TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
- bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan;
- bahwa pembangunan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;
- bahwa unsur-unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem;
- bahwa untuk menjaga agar pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berlangsung dengan cara sebaik-baiknya, maka diperlukan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri;
- bahwa peraturan perundang-undangan yang ada dan masih berlaku merupakan produk hukum warisan pemerintah kolonial yang bersifat parsial, sehingga perlu dicabut karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kepentingan nasional;
- bahwa peraturan perundang-undangan produk hukum nasional yang ada belum menampung dan mengatur secara menyeluruh mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
- bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam suatu undang-undang.
Mengingat
:
- Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
- Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
- Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);
- Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299).
Dengan
persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
BAB V
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Pasal 20
(1) Tumbuhan dan satwa
digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan dalam:
a. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
b. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
a. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
b. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang
untuk :
a. mengambil, menebang,
memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan
tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b.
mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup
atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar
Indonesia.
(2)
Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh,
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup;
b.
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan mati;
c.
mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia;
d.
memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain
satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian
tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia;
e.
mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur
dan atau sarang satwa yang dillindungi.
Pasal 22
(1) Pengecualian dari
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan untuk
keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan
dan satwa yang bersangkutan.
(2) Termasuk dalam
penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian atau
penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin
Pemerintah.
(3) Pengecualian dari
larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi dapat pula
dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan
kehidupan manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
(1) Apabila diperlukan,
dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Apabila terjadi
pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, tumbuhan dan
satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2) Jenis tumbuhan dan
satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk negara
dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak
di bidang konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak
memungkinkan untuk dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.
Pasal 25
(1) Pengawetan jenis
tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan dalam bentuk
pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk
itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
0 komentar:
Posting Komentar