BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat
diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku
manusia di dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya
peraturan-peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya.
Tetapi dengan adanya norma-norma maka penghargaan
dan perlindungan terhadap diri dan kepentingan-kepentingannya juga
kepentingan-kepentingan setiap warga masyarakat lainnya serta ketentraman dalam
masyarakat terpelihara dan terjamin.
B.
RUANG LINGKUP MAKALAH
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah
berkaitan dengan proses peradilan di Negara Indonesia.
C.
TUJUAN
Tujuan Pembuatan makalah ini adalah untuk membahas,
memahami dan mengetahui proses peradilan di Negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian hukum
Menurut pendapat para sarjana tentang hukum :
a.
Prof. Mr. E.M. Mayers
Dalam bukunya De
Algemene begrippen van het Burgerlijk Recht “Hukum adalah semua aturan yang
mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa Negara dalam
melakukan tugasnya”
b.
Leon Duguit
Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,
aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu di indahkan oleh suatu
masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar
menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
c.
Immanuel Kant
Hukum ialah
keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu
dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti
peraturan hukum tentang kemerdekaan.
d.
S.M Amin., S.H
Dalam bukunya “bertamasya ke alam hukum”, hukum dirumuskan
sebagai kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan
sanksi-sanksi.
e.
J.C.T. Simorangkir.,S.H
dan Woerjono Sastropranoto.,S.H
Dalam bukunya “pelajaran hukum Indonesia” , hukum ialah
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi mengakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
f.
M.H.
Tirtaatmidjaja.,S.H
Dalam bukunya “Pokok-pokok hukum perniagaan” ditegaskan bahwa
hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti menggantikan
kerugian-jika melanggar aturan-aturan itu-akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
B.
Hukum pidana
Hukum pidana adalah
hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan
suatu penderitaan atau siksaan.
Dalam hukum pidana, yang bertindak dan yang mengurus perkara
ke dan dimuka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan
alat-alat kekuasaan Negara seperti polisi, jaksa, dan hakim.
Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan
keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam hukum Pidana. Sifat dari hukum
adalah memaksa dan dapat dipaksakan, dan paksaan itu perlu untuk menjaga
tertibnya, diturutnya peraturan-peraturan hukum atau untuk memaksa si perusak
memperbaiki keadaan yang dirusakannya atau mengganti kerugian yang
disebabkannya.
C.
Proses peradilan di Negara Indonesia
1.
Kepolisian
a.
Penyelidik dan Penyelidikan
i.
Penyelidik
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara
Republik Indonesia (Pasal 4).
Dalam pasal 5 KUHP ditegaskan bahwa :
(1)
Penyelidik sebagimana
dimaksud dalam pasal 4 diatas :
a.
Karena kewajibannya
mempunyai wewenang :
1.
Menerima laporan atau
pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2.
Mencari keterangan dan
barang bukti;
3.
Menyuruh berhenti
seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4.
Mengadakan tindakan
lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Adapun yang dimaksud dengan “tindakan lain” adalah tindakan
dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a)
Tidak bertentangan
dengan suatu aturan hukum
b)
Selaras dengan
kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c)
Tindakan itu harus
patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d)
Atas pertimbangan yang
layak berdasarkan keadaan memaksa
e)
Menghormati hak asasi
manusia
b.
Atas perintah penyidik
dapat melakukan tindakan berupa :
1.
Penangkapan, larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan.
2.
Pemeriksaan dan
penyitaan surat
3.
Mengambil sidik jari
dan memotret seorang
4.
Membawa dan
menghadapkan seorang kepada penyidik.
(2)
Penyelidik membuat dan
menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.
ii.
Penyelidikan
Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan
tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut di duga merupakan tindak pidana
wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (pasal 106).
Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik,
penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan
sebagaimana tersebut pada pasal 5 ayat (1) huruf b. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut,
penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik
sedaerah hukum.
Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani
oleh pelapor atau pengadu. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan
harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan
penyelidik.
Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu
baru disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut (pasal
103).
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib
menunjukkan tanda pengenalnya (pasal 104). Dalam melaksanakan tugas
penyelidikan, menurut pasal 105 KUHP, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan
diberi petunjuk oleh penyelidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a.
b.
Penyidik dan Penyidikan
i.
Penyidik
Dalam pasal 6 KUHP ditegaskan bahwa :
(1)
Penyidik adalah :
a.
Pejabat polisi Negara
Republik Indonesia
b.
Pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
(2)
Syarat kepangkatan
pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah.
Kedudukan dan kepangkatan penyidik diatur dalam peraturan
pemerintah diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan
penuntut umum dan hakim peradilan umum.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a
karena kewajibannya menurut pasal 7 KUHP mempunyai wewenang :
a.
Menerima laporan atau
pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
b.
Melakukan tindakan
pertama pada saat di tempat kejadian.
c.
Menyuruh berhenti
seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka.
d.
Melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
e.
Melakukan pemeriksaan
dan penyitaan surat.
f.
Mengambil sidik jari
dan memotret seorang.
g.
Memanggil orang untuk
didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h.
Mendatangkan orang ahli
yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i.
Mengadakan penghentian
penyelidikan.
j.
Mengadakan tindakan
lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1)
huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi
dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.
Adapun yang dimaksud dengan “penyelidik” dalam ayat
ini adalah misalnya pejabat bea dan cukai, pejabat imigrasi dan pejabat
kehutanan, yang melakukan tugas penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang
diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dalam
melakukan tugasnya, penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 KUHAP dengan tidak mengurangi
ketentuan lain dalam undang-undang ini.
Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum. Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dilakukan pada tahap
pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara; dalam hal penyidikan sudah
dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang
bukti kepada penuntut umum (pasal 8).
Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada
umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing
di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam keadaan mendesak dan perlu, untuk tugas
tertentu demi kepentingan penyelidikan, atas perintah tertulis Menteri
Kehakiman, pejabar imigrasi dapat melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang yang berlaku (pasal 9).
ii.
Penyidikan
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau
pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak
pidana wajib melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (pasal 106).
Tata cara melakukan tindakan penyidikan diatur dalam
pasal 107 KUHP sebagai berikut :
(1)
Untuk kepentingan
penyidikan, penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk
kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan
penyidikan yang diperlukan.
(2)
Dalam suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindakan pidana sedang dalam penyidikan oleh
penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian ditemukan bukti
yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada pasal 6
ayat (1) huruf b melaporkan hal itu kepada penyidik tersebut pada pasal 6 ayat
(1) huruf a.
(3)
Dalam hal tindak pidana
telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada pasal 6 ayat (1) huruf b, ia
segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik
tersebut pada pasal (6) ayat 1 huruf a.
Dalam penyelidikan atau pun penyidikan harus ada laporan atau
pengaduan baik lisan maupun tulisan.
Ø Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau
menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan
laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun
tertulis.
Ø Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap
jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut
kepada penyelidik atau penyidik.
Ø Setiap pegawai negeri sipil dalam rangka melaksanakan
tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak
pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. Laporan
atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor
atau pengadu.
Ø Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus
dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan
penyidik. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik
harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan, penyelidik atau
penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada
yang bersangkutan (pasal 108).
TERSANGKA DAN TERDAKWA
Pasal 50
(1)
Tersangka berhak
mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum.
(2)
Tersangka berhak
perkaranya segera dimajukan kepengadilan oleh penuntut umum
(3)
Terdakwa berhak untuk
segera diadili oleh pengadilan
Pasal 52
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyelidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim.
Pasal 53
(1)
Dalam pemeriksaan pada
tingkat penyelidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk
setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 177
(2)
Dalam hal tersangka
atau terdakwa bisu dan tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 178.
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu
peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada
penuntut umum.
Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, amka penyidik memberitahukan hal
itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh
penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan
mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.
Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat
belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila
sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu
dari penuntut umum kepada penyidik (pasal 110).
Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan
setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan
kemanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa
barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Setelah menerima penyerahan
tersangka sebagaimana tersebut dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau penyidik
wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut
segera datang ketempat kejadian dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan
tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
Pelanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal ditempat
itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas selesai (pasal 111).
Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan
pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap
perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan
tengang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu
diharuskan memenuhi panggilan tersebut. Pemanggilan tersebut harus dilakukan
dengan surat panggilan yang sah, artinya surat panggilan yang ditandatangani
oleh pejabat penyidik yang berwenang.
Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia
tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas
untuk membawa kepadanya (pasal 112).
Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi
alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang
melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya (pasal 113).
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana
sbelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan
kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam
perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dmaksud dalam
pasal 56.. untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, maka sejak dalam taraf
penyidikan kepada tersangka sudah dijelaskan bahwa tersangka berhak didampingi
penasihat hukum pada pemeriksaan di siding pengadilan (pasal 114).
Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap
tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara
melihat serta mendengar pemeriksaan. Penasihat hukum mengikuti jalannya
pemeriksaan secara pasif.
Dalam hal kejahatan terhadap keamanan Negara penasihat hukum
dapat hadir dengan cara melihat tetapi tidak dapat mendnegar pemeriksaan
terhaap tersangka (pasal 115).
SAKSI
Dalam hal pemeriksaan saksi, pasal 117 KUHAP
menegaskan bahwa :
(1)
Keterangan tersangka
dan/atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan/atau
dalam bentuk apapun.
(2)
Dalam hal tersangka
memneri keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan
dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam
berita acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh
tersangka sendiri.
Pasal 118
(1)
Keterangan tersangka
dan/atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan
oleh yang member keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya.
(2)
Dalam hal tersangka
dan/atau saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu
dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Pasal 119
Dalam hal tersangka dan/atau saksi yang harus
didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di luar daerah hukum
penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan/atau
saksi dapat dibebankan kepada penyidik ditempat kediaman atau tempat tinggal
tinggal tersangka dan/atau saksi tersebut.
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat
orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Ahli tersebut mengangkat
sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan
menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena
harkat dan martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan
rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta (pasal 120).
Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera
membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat tindak pidana yang
dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak
pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi,
keterangan mereka, catatan mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu
yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara (pasal 121).
Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat
mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada
penyidik yang melakukan penahanan itu. Atas penahanan tersangka oleh penyidik
amka tersangka, keluarga atau penasihat hukumnya dapat menyatakan keberatannya
terhadap penahanan tersebut kepada penyidik, maupun kepada instansi yang
bersangkutan, dengan disertai alasannya. Untuk itu penyidik dapat mengabulkan
permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu atau tidaknya
tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.
Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud
dalam ayat tersebut dapat mengabulkan permintaan dengan atau tanpa syarat
(pasal 123). Dalam hal apakah sesuatu penahanan sah atau tidak sah menurut
hukum, tersangka, keluarga atau paenasihat hukum dapat mengajukan hal itu
kepada pengadilan negeri setempat untuk diadakan praperadilan guna memperoleh
putusan apakah penahanan atas diri tersangka tersebut sah atau tidak sah
menurut undang-undang ini (pasal 124).
0 komentar:
Posting Komentar