Senin, 20 Mei 2013


MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2011
TENTANG
PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang
:
a.       
bahwa dalam rangka tertib administrasi pembentukan produk hukum daerah perlu dilakukan penyeragaman prosedur penyusunan produk hukum daerah secara terencana, terpadu dan terkoordinasi;


b.       
bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor        53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah dan Kepala Daerah  sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu diganti; 


c.       
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;



Mengingat
:
1.       
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);


2.       
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);


3.       
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);


4.       
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraaan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);


5.       
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);


6.       
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah;




MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH.
  
BAB IVPENYUSUNAN PRODUK HUKUM BERSIFAT PENGATURAN


Bagian Kesatu
Penyusunan Perda

Pasal 15

Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan berbentuk Perda atau nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan berdasarkan Prolegda.


Paragraf 1
Persiapan Penyusunan Perda
di Lingkungan Pemerintah Daerah

Pasal 16

Kepala daerah memerintahkan kepada pimpinan SKPD menyusun Rancangan Perda berdasarkan Prolegda.

Pasal 17

(1)  Pimpinan SKPD menyusun Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
(2)  Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota.  




Pasal 18

Dalam hal Rancangan Perda mengenai:
a.      APBD;
b.      pencabutan Perda; atau
c.      perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi;
hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).

Pasal 19

(1)     Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:
a.      latar belakang dan tujuan penyusunan;
b.      sasaran yang akan diwujudkan;
c.      pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d.      jangkauan dan arah pengaturan.
(2)     Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai berikut:
1.      Judul
2.      Kata pengantar
3.      Daftar isi terdiri dari:
a.
BAB I
:
Pendahuluan
b.
BAB II
:
Kajian teoritis dan praktik empiris
c.
BAB III
:
Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan terkait
d.
BAB IV
:
Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
e.
BAB V
:
Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda
f.
BAB VI
:
Penutup
4.      Daftar pustaka
5.      Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.

Pasal 20

(1)     Rancangan Perda yang berasal dari kepala daerah dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi.
(2)     Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.






Pasal 21
(1)     Kepala daerah membentuk Tim penyusunan Rancangan Perda.
(2)     Susunan keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1terdiri dari:
a.
Penanggungjawab
:
Kepala Daerah
b.
Pembina
:
Sekretaris Daerah
c.
Ketua
:
Kepala SKPD pemrakarsa penyusunan
d.
Sekretaris
:
-      Provinsi: Kepala Biro Hukum; atau
-      Kabupaten/Kota:  Kepala Bagian Hukum
e.
Anggota
:
SKPD terkait sesuai kebutuhan
(3)     Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

Pasal 22

Ketua Tim melaporkan perkembangan Rancangan Perda dan/atau permasalahan kepada sekretaris daerah.

Pasal 23

(1)     Rancangan Perda Provinsi yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi dari kepala biro hukum dan pimpinan SKPD terkait.
(2)     Rancangan Perda kabupaten/kota yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi dari kepala bagian hukum dan pimpinan SKPD terkait.
(3)     Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Perda yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 24

(1)     Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Perda yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3).
(2)     Perubahan dan/atau penyempurnaan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa.
(3)     Hasil penyempurnaan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada sekretaris daerah setelah dilakukan paraf koordinasi oleh kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota serta pimpinan SKPD terkait.
(4)     Sekretaris daerah menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada kepala daerah.





Pasal 25

Kepala daerah menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 kepada pimpinan DPRD untuk dilakukan pembahasan.

Pasal 26


(1)  Kepala daerah membentuk Tim asistensi pembahasan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2)  Tim asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh sekretaris daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah.

Paragraf 2
Persiapan Penyusunan Perda di Lingkungan DPRD

Pasal 27

(1)     Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda.
(2)     Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.
Pasal 28

Dalam hal Rancangan Perda mengenai:
a.      APBD;
b.      pencabutan Perda; atau
c.      perubahan Perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi,
hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).

Pasal 29

(1)  Rancangan Perda yang disertai naskah akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 telah melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas:
a.      latar belakang dan tujuan penyusunan;
b.      sasaran yang akan diwujudkan;
c.      pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan
d.      jangkauan dan arah pengaturan.
(2)     Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai berikut:
1.      Judul
2.      Kata pengantar
3.      Daftar isi terdiri dari:
a.
BAB I
:
Pendahuluan
b.
BAB II
:
Kajian teoritis dan praktik empiris




c.
BAB III
:
Evaluasi dan analis peraturan perundang-undangan terkait
d.
BAB IV
:
Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis
e.
BAB V
:
Jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda
f.
BAB VI
:
Penutup
4.      Daftar pustaka
5.      Lampiran Rancangan Perda, jika diperlukan.

Pasal 30

(1)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang disusun oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda disampaikan kepada pimpinan DPRD.
(2)    Pimpinan DPRD menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Balegda untuk dilakukan pengkajian.
(3)    Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda.

Pasal 31

(1)    Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dalam rapat paripurna DPRD.
(2)    Pimpinan DPRD menyampaikan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua anggota DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum rapat paripurna DPRD.
(3)    Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a.      pengusul memberikan penjelasan;
b.      fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan
c.      pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.
(4)    Rapat paripurna DPRD memutuskan usul Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berupa:
a.      persetujuan;
b.      persetujuan dengan pengubahan; atau
c.      penolakan.
(5)    Dalam hal persetujuan dengan pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, Balegda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan Rancangan Perda tersebut.
(6)    Penyempurnaan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Pimpinan DPRD.





                         Pasal 32

Rancangan Perda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk dilakukan pembahasan.

Pasal 33

Apabila dalam satu masa sidang kepala daerah dan DPRD menyampaikan Rancangan Perda mengenai materi yang sama, maka yang dibahas Rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Rancangan Perda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.


Paragraf 3
Pembahasan Perda

Pasal 34

(1)    Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a yang berasal dari DPRD atau kepala daerah dibahas oleh DPRD dan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(2)    Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

Pasal 35
Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3ayat (2) meliputi:
a.      Dalam hal Rancangan Perda berasal dari kepala daerah dilakukan dengan:
1.      penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;
2.      pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Perda; dan
3.      tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.
b.      Dalam hal Rancangan Perda berasal dari DPRD dilakukan dengan:
1.      penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda;
2.      pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; dan
3.      tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.
c.      Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.




Pasal 36
Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3ayat (2) meliputi:
a.         pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:
1.            penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c; dan
2.            permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
b.         pendapat akhir kepala daerah.

Pasal 37
(1)     Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(2)     Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah, Rancangan Perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

Pasal 38

(1)    Rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan kepala daerah.
(2)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh kepala daerah, disampaikan dengan surat kepala daerah disertai alasan penarikan.
(3)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.
Pasal 39
(1)    Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah.
(2)    Penarikan kembali Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh kepala daerah.
(3)    Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama.

Pasal 40

(1)  Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.
(2)  Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 41

(1)  Kepala daerah menetapkan Rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah.
(2)  Dalam hal kepala daerah tidak menandatangani Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
(3)  Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi: Perda ini dinyatakan sah.
(4)  Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.
(5)  Perda yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah dan/atau gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Kedua
Penyusunan Perkada dan PB KDH

Pasal 42

(1)    Pimpinan SKPD menyusun rancangan produk hukum daerah berbentuk Perkada dan PB KDH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf c.
(2)    Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembahasan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten/kota untuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan SKPD terkait.

Pasal 43

(1)    Kepala daerah membentuk Tim Penyusunan Perkada dan PB KDH.
(2)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a
Ketua
:
Pimpinan SKPD pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah
b
Sekretaris
:
-      Di Provinsi: Kepala Biro Hukum; atau
-      Di Kabupaten/Kota: Kepala Bagian Hukum

(3)    Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
(4)    Ketua Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaporkan perkembangan Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH kepada sekretaris daerah.


Pasal 44

(1)    Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota dan pimpinan SKPD terkait.
(2)    Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Pasal 45

(1)    Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Perkada dan Rancangan PB KDH yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
(2)    Perubahan dan/atau penyempurnaan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa.
(3)    Hasil penyempurnaan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada sekretaris daerah setelah dilakukan paraf koordinasi kepala biro hukum provinsi atau kepala bagian hukum kabupaten/kota dan pimpinan SKPD terkait.
(4)    Sekretaris daerah menyampaikan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada kepala daerah untuk ditandatangani.

0 komentar:

Posting Komentar