BAB XI
PENGESAHAN DAN PERIZINAN PERUSAHAAN
Pasal 25
(1) Penanam modal yang
melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan Pasal 5
Undang-Undang ini.
(2) Pengesahan pendirian
badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk badan hukum atau tidak
berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengesahan pendirian
badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman
modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan,
kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
(5) Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.
Pasal 26
(1) Pelayanan terpadu
satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan
pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
(2) Pelayanan terpadu
satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang
penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari
lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di
tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan
dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
(3) Ketentuan mengenai
tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB XII
KOORDINASI DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL
Pasal 27
(1) Pemerintah
mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi
Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi
Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.
(2) Koordinasi
pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Badan Koordinasi
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala
dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(4) Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 28
(1) Dalam rangka
koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal, Badan
Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
- melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;
- mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;
- menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;
- mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan memberdayakan badan usaha;
- membuat peta penanaman modal Indonesia;
- mempromosikan penanaman modal;
- mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
- membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;
- mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan
- mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.
(2) Selain tugas
koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Badan Koordinasi
Penanaman Modal bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
Dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu, Badan Koordinasi Penanaman
Modal harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap sektor dan daerah
terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
BAB XIII
PENYELENGGARAAN URUSAN
PENANAMAN MODAL
Pasal 30
(1) Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan
penanaman modal.
(2) Pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali
urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah.
(3) Penyelenggaraan
urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib
pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
(4) Penyelenggaraan
penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan
Pemerintah.
(5) Penyelenggaraan
penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan
pemerintah provinsi.
(6) Penyelenggaraan
penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi
urusan pemerintah kabupaten/kota.
(7) Dalam urusan
pemerintahan di bidang penanaman modal, yang menjadi kewenangan Pemerintah
adalah:
- penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
- penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
- penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
- penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
- penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
- bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.
(8) Dalam urusan
pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah menyelenggarakannya sendiri,
melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi
pemerintah kabupaten/kota.
(9) Ketentuan mengenai
pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KAWASAN EKONOMI KHUSUS
Pasal 31
(1) Untuk mempercepat
pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi
pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu
daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.
(2) Pemerintah berwenang
menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan ekonomi khusus.
(3) Ketentuan mengenai
kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
undang-undang.
BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 32
(1) Dalam hal terjadi
sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para
pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan
mufakat.
(2) Dalam hal
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi
sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam
negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase
berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui
arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di
pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi
sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal
asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase
internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
BAB XVI
SANKSI
Pasal 33
(1) Penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk
perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang
menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama
orang lain.
(2) Dalam hal penanam
modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan
itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam
modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak
kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana
perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk penggelembungan biaya
lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara
berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah
mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Pemerintah mengakhiri
perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.
Pasal 34
(1) Badan usaha atau
usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi
administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
0 komentar:
Posting Komentar