Kamis, 23 Mei 2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya.
Tetapi dengan adanya norma-norma maka penghargaan dan perlindungan terhadap diri dan kepentingan-kepentingannya juga kepentingan-kepentingan setiap warga masyarakat lainnya serta ketentraman dalam masyarakat terpelihara dan terjamin.



B.       RUANG LINGKUP MAKALAH
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah berkaitan dengan proses peradilan di Negara Indonesia.

C.       TUJUAN
Tujuan Pembuatan makalah ini adalah untuk membahas, memahami dan mengetahui proses peradilan di Negara Indonesia.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian hukum
Menurut pendapat para sarjana tentang hukum :
a.        Prof. Mr. E.M. Mayers
Dalam bukunya De Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht “Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya”
b.        Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu di indahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
c.        Immanuel Kant
 Hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
d.        S.M Amin., S.H
Dalam bukunya “bertamasya ke alam hukum”, hukum dirumuskan sebagai kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.
e.        J.C.T. Simorangkir.,S.H dan Woerjono Sastropranoto.,S.H
Dalam bukunya “pelajaran hukum Indonesia” , hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi mengakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
f.         M.H. Tirtaatmidjaja.,S.H
Dalam bukunya “Pokok-pokok hukum perniagaan” ditegaskan bahwa hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti menggantikan kerugian-jika melanggar aturan-aturan itu-akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

B.       Hukum pidana
 Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Dalam hukum pidana, yang bertindak dan yang mengurus perkara ke dan dimuka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan Negara seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam hukum Pidana. Sifat dari hukum adalah memaksa dan dapat dipaksakan, dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya, diturutnya peraturan-peraturan hukum atau untuk memaksa si perusak memperbaiki keadaan yang dirusakannya atau mengganti kerugian yang disebabkannya.

C.      Proses peradilan di Negara Indonesia
1.        Kepolisian
a.        Penyelidik dan Penyelidikan
i.              Penyelidik
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia (Pasal 4).
Dalam pasal 5 KUHP ditegaskan bahwa :
(1)    Penyelidik sebagimana dimaksud dalam pasal 4 diatas :
a.        Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1.        Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2.        Mencari keterangan dan barang bukti;
3.        Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Adapun yang dimaksud dengan “tindakan lain” adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a)       Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
b)       Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c)       Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d)       Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e)       Menghormati hak asasi manusia
b.        Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1.        Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
2.        Pemeriksaan dan penyitaan surat
3.        Mengambil sidik jari dan memotret seorang
4.        Membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik.
(2)    Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.

ii.              Penyelidikan
Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut di duga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (pasal 106).
Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada pasal 5 ayat (1) huruf  b. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut, penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik.
Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu baru disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut (pasal 103).
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya (pasal 104). Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, menurut pasal 105 KUHP, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyelidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a.

b.        Penyidik dan Penyidikan
i.          Penyidik
Dalam pasal 6 KUHP ditegaskan bahwa :
(1)    Penyidik adalah :
a.        Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b.        Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
(2)    Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Kedudukan dan kepangkatan penyidik diatur dalam peraturan pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya menurut pasal 7 KUHP mempunyai wewenang :
a.        Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b.        Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c.        Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka.
d.        Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e.        Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f.         Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
g.        Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h.        Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i.          Mengadakan penghentian penyelidikan.
j.          Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.
Adapun yang dimaksud dengan “penyelidik” dalam ayat ini adalah misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dalam melakukan tugasnya, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini.
Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dilakukan pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum (pasal 8).
Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam keadaan mendesak dan perlu, untuk tugas tertentu demi kepentingan penyelidikan, atas perintah tertulis Menteri Kehakiman, pejabar imigrasi dapat melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku (pasal 9).

ii.       Penyidikan
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (pasal 106).
Tata cara melakukan tindakan penyidikan diatur dalam pasal 107 KUHP sebagai berikut :
(1)    Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan.
(2)    Dalam suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindakan pidana sedang dalam penyidikan oleh penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3)    Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b, ia segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada pasal (6) ayat 1 huruf a.

Dalam penyelidikan atau pun penyidikan harus ada laporan atau pengaduan baik lisan maupun tulisan.
Ø  Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Ø  Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Ø  Setiap pegawai negeri sipil dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
Ø  Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan  (pasal 108).


TERSANGKA DAN TERDAKWA
Pasal 50
(1)    Tersangka berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
(2)    Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan kepengadilan oleh penuntut umum
(3)    Terdakwa berhak untuk segera diadili oleh pengadilan

Pasal 52
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyelidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.

Pasal 53
(1)    Dalam pemeriksaan pada tingkat penyelidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177
(2)    Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 178.


Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, amka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.
Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik (pasal 110).
Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan kemanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana tersebut dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ketempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
Pelanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai (pasal 111).
Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tengang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Pemanggilan tersebut harus dilakukan dengan surat panggilan yang sah, artinya surat panggilan yang ditandatangani oleh pejabat penyidik yang berwenang.
Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya (pasal 112).
Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya (pasal 113).
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sbelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dmaksud dalam pasal 56.. untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf penyidikan kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi penasihat hukum pada pemeriksaan di siding pengadilan (pasal 114).
Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan. Penasihat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan secara pasif.
Dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendnegar pemeriksaan terhaap tersangka (pasal 115).

SAKSI
Dalam hal pemeriksaan saksi, pasal 117 KUHAP menegaskan bahwa :
(1)    Keterangan tersangka dan/atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau dalam bentuk apapun.
(2)    Dalam hal tersangka memneri keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.

Pasal 118
(1)    Keterangan tersangka dan/atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang member keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya.
(2)    Dalam hal tersangka dan/atau saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Pasal 119
Dalam hal tersangka dan/atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan/atau saksi dapat dibebankan kepada penyidik ditempat kediaman atau tempat tinggal tinggal tersangka dan/atau saksi tersebut.

Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta (pasal 120).
Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara (pasal 121).
Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu. Atas penahanan tersangka oleh penyidik amka tersangka, keluarga atau penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatannya terhadap penahanan tersebut kepada penyidik, maupun kepada instansi yang bersangkutan, dengan disertai alasannya. Untuk itu penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.

Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut dapat mengabulkan permintaan dengan atau tanpa syarat (pasal 123). Dalam hal apakah sesuatu penahanan sah atau tidak sah menurut hukum, tersangka, keluarga atau paenasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada pengadilan negeri setempat untuk diadakan praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan atas diri tersangka tersebut sah atau tidak sah menurut undang-undang ini (pasal 124).

0 komentar:

Posting Komentar