Kamis, 23 Mei 2013


Asas-Asas Penyusunan Rancangan Undang-Undang

Pasal 5 Undang-Undang 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ditentukan bahwa pembentukan suatu undang-undang didasarkan pada beberapa asas, meliputi:
a.      pengayoman;
b.      kemanusiaan;
c.      kebangsaan;
d.      kekeluargaan;
e.      kenusantaraan;
f.       bhineka tunggal ika;
g.      keadilan;
h.      kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.        ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.        keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas-asas tersebut di atas, Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 juga menentukan dimungkinkannya menggunakan asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. 

Dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum, digunakan asas-asas sebagai berikut: 
  1. keadilan;
  2. persamaan di hadapan hukum;
  3. keterbukaan;
  4. efisiensi dan efektivitas;
  5. pemberdayaan; dan
  6. akuntabilitas.


B.     Materi Muatan Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum
Adapun pokok-pokok materi muatan Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum adalah sebagai berikut:

1.            Bab I: Ketentuan Umum
Ketentuan Umum memuat definisi tentang:
a.      Bantuan Hukum
b.      Penerima Bantuan Hukum
c.      Pemberi bantuan hukum
d.      Advokat
e.      Paralegal;
f.       Komisi Nasional Bantuan Hukum;
g.      Standar Bantuan Hukum;
h.      Kode Etik Advokat.

2.            Bab II: Asas dan Tujuan
Pelaksanaan Bantuan Hukum dalam Rancangan Undang-Undang ini berdasarkan asas keadilan, persamaan di hadapan hukum, keterbukaan, efisiensi dan efektivitas, serta akuntabilitas. Sedangkan tujuan Rancangan Undang-Undang ini adalah:
  1. menjamin dan memenuhi hak bagi orang miskin untuk mendapatkan akses keadilan;
  2. mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan hukum;
  3. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan
  4. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. 


3.            Bab III: Ruang Lingkup
Bantuan hukum yang diberikan dalam Rancangan Undang-Undang ini meliputi permasalahan hukum yang dihadapi dalam perkara perdata, pidana, perburuhan dan tata usaha negara. Bantuan hukum diberikan kepada orang miskin, yaitu setiap orang yang tidak bisa memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri, juga kepada pihak-pihak sebagai berikut:
  1. orang atau kelompok orang yang termarjinalkan karena suatu kebijakan publik;
  2. orang atau kelompok orang yang hak-hak sipil dan politiknya terabaikan;
  3. komunitas masyarakat adat; dan
  4. orang yang dianggap patut dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Komnas Bankum.  


Dalam bab ini diatur juga Pemberi bantuan hukum yang meliputi advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. Advokat memberikan bantuan hukum dalam semua masalah hukum dan dapat melibatkan paralegal dan mahasiswa fakultas hukum. Sedangkan pemberian bantuan hukum oleh dosen hanya dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang ini.
Paralegal dan mahasiswa fakultas hukum memberikan bantuan hukum dalam bentuk konsultasi hukum dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

4.            Bab IV: Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum
Bab ini mengatur mengenai hak dan kewajiban penerima bantuan hukum.

5.            Bab V: Hak dan Kewajiban Pemberi bantuan hukum
Bab ini mengatur mengenai hak dan kewajiban pemberi bantuan hukum.

6.            Bab VI: Syarat dan Tata Cara Permohonan Bantuan Hukum
Pemberian bantuan hukum didahuli dengan permohonan kepada Komisi Nasional Bantuan Hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini. 


7.            Bab VII: Komisi Nasional Bantuan Hukum
Untuk menyelenggarakan bantuan hukum di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia dibentuk Komisi Nasional Bantuan Hukum, disingkat Komnas Bankum.

8.            Bab VIII: Pembiayaan
Segala pembiayaan yang berkenaan dengan penyelenggaraan bantuan hukum menurut Rancangan Undang-Undang ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta didukung oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, hibah, sumbangan dan sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat.

Dalam hal ini, penerima bantuan hukum tidak dibenarkan untuk dibebani segala biaya yang berkaitan dengan perkara oleh pemberi bantuan hukum. 

9.            Bab IX: Larangan
Bab ini mengatur mengenai sejumlah larangan, yaitu larangan bagi pemberi bantuan hukum untuk menerima atau meminta sesuatu apapun dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain, larangan bagi penerima bantuan hukum untuk menerima sesuatu apapun dari pihak lain, dan larangan bagi Komnas Bankum untuk menolak memberikan bantuan hukum tanpa alasan yang sah.

10.       Bab X: Ketentuan Pidana
Bab ini mengatur ancaman pidana berkenaan dengan pelanggaran terhadap ketentuan larangan yang diatur dalam RUU ini yaitu ancaman pidana terhadap pemberi bantuan hukum, penerima bantuan hukum, dan pejabat Komnas Bankum.

11.       Bab XI: Ketentuan Peralihan
Disini ditentukan bahwa segala ketentuan yang mengatur mengenai bantuan hukum tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Bantuan Hukum. Selain itu ditentukan bahwa pembentukan Komnas Bankum paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini.

12.       Bab XII: Ketentuan Penutup.
Bab ini mengatur mengenai mulai berlakunya undang-undang ini dan perintah pengundangan undang-undang ini dalam Lembaran Negara.


0 komentar:

Posting Komentar