Kamis, 23 Mei 2013


Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Lisensi Desain Industri dan Paten.

            Hak dan kewajiban pihak pemberi dan penerima lisensi yang dituangkan ke dalam perjanjian lisensi mereka harus kerjasama yang serasi antara pengalih dan penerima teknologi yang dilandasi oleh semangat saling mengutung bagi masing-masing pihak.
            Dirjend HAKI Depkeh dan HAM RI dalam Kompilasi Undang Undang Republik Indonesia di bidang Hak Kekayaan Inteletual mengatur dan menetapkan bahwa pihak penemu (sebagai pemegang, pemilik hak, prinsipal dan pemberi hak Desain Industri Paten) dan penerima hak Desain Industri Paten memiliki hak dan kewajiban masing dalam suatu perjanjian Lisensi (license Agreement) dalam rangka proses alih teknologi.
            Ketentuan Undang-Undang baik Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri maupun ketentuan Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten mengatur tentang hak dan kewajiban pemberi Hak Desain Industri yang dipatenkan oleh permohonan pendisainer (pemegang disain atau inventor)    
            Hak pemberi lisensi akan merupakan kewajiban bagi penerima lisensi terhadap Desain Industri Paten. Sebaliknya apa yang menjadi kewajiban  bagi pemberi lisensi akan juga merupakan hak bagi penerima lisensi tersebut. Oleh karenanya kita perlu melihat dari segi kewajiban dari masing-masing pihak yaitu pemberi dan penerima lisensi, yang sekaligus akan merupakan hak dari penerima dan pemberi lisensi di bidang Desain Industri Paten.
            Walaupun banyak hak dan kewajiban pemberi dan penerima lisensi yang timbul dari perjanjian yang mereka perbuat, namun ada beberapa hak dan kewajiban yang karena  sifatnya dianggap akan selalu ada pada perjanjian lisensi tersebut, walaupun ada kemungkinan pengaturan  yang lebih jelas mengenai beberapa hal tersebut tidak diberikan.
            Ada beberapa kewajiban dari  pihak penemu sebagai pemegang, pemilik hak, prinsipal dan pemberi hak Desain Industri  sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri antara lain :
  1. “Pihak penemu inventor berkewajiban terlebih dahulu mengajukan permohonan atau permintaan pendaftaran dan Daftar Umum Desain Industri apada kantor pendaftaran Desain Industri Dirjen HAKI Depkeh dan HAM RI untuk memenuhi persyaratan administrasi ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dengan melampirkan contoh fisik atau gambar atau foto dan uraian dari Desain Industri yang dimohonkan, surat pernyataan bahwa Desain Industri yang dimohonkan pendaftarannya adalah milik Pemohon atau milik Pendesain”. (Bab III, tentang Permohonan Pendaftaran Desain Industri, Pasal 11 butir 2, 4 UUDI).
  2. “Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Konvensi Paris atau anggota Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia. Permohonan ini wajib dilengkapi dengan dokumen prioritas yang disahkan oleh kantor yang menyelenggarakan pendaftaran Desain Industri disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung setelah berakhirnya jangka waktu pengajuan Permohonan dengan Hak Prioritas” (Pasal 16 : 1-2 UUDI).     
  3. Hak Desain Industri yang telah dimohon dan disahkan secara resmi oleh instasi terkait dinyatakan sah secara hukum sebagai penemu (pemegang, pemilik hak, prinsipal dan pemberi hak Desain Industri Paten) dapat mengalihkan kepada pihak lain (apakah dalam bentuk individu perseorang atau bentuk badan hukum) dengan cara : pewarisan, hibah, wasiataaa, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-perundangan. “Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri, wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Dirjen HAKI dengan membayar biaya sebagaimana diatur UU” (Pasal 31 : 1 dan 3 UUDI)     
  4. Pihak penemu/pemilik hak berkewajiban dan sekaligus mempunyai hak memberikan lisensi yang dituangkan kedalam perjanjian. “Lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan perbuatan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannnya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang dipatenkan dan sekaligus diberi Hak Desain Industri, kecuali diperjanjikan lain” (Pasal 33 UUDI).
  5. “Kewajiban penemu sekaligus pemilik hak sebagai Lisensor untuk mengusahakan dan menjamin hak-hak tersebut yang dilisensikan dapat dipergunakan oleh penerima lisensi. Pemberi lisensi menjamin bahwa hak-hak yang dilisensikan akan dapat dipergunakan oleh penerima lisensi. Termasuk di dalamnya adalah kewajiban pemberi lisensi untuk menyediakan “specification”, “drawing” dan informasi yang cukup dan diperlukan oleh penerima lisensi”. (Sumantoro, 1993 :68)
  6. “Pemilik dan pemberi Hak Desain Industri berkewajiban menjaga hak-hak yang dilisensikan dalam keadaan baik. Pemberi hak melalui perjanjian lisensi khusus di bidang know-how, misalnya  berkewajiban untuk menjaga agar informasi mengenai know-how yang dilisensikan adalah akurat dan terjaga kerahasiaanya” (Sumantoro, 1993 : 68)
  7. “Pada beberapa perjanjian lisensi, pemberi lisensi biasanya akan mencantumkan“No Warranty clause”. Dengan klausula ini, pemberi lisensi tidak memberikan suatu jaminan apapun kepada penerima lisensi, kecuali tentang apa-apa yang dengan secara jelas disebut pada perjanjian lisensi. Yang dengan jelas akan disebut, biasanya akan mencakup : i) bahwa pemberi lisensi berhak memberikan lisensi dan (ii) hak informasi yang diberikan itu memenuhi standar yang umum dipergunakan untuk bidang tersebut. Masalah “commercial value” biasanya berada di luiar cakupan perjanjian lisensi” (Sumantoro, 1993 : 69)

            Disamping  kewajiban-kewajiban  pemberi  lisensi, penerima lisensi juga sebaliknya memiliki kewajiban antara lain :
  1. “Penerima lisensi berkewajiban membayar sejumlah uang royalti. Membayar royalti merupakan kewajiban prioritas utama dari penerima lisensi. Yang sering dipermasalahkan adalah berapa besar dan bagaimana cara pembayaran royalti harus dilakukan. Ada beberapa cara pembayaran royalti yang sering dipergunakan dalam praktek perjanjian lisensi antara lain : (i) Lumpsum payment, (ii) Installment payment, (iii) fixed annual payment, (iv) running royalties : (a) percertage basis, (b) fixed sum per unit sold, (v) minimum royalti payment, (vi) maximum toyalti payment, (vii) payment paid up clause. Masing-masing cara menggunakan rumus perhitungan secara teknis. Masalah-masalah lain sehubungan dengan royalti adalah (a) mulai kapan royalti harus dibayarkan, (b) apakah pembayaran royalti tadi bebas dari pembayaran pajak, (c) apakah atas keterlambatan pembayaran royalti akan dikenakan bunga dan/atau sanksi ?
  2. Penerima lisensi pada dasarnya dibebani kewajiban untuk menggunakan hak-hak yang diperolehnya dari perjanjian lisensi. Kecuali dalam beberapa hal misalnya (i) apabila penerima lisensi setuju membayar suatu jumlah minimal royalti tertentutanpa melihat apakah ia akan mempergunakan haknya atau tidak, (ii) dalam hal non-eksklusive lisence agreement, kewajiban tersebut tidak diwajibkan kepada penerima lisensi.
  3. Penerima lisensi juga berkewajiban untuk (a) tidak melakukan sanggahan hak yang dilisensikan, (b) kewajiban untuk tidak melakukan kompetisi, (c) kewajiban menjaga kerahasiaan, (d) kewajiban menjaga kualitas dari produk , dan (e) kewajiban untuk memenuhi dan mematuhi persyaratan-persyaratan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku”. (Sumantoro, 1993 : 69-70)           

            Ada   beberapa   hak   penerima   lisensi  sebagaimana  yang  diatur  dalam UUDI maupun UUP antara lain :
1.   Si “Penerima lisensi atau sipenerima hak Desain Industri yangdipatenkan  dari penemu   (pemegang hak, pemilik hak, prinsipal hak Desain Industri) adalah  sebagai subjek Desain Industri  yang berhak menerima hak tersebut untuk membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri Paten . yang berhak memperoleh Desain Industri Paten adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain industri Paten” (Pasal 6 UUDI jo Pasal 10 UUP)
2. Penerima lisensi hak Desain Industri Paten berhak dan dapat memberikan lisensi   berikutnya kepada pihak ketiga lainnya dengan persetujuan penemu, pemegang hak, pemilik hak, prinsipal hak Desain Industri Paten. Pemberian Lisensi bisa bersifat tidak eksklusif. Artinya, bahwa si pemegang hak dapat juga memberi lisensi lagi kepada pihak ketiga dan seterusnya kepada pihak lainnya atau melaksanakan apa yang telah dialihkannya kepada pihak lain.    
            “Pasal 6 ayat  1  tersebut   diatas   diatur  soal  Permohonan  dengan  Hak prioritas atau “droit de priorite”. Praktek ini seringkali dipergunakan dan didasarkan atas Konvensi Internasional, Paris Convention dan WTO yang mengatur segala sesuatu berkenaan dengan Hak Prioritas ini. Jika seorang Pemohon dari luar negeri hendak mengajukan Pendaftaran dari Desain Industri Indonesia, maka apabila sudah mengajukannya di negara sendiri atau negara alain, anggota daripada Konvensi Paris atau WTO, maka Permohonannya di Indonesia dapat diajukan dengan Hak Prioritas yaitu terhitung sejak tanggal diajukan di negara lain itu untuik pertama kali”. (Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata : 2000, 87-88).  Lebih lanjut Sudargo mengatakan  “dengan demikian dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung dari tanggal pengajuannya diluar negeri, ia dapat mengajukan prioritas di Indonesia. Jika hal ini diterima, maka kantor yang mengurus Desain Industri di Indonesia akan mengakui seolah-olah Desain Industrinya ini sudah diajukan pendaftarannya pada saat telah diajukan permohonan pertama kali dalam negara peserta Konvensi Paris atau WTO di luar negeri. Untuk ini harus diserahkan Dokumen Prioritas tersebut disertai terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dan syaratnya  harus dalam 3 (tiga) bulan telah diajukan Pendaftaran di Indonesia harus dilengkapi Permohonan dengan Hak Prioritas ini oleh dokumen-dokumen Prioritas itu (ayat 2)”.
D.   Tanggung jawab Penerima Kekayaan Perindustrian di Bidang Desain Industri dan Paten Dalam Perjanjian Lisensi (Lisence Agreement).
            Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain dari penemu/pemilik hak dengan cara antara lain : (a) Pewarisan, (b) Hibah, (c) Wasiat, (d) Perjanjian Tertulis; atau (e) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh Peraturan Perundang-undangan. Pengalihan Hak Desain Industri harus  dengan dokumen tentang pengalihan hak dan segala bentuk Pengalihan Hak Desain Industri wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri pada Dirjen HAKI DepKum dan HAM RI serta diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri.
            Peralihan hak dengan cara pewarisan adalah setelah meninggal dunia si pewaris Hak Desain Industri  maka warisan ditindaklanjuti oleh para dan/atau ahli waris. Hibah adalah perbuatan yang langsung mengakibatkan mengalihkan suatu hak pada orang lain yang dihibahkan. Wasiat juga meruapakan suatu tindakan di mana secara tidak langsung si pembuat wasiat ini memberikan haknya kepada orang lain setelah ia meninggal dunia. Dengan cara perjanjian tertulis perjanjian yang dilakukan oleh pemberi Hak Desain Industri dengan penerima Hak Desain Industri atas dasar kesepakatan bersama negosiasi yang dituangkan ke dalam perjanjian tertulis yang selanjutnya disebut dengan perjanjian Lisensi dengan syarat dan ketentuan umum dan khusus serta sesuai dengan perangkat perundang-undangan yang berlaku.
            Perjanjian Lisensi dengan klausula materi isi perjanjiannya ditentukan dengan jelas hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab pemberi dan penerima Hak Desain Industri Paten. Hak Desain Industri biasa dialihkan kepada pihak orang lain dan bisa diselenggarakan oleh pihak lain berdasarkan lisensi yang diberikan. Yaitu hak yang melekat pada Desain Industri ini sebagai hak khusus untuk melaksanakannya yakni melarang orang lain yang tanpa hak persetujuannya.
            Pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan adalah pihak yang memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain. Inventor yang memberikan pekerjaan tersebut berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari hasil invensi tersebut (Pasal 12 : 1, 2, 3 UUP).
            Yang memberikan imbalan adalah pihak penerima hak Desain Industri Paten dari penemu (pemegang hak, pemilik hak, prinsipal hak Desain Industri Paten) dan merupakan salah satu tanggungjawabnya sebagai konsekuensi dari perjanjian lisensi yang mengandung hak dan kewajiban dari masing-masing pihak pemberi dan penerima Hak.
            Tanggung jawab penerima Hak Paten dalam perjanjian Lisensi (lisence Agreement) berupa pemberian imbalan dapat dibayarkan : (a) dalam jumlah tertentu dan sekaligus ; (b) persentase; (c) gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; (d) bentuk lain yang disepakati para pihak; yang besarnya ditetapkan olehn pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu diberikan oleh Pengadilan Niaga (Pasal 12 : 4, 5 UUP).
            Tanggung jawab yang paling urgensi penerima lisensi yang dituangkan ke dalam perjanjian lisensi dalam prosess alih teknologi adalah memberikan balas jasa langsung dan tidak langsung yang disebut dengan uang jasa lisensi dan royalti sebagai kompensasi pengorbanan waktu, tenaga, keahlian dan sumber daya langka lainnya. 
            Berbicara tentang tanggung jawab penerima hak Desain Industri Paten melalui perjanjian Lisensi yang menyangkut tentang pembayaran imbalan atas hasil karya industri dan teknologi sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu kewajiban penerima hak melalui perjanjian lisensi, syarat bahwa lisensi didasarkan atas teknologi yang telah dipatenkan. Kapan paten tersebut dipatenkan/didaftarkan dan  kapan umur tersebut dapat diakui.
            Perhitungan imbalan pembayaran royalti didasarkan atas apa. Teori apa pula yang digunakan. Apakah pendekatan dari kedua belah pihak yaitu pemberi dan pebnerima lisensi atas desain industri Paten cocok satu dengana lainnya. “ Hal yang sering menjadi masalah adalah kurangnya peluang untuk memilih teknologi yang akan ditransfer dengan cara perjanjian lisensi tersebut. Pada gilirannya sering terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta praktek pembatasan (restructive business practice).             
E. Perlindungan dan Penegakan  Hukum Perjanjian Lisensi (Lisence Agreement) Desain  Industri  Dan  Paten Kaitannya Alih Teknologi.
            Telah diuraikan diatas bahwa pemerintah  memberikan perlindungan dan penegakan hukum berkaitan dengan hak kekayaan perindustrian bidang Desain Indstri dan Paten. “Pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual hasil karya warga negara/bangsa Indonesia yang digunakan tanpa hak di luar negeri baik yang belum atau sudah terdaftar di instansi yang berwenang di Indonesia (Pasal 24 RUU Perind)
            Perlindungan dan penegakan hukum Kekayaan Perindustrian Desain Industri dan Paten  diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan perlindungan ini dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri. 
            Perlindungan dan penegakan hukum terhadap Kekayaan Perindustrian Desain Industri dan Paten secara Internasional menjadi persoalan yang pada saat ini merupakan perhatian dunia internasional menyangkut Desain Industri maupun Paten termasuk perlindungan dan penegakan hukumnya yang diberikan oleh masing-masing negara di dunia.
            “Perlindungan dan penegakan hukum yang demikian menjadi lebih penting lagi setelah adanya kebijakan-kebijakan berbagai-bagai negara tersebut (termasuk bagi negara-negara yang sedang berkembang) khususnya mengenai Kekayaan Perindustrian Desain Industri dan Paten kaitannnya dengan proses alih teknologi. Teknologi yang dimiliki oleh negara-negara maju cenderung menarik perhatian negara berkembang untuk dapat diambil alih. Sudah barang tentu pengambilalihan itu tidak dapat dilakukan begitu saja, tanpa memperhatikan aspek hukum yang berkenaan  dengan proses pengambilalihannya” (O.K.Saidin, 1997 : 225-226)
            Lanjut Saidin mengatakan “bahkan kecenderungan proteksionis oleh negara-negara maju sudah mulai terlihat jelas untuk bidang perlindungan hak kekayaan inteletual ini. Adanya kerangka WTO sebagai kelangsungan era GATT, sudah terlihat jelas bahwa alih teknologi tidak dapat dapat dilakukan begitu saja, tanpa memperhatikan aspek juridisnya.kata “alih teknologi berasal dari kata Transfeer of Technology (Bahasa Inggris). Terhadap arti kata ini belum ada kesepakatan. Ada yang mengartikan “pengalihan  teknologi”, “pemindahan teknologi”, “pelimpahan teknologi” dan “alih teknologi”. Terhadap arti kata “teknologi” itu sendiri, para sarjana masih memberikan pengertian yang berbeda-beda”.       
            “Perlindungan dan penegakan hukum yang wajar bagi industri dalam negeri terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada khususnya. industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar memiliki daya guna kerja serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya mampu bersaing dengan barang-barang impor di pasaran dalam negeri dan di pasaran internasional. Untuk itu dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah dalam batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri” (C. S. T. Kansil : 1997 : 412). Lebih lanjut Kansil mengatakan “ di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak dirugikan”.
            Pemerintah baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing memberikan insentif dan kemudahan serta perlindungan dan penegakan hukum terhadap kegiatan dan hasil karya penelitian dan pengembangan teknologi di bidang industri serta kegiatan peningkatan kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia. “Pemerintah dapat menolak pendaftaran hasil karya Hak Kekayaan Intelektual warga negara asing yang terdaftar di luar negeri apabila hasil karya tersebut terbukti merupakan hasil karya Hak Kekayaan Intelektual warga negara/bangsa Indonesia” (Pasal 22 : 1 RUU Perind)    
            Perlindungan dan penegakan hukum dari pemerintah dimaksud agar hasil karya warga negara/bangsa Indoensia tidak dapat ditiru, digunakan, dikomersialisasikan oleh pihak lain tanpa seizin penemu, pemilik hak tersebut yang dilindungi oleh hukum. Diantara perlindungan dan penegakan hukum tersebut dapat berupa bantuan hukum dan sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual. 
            Pengalihan hak Desain Industri tidak menghilangkan hak Pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya, baik dalam Sertifikat Desain Industri , Berita Resmi Desain Industri maupun dalam Daftar Umum Desain Industri. Pemegang Hak Desain Industri berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan membuat, memakai, menjual mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang diberikan Hak Desain Industri, kecuali jika diperjanjikan lain. (Pasal 33 UUDI)     
            Khusus tentang perlindungan Paten hasil invensi di bidang teknologi memiliki hak eksklusif yang diberikan oleh Negara (yang menurut hemat penulis merupakan hak yang dilindungi secara hukum) yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri hasil invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
            Paten hasil karya teknologi yang diperoleh penemunya dapat diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri dan teknologi. “Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas” (Pasal 2 UUP). “Hasil invensi tersebut dianggap baru jika pada tanggal penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diajukan sebelumnya”. (Pasal 3 UUP).          
            Teknonologi yang diungkap sebelumnya, adalah teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan melalui peragaan atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum (a) tanggal penerimaan; atau (b) tanggal prioritas. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasi pada atau setelaah tanggal penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi tanggal penerimaan tersebut lebih awal daripada tanggal penerimaan atau tanggal prioritas permohonan (Pasal 3 : 1, 2, 3 UUP)
            Perlindungan dan penegakan hukum kekayaan perindustrian Desain Industri dan Paten dari suatu invensi dapat mendorong akselerasi pembangunan dan etos kerja produktif. Secara mikro perlinduingan dan penegakan hukum haktersebut mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang tugas dan profesinya masing-masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia kreatif dan inovatif.

DAFTAR BACAAN
I. Buku :
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Cetakan Kedua, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sumantoro. 1993 Masalah Pengaturan Alih Teknologi, Edisi Pertama, Cetakan I,   Penerbit Alumni, Bandung.
Sumantoro. 1994. Hukum Ekonomi,  Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata. 2000. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Peraturan Baru Desain Industri, Cetakan ke I, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ahmad Fauzan. 2006. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Himpunan Undang-Undang Lengkap Di Bidang Hak (Atas) Kekayaan Intelektual : Perlindungan Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Merek, Paten, Hak Cipta, Cetakan II, Penerbit CV Yrama Widya, Bandung.

0 komentar:

Posting Komentar