten kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberikan perlindungan
dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu”. (Hal ini diatur dalam pasal 1 Butir 1, 6 dan 13 UUP).
“Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan untuk melaksanakan
Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya dalam
hal Paten-produk : membuat, menggunakan menjual, mengimpor; menyewakan,
menyerahkan atau menyediakan untuk dijual
atau disewakan atau diserahkan produk yang diberikan” (Pasal 16 UUP).
Berbicara tentang perjanjian lisensi Insan Budi Maulana mengatakan bahwa “perjanjian
lisensi terbagi atas 2 macam yaitu (a) Perjanjian Lisensi Secara Eksklusif
(PLSE) dan Perjanjian Lisensi Secara Non-Eksklusif (PLSNE). Bila dibandingkan
dengan Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara lainnya di Eropa Barat yang
mengadakan pemisahan terhadap macam perjanjian lisensi itu. Maka tidak keliru
bila kitapun melakukan hal yang sama.
Hal ini dipandang perlu , karena
untuk menentukan apakah suatu perjanjian lisensi itu wajib didaftarkan
atau tidak akan sangat bergantung pada macam perjanjian lisensi itu sendiri”.(Insan Budi Maulana, 1997 : 133). Lebih lanjut Insan menjelaskan dan mengutip dari pendapat/pandangan “Yoshio Kumakura, dalam bukunya “Licencing” Doing Business in Japan, Umpamanya di Jepang, setiap PLSE untuk Paten
diwajibkan didaftarkan kepada Fair Trade
Commision. Apabila PLSE tersebut tidak didaftarkan maka tidak mempunyai
konsekuensi hukum terhadap pihak ketiga. Selain itu, biasanya hanya PLSE saja
yang berhak melakukan sub-lisensi kepada pihak ketiga sedangkan
PLSNE tidak mempunyai hak untuk mengadakan sub-lisensi”.
“Di Amerika Serikat, apabila
perjanjian lisensi itu merupakan PLSE yang secara tegas dinyatakan dalam
perjanjiannya walaupun PLSE itu tidak diuraikan secara terperinci, namun
Penerima Lisensi (Licensee) secara
otomatis mempunyai hak (a) mengadakan sub-lisensi, (b) menutut pihak ketiga
yang melanggar paten, dan (c) Pemberi Lisensi
(Licensor) harus meminta izin kepada Penerima Lisensi
apabila Pemberi Lisensi akan memberikan lisensi lagi kepada pihak ketiga uang
berada dalam wilayah Penerima Lisensi (USCA
Title 35 ss 261). Oleh karen itu akan lebih baik bila ketentuan tentang
PLSE dan PLSNE) dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang lisensi memperjelas
macam lisensi sebagaimana diberlakukan di negara-negara tersebut” (Insan Budi maulana, 1997 : 134)
“Studi penelitian yang dilakukan oleh
Pusat Studi Hukum dan Ekonomi FHUI menunjukkan bahwa dari 100 perusahaan PMA yang
memiliki perjanjian lisensi atau sejenis adalah sekitar 25 perusahaan.
Perjanjian tersebut pada umumnya diselenggarakan pada perusahaan patungan di
Indonesia dengan induk perusahaan di luar negeri yang memiliki atau pemegang
hak atas teknologi yang bersangkutan. Pendekatan yang ditempuh oleh perusahaan
asing pada umumnya mengkombinasikan kegiatan modalnya dengan sekaligus
menyelenggarakan perjanjian lisensi, adalah untuk memaksimalkan hasil usahanya
yaitu dari keuntungan modal dan dari hasil lisensi tersebut” (Sumantoro, 1994 : 119-120)
Lanjut Sumantoro menjelaskan bahwa “dalam konteks PMA perjanjian lisensi
merupakan dasar kerja sama yang mengatur syarat-syarat dan kondisi pemindahan
teknologi dari pihak asing kepada perusahaan-perusahaan penerima lisensi di
Indonesia. Akibat belum adanya pengaturan oleh pemerintah dalam bidang ini maka
masalah pemindahan teknologi yang berlangsung melalui proses PMA (dalam bentuk
perjanjian-perjanjian lisensi) pada dasarnya masih merupakan masalah hubungan
kontraktual antara para pihak yang dalam prakteknya ditentukan oleh kemampuan
berunding antara pihak pemberi lisensi dengan pihak penerima lisensi. Proses
pengalihan teknologi yang di dalamnya terdapat aspek-aspek pengaturan PMA dan
pemilihan teknologi yang tepat dan diperlukan di Indonesia, kita menghadapi
permasalahan lain seperti penilaian teknologi yang dipindahkan, pemindahan
teknologi yang sudah uang atau masa paten sudah habis, syarat-syarat dan
kondisi yang sangat memberatkan pihak penerima teknologi terutama yang
tergolong Restrictive Business Pratices
(RBP)”. (Sumantoro, 1994 : 119-120).
Sumantoro menjelaskan “pemindahan teknologi negara sedang berkembang
mempunyai arti penting bagi pembangunan negaranya. Mekanisme pemindahan
teknologi merupakan transaksi dagang teknologi internasional. Teknologi sudah
merupakan satu jenis komoditi internasional yang langka. Karena sifat pasar
teknologi internasional maka dalam pembahasannya sangat dipengaruhi oleh
keadaan politik dan ekonomi serta taraf kemajuan dari negara yang
bersangkutan”. Selanjutnya Sumantoro menjelas lagi, “bagi Indonesia yang
penting adalah mendapatkan teknologi yang tepat guna dan dapat mempunyai
pengaruh pengembangan indutrialisasi. Untuk itu perlu diperhatikan terlebih
dahulu tingkat teknologi yang telah ada dan keahlian yang tersedia serta
potensi sumber yang dapat menunjang”
DAFTAR BACAAN
I. Buku :
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Cetakan Kedua, Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sumantoro. 1993 Masalah Pengaturan Alih Teknologi, Edisi Pertama, Cetakan I, Penerbit Alumni, Bandung.
Sumantoro. 1994. Hukum Ekonomi,
Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Sudargo
Gautama dan Rizawanto Winata. 2000. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Peraturan Baru Desain Industri, Cetakan ke I, Penerbit PT Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Ahmad
Fauzan. 2006. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Himpunan Undang-Undang
Lengkap Di Bidang Hak (Atas) Kekayaan Intelektual : Perlindungan Varietas
Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Merek,
Paten, Hak Cipta,
Cetakan II, Penerbit CV Yrama Widya, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar