ARSITEKTUR
SOFTWARE AGENT
Pada bagian ini akan
dijelaskan tentang arsitektur umum yang terdapat pada software agent.
Bagaimanapun juga, karena banyak sekali peneliti yang mengemukakan arsitektur
untuk masing-masing agent yang mereka kembangkan, kami tidak bisa
menjelaskan seluruh arsitektur yang ada di dunia. Tetapi kita coba dengan
mencoba menjelaskan arsitektur software agent secara fundamental dan
umum.
Software agent dalam konsepsi black-box bisa divisualisasikan
sebagai berikut. Pertama agent mendapatkan input atau perception
terhadap suatu masalah, kemudian bagian intelligent processing mengolah
input tersebut sehingga bisa menghasilkan output berupa action
Dalam konsepsi black-box,
arsitektur software agent bisa diterima oleh semua peneliti, karena
arsitektur tersebut bersifat sangat umum dan memungkinkan mencakup semua jenis software
agent.
Tahap berikutnya adalah,
berdasar pada konsep black-box ini kita harus memikirkan proses kerja
apa saja yang harus kita masukkan ke dalam intelligent processing.
Brenner [Brenner et al., 1998] mengemukakan satu model intelligent
processing untuk software agent yang berisi: interaction, information
fusion, information processing dan action
Software agent memiliki module interaksi (interaction module)
yang berguna untuk melakukan komunikasi (communication), koordinasi (coordination)
dan kooperasi (cooperation) dengan lingkungannya. Lingkungan (environment)
dari agent bisa berwujud agent lain, user atau pengguna, ataupun
berupa sumber-sumber informasi (information sources). Agent
menggunakan module interaksi untuk mendapatkan informasi dari lingkungan dan
juga untuk melakukan aksi. Oleh karena itu module interaksi disediakan dalam
level input (perception) dan output (action) (Gambar 6).
Informasi-informasi yang
didapat dari proses interaksi dikumpulkan dalam suatu tahapan klasifikasi (ontology)
yang tepat dalam knowledge-base. Misalnya informasi hasil interaksi
dengan agent lain, tentu mempunyai karakteristik dan format yang lain
dengan informasi yang didapat dari user (pengguna). Disinilah perlu
dikembangkan strategi dan ontologi yang tepat untuk menyusun informasi yang
masuk. Tahapan ini disebut dengan information fusion (Gambar 6).
Kemudian tahapan berikutnya
adalah tahapan pengolahan informasi (information
processing). Seperti dijelaskan sebelumnya, agent mempunyai tujuan (goal)
berhubungan dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Tujuan pengolahan informasi
disini adalah untuk membuat interpretasi terhadap informasi yang ada supaya
dengan itu agent bisa berorientasi ke tujuan (goal-oriented) yang
dibebankan kepadanya. Meskipun tentu saja untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai, harus melewati tahapan-tahapan proses seperti planning, scedulling,
dsb.
Tahapan berikutnya adalah
melakukan aksi (action) berdasarkan kepada tujuan (goal), planning,
dan scedulling yang ada pada agent. Seperti sudah dijelaskan
diatas, agent melakukan aksi dalam lingkungannya, sehingga bagaimanapun juga
dia harus tetap memanfaatkan module interaksi (interaction module) dalam
aksinya.
Beberapa konsep arsitektur
lain yang lebih mewakili karakteristik software agent diungkapkan oleh
beberapa peneliti. Misalnya seperti kita ketahui bersama bahwa Rao [Rao et al.,
1990] menyajikan konsep struktur BDI (Beliefs Desires Intention) agent,
yang memiliki elemen-elemen
2.
METODOLOGI
DAN TOOL UNTUK PENGEMBANGAN SOFTWARE AGENT
Pada bagian ini akan dibahas
tentang metode dan tool untuk pengembangan software agent.
Bagaimanapun juga dalam mengembangkan sistem yang kompleks, diperlukan metode
yang jelas dan disepakati oleh umum, dan juga karena harus dipertimbangkan
keterbatasan manusia baik fisik maupun mental, diperlukan tool sebagai
alat bantu untuk mempermudah pengembangan suatu sistem.
2.1.
Metodologi
Analisa dan Desain Berorientasi ke Agent
Metodologi analisa dan desin
berorientasi ke agent (Agent-Oriented Analysis dan Design (AOAD)),
adalah salah satu tema penelitian yang menonjol di masa generasi kedua
(1990-sekarang) penelitian software agent (lengkapnya lihat bagian 2
tentang sejarah dan latar belakang). Bagaimanapun juga seperti halnya paradigma
software engineering lain, software agent pun memerlukan
metodologi terutama untuk analisa dan desain sistem, yang berguna untuk
membantu developer dalam mengembangkan dan memanage software agent
plus life cycle-nya.
Pada hakekatnya, riset
tentang metodologi AOAD bisa kita bagi menjadi dua kelompok besar [Iglesias et
al., 1999] . Yang pertama adalah metodologi yang berdasar kepada Object-Oriented
Analysis and Design (OOAD), selanjutnya lihat bagian 7.1.1. Dan yang kedua
adalah metodologi yang berdasar kepada Knowledge Engineering (KE),
selanjutnya lihat bagian 7.1.2.
2.1.1.
Metodologi
Yang Berdasar Kepada OOAD
Ada beberapa alasan mengapa
digunakan OOAD sebagai dasar pengembangan metodologi AOAD.
Alasan yang pertama adalah
karena pada dasarnya ada kemiripan antara paradigma object orientasi (object-oriented
(OO) paradigm) dengan paradigma agent orientasi (agent-oriented paradigm)
[Burmeister, 1996] [Kinny et al., 1996]. Dalam OO agent bisa didesain
sebagai obyek aktif, dan obyek yang mempunyai mental state. Meskipun
tentu saja, perlu dipikirkan lagi mengenai masalah belief, desire,
intentions, dan commitments, yang menjadi karakteristik dari
agent.
Alasan yang kedua adalah
metodologi OOAD yang ada, misalnya Object Modelling Technique (OMT) [Rumbaugh
et al., 1991], Object-Oriented Software Engineering (OOSE) [Jacobson et
al., 1992], ataupun Unified Modelling Language (UML) [Booch et al.,
1999], sudah banyak digunakan, dan dikenal luas dalam industri software.
Sehingga metodologi AOAD yang berdasar pada OOAD, akan lebih cepat dipahami dan
diterima secara mudah oleh berbagai lapisan industri software.
Kemudian alasan yang ketiga
adalah, bahwa proses identifikasi obyek dalam object model creation process
bisa diterapkan dalam proses untuk identifikasi agent.
Dari sekian banyak metodologi
AOAD yang berdasar kepada OOAD ini, penulis mencoba mengambil metodologi yang
dikemukakan oleh Burmeister [Burmeister, 1996]. Burmeister pertama bergerak
dari salah satu metodologi OOAD yaitu OMT yag dikembangkan oleh Rumbaugh [Rumbaugh
et al., 1991]. Metodologi OMT menguraikan bahwa OOAD mempunyai 3 elemen dasar
yaitu: Object Model, Dynamic Model, dan Static Model. Apa
yang terdapat dalam masing-masing
Berdasar pada tiga model yang
sudah lazim dipakai dalam metodologi OMT tersebut diatas, Burmeister mencoba
menganalogikan kedalam metodologi AOAD yang dia buat. Tiga model AOAD yang dia
kemukakan adalah (Gambar 11):
1. Agent Model: Yang berisi internal structur misalnya belief, plan, goals,
dan juga behavior dari agent, dsb.
2. Organization Model: Yang berisi segala sesuatu yang berhubungan dengan
relasi antara suatu agent dengan agent lain, bisa berupa inheritance,
role, ataupun aggregation.
3. Cooperation Model: Yang berisi segala sesuatu yang berhubungan dengan
interaksi antar agent, termasuk didalamnya protocol yang dipakai, proses
interaksi dan kerjasama (interaction dan cooperation process),
ataupun masalah pesan dalam interaksi (message).
Beberapa metodogi lain yang
masih dalam area ini adalah yang dikemukakan oleh Kinny [Kinny et al., 1996]
dengan metodologi untuk BDI (Belief-Desire-Intention) agent, kemudian
Moulin [Moulin et al., 1996] dan Kendall [Kendall et al., 1996] juga
mengemukakan metodologi AOAD yang berdasar kepada OOAD.
2.1.2.
Metodologi
Yang Berdasar Kepada KE
Software agent sebagai suatu sistem yang memiliki intelegensi (lihat
bagian 3 tentang karakteristik software agent), dimana salah satu faktor
intelegensi adalah adanya knowledge base. Sehingga dalam sudut pandang
KE, agent dipandang sebagai sebuah Knowledge-Based System (KBS),
yang tentu saja metodologi analisa dan desainnya pun akan tepat kalau merefer
berdasar kepada analisa dan desain yang sudah dikembangkan oleh KE.
Beberapa peneliti
mengembangkan metodologi AOAD yang merupakan ekstensi dari metodologi yang ada
di KE. Seperti kita tahu Schreiber [Schreiber et al., 1994] mengembangkan
metodologi analisis dan desain untuk KBS, yang kemudian terkenal dengan nama CommonKADS.
Berdasar dari metodologi CommonKADS yang dikembangkan oleh Schreiber
tersebut, munculah metodologi yang merupakan ekstensi dari CommonKADS
khusus untuk menangani masalah software agent ataupun MAS.
Glaser [Glaser, 1996]
mengembangkan ekstensi CommonKADS untuk MAS dalam thesis PhD-nya,
kemudian terkenal dengan nama metodologi CoMoMAS. Dalam CoMoMAS
Glaser mendefinisikan agent dalam model seperti tersebut dibawah:
1. Agent Model
2.
Expertise
Model
3.
Task
Model
4.
Cooperation
Model
5.
System
Model
6.
Design
Model
Iglesias [Iglesias et al., 1998] melakukan pendekatan
yang hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh Glaser, yaitu mengembangkan
ekstensi dari CommonKADS untuk MAS, yang dia berinama MAS-CommonKADS.
Permodelan untuk software agent yang dia kembangkan memasukan hal dibawah:
1.
Agent
Model
2.
Task
Model
3.
Expertise
Model
4.
Coordination
Model
5.
Organisation
Model
6.
Communication
Model
7.
Design
Model
Metodologi MAS-CommonKADS
dari Iglesias ini sudah diaplikasikan dengan berhasil untuk mengembangkan
proyek PROTEGER (MAS for Network and System Management) dan juga untuk
pengembangan hybrid system dengan MAS (proyek ESPRIT-9119 MIX).
2.2.
Bahasa
Pemrograman
Pada bagian ini akan dibahas
tentang bahasa pemrograman yang banyak dipakai untuk tahap implementasi dari software
agent. Bagaimanapun juga setiap bahasa pemrograman memiliki karakteristik
sendiri sesuai dengan paradigma pemrograman yang dia anut. Sehingga pemakaian
bahasa permrograman yang kita pakai akan menentukan keberhasilan dalam
implementasi agent sesuai yang kita harapkan.
Beberapa peneliti memberikan
petunjuk tentang bagaimana karakteristik bahasa pemrorgaman yang sebaiknya kita
pakai [Knabe, 1995] [Brenner et al., 1998]. Petunjuk-petunjuk tersebut adalah:
1. Object-Orientedness: Karena agent adalah berhubungan dengan obyek,
bahkan beberapa peneliti menganggap agent adalah obyek yang aktif, maka
bagaimanapun juga agent harus diimplementasikan kedalam pemrorgaman yang
berorientasi obyek (object-oriented programming language).
2. Platform Independence: Seperti sudah dibahas pada bagian sebelumnya, bahwa
agent hidup dan berjalan diatas berbagai lingkungan. Sehingga idealnya bahasa
pemrograman yang dipakai untuk implementasi adalah yang terlepas dari platform,
atau dengan kata lain program tersebut harus bisa dijalankan di platform
apapun (platform independence).
3. Communication Capability: Pada saat berinteraksi dengan agent lain
dalam suatu lingkungan jaringan (network environment), tentu saja diperlukan
kemampuan untuk melakukan komunikasi secara fisik. Sangat lebih baik
seandaianya bahasa pemrograman mensupport pemrograman untuk network dan
komunikasinya.
4. Security: Faktor keamanan (security) juga hal yang harus diperhatikan
dalam memilih bahasa pemrorgaman untuk implementasi software agent.
Terutama untuk mobil agent, diperlukan bahasa pemrograman yang
mensupport level-level keamanan yang bisa membuat agent bergerak dengan
aman.
5. Code Manipulation: Beberapa aplikasi software agent memerlukan
manipulasi kode program secara runtime. Bahasa pemrograman untuk software
agent sebaiknya juga harus bisa memberikan support terhadap masalah ini.
Ditarik dari beberapa
petunjuk diatas, para peneliti merekomendasikan bahasa pemrograman berikut
untuk mengimplementasikan software agent [Brenner et al., 1998]:
1. Java
2. Telescript
3. Tcl/Tk,
Safe-Tcl, Agent-Tcl
3.
RISET
DAN APLIKASI SOFTWARE AGENT
Ada dua tujuan dari survey
tentang riset dan aplikasi software agent. Yang pertama adalah, untuk
mengeidentifikasi sampai sejauh mana teknologi agent sudah diaplikasikan
dengan memberikan pointer berupa contoh-contoh aplikasi sistem yang sudah ada.
Yang kedua adalah, untuk memberikan gambaran ke depan, masalah-masalah apa yang
sudah dan belum terpecahkan dan membuka peluang untuk mencoba mengaplikasikan
teknologi agent ke masalah baru yang timbul. Jennings [Jennings et al., 1998]
merangkumkan riset dan aplikasi software agent yang ada kedalam beberapa
bidang. Disini kami akan mengupas beberapa riset dan aplikasi software agent
dalam bidang industri, internet/bisnis, entertainment, medis, dan bidang
pendidikan.
3.1.
Riset
dan Aplikasi Software Agent di Dunia Industri
Dewasa ini teknologi agent
sudah diaplikasikan secara luas di dunia Industri. Bagaimanapun juga harus
diakui bahwa secara sejarah penelitian, selain dunia Internet dan bisnis,
teknologi agent banyak didesain untuk dimanfaatkan di bidang industri.
1. Manufacturing: Parunak [Parunak, 1987] mempelopori proyek
penelitian yang dia sebut YAMS (Yet Another Manufacturing System), dimana dia
berusaha mengaplikasikan protokol contract net untuk proses kontrol di manufacturing.
Untuk mengatasi masalah kompleks dalam proses manufacturing, YAMS
mengadopsi pendekatan MAS, dimana setiap pabrik dan komponen dari pabrik adalah
direpresentasikan sebagai agent. Aplikasi lain yang menggunakan
teknologi agent dalam area ini adalah: konfigurasi dan desain untuk
product manufacturing [Darrand et al., 1996], pendesainan secara kolaborativ [Cutosky
et al., 1994] [Brooks, 1986], pengontrolan dan penjadwalan operasi manufacturing
[Fordyce et al., 1994] [Oliveira et al., 1997] [Parunak et al., , 1997] [Sprumont
et al., 1997], dsb.
2. Process Control: Process control secara sistem merupakan
sistem yang harus bisa bekerja secara mandiri dan bersifat reactive. Hal
ini sesuai dengan karakteristik dari agent, sehingga bukan sesuatu yang
mengejutkan kalau banyak muncul pengembangan aplikasi process control
yang berbasis ke teknologi agent. Beberapa contoh penelitian dan
aplikasi yang berada dalam area ini adalah: proyek ARCHON yang diaplikasikan
untuk manajemen transportasi listrik [Corera et al., 1996] dan kontrol untuk
percepatan partikel [Perriolat et al., 1996], kemudian juga: pengontrolan iklim
[Clearwater et al., 1996], pengontrolan spacecraft [Ingrand et al.,
1992] [Schwuttke et al., 1993], dsb.
3. Telecommunications: Sistem telekomunikasi pada umumnya bergerak dalam
skala besar, dan komponen-komponen telekomunikasi yang terhubung, terdistribusi
dalam jaringan. Untuk itu diperlukan sistem monitoring dan manajemen
dalam kerangka real-time. Dengan semakin tingginya tingkat kompetisi
untuk menyediakan sistem komunikasi yang terbaik, diperlukan pendekatan
komputerisasi dan software paradigma yang sesuai. Disinilah teknologi agent
diperlukan. Beberapa riset dan aplikasi dalam area ini adalah: pengontrolan jaringan
[Schoonderwoerd et al., 1997] [Weihmayer et al., 1998], transmisi dan switching
[Nishibe et al., 1993], service management [Burmeister et al., 1997],
dan manajemen jaringan [Esfandani et al., 1996] [Garijo et al., 1992] [Rao et
al., 1990], dsb.
4. Air Traffic Control: Ljunberg [Ljunberg et al., 1992] mengemukakan sistem
pengontrolan lalu lintas udara berbasis agent yang terkenal dengan nama
OASIS. OASIS sudah diujicoba di bandar udara Sydney di Australia. OASIS
diimplemantasikan menggunakan sistem yang disebut DMARS [Georgeff, 1994].
5. Transportation System: Beberapa contoh aplikasi teknologi agent yang
ada dalam area ini adalah: aplikasi pencarian sistem transportasi dan pemesanan
tiket dengan menggunakan MAS [Burmeister et al., 1997], kemudian aplikasi lain
adalah seperti yang dikemukakan oleh Fischer [Fischer et al., 1996].
3.2.
Riset
dan Aplikasi Software Agent di Dunia Internet dan Bisnis
Seperti sudah disebutkan
diatas, boleh dikatakan teknologi agent paling banyak diaplikasikan
dalam dunia Internet dan bisnis ini. Bagaimanapun juga ini tak lepas dari maju
dan berkembang pesatnya teknologi jaringan komputer yang membuat perlunya
paradigma baru untuk menangani masalah kolaborasi, koordinasi dalam jarak yang
jauh, dan salah satu yang penting lagi adalah menangani kendala membengkaknya
informasi.
1.
Information
Management: Ada dua tema
besar dalam manajemen informasi dan peran teknologi agent untuk mengatasi
masalah information overload karena perkembangan teknologi jaringan dan
Internet.
·
Information
Filtering: Proyek MAXIMS [Maes, 1994]
[Decker et al., 1997], kemudian WARREN [Takahashi et al., 1997] adalah contoh
aplikasi di bidang information filtering.
·
Information
Gathering: Banyak sekali aplikasi
yang masuk area information gathering baik gratis maupun komersil.
Contohnya adalah proyek WEBMATE [Chen et al., 1998], pencarian homepage dengan softbot
[Etzioni, 1996], proyek LETIZIA [Lieberman, 1995], dsb.
2.
Electronic
Commerce: Tema riset kearah
desain dan implementasi untuk mengotomatisasi jual-beli, termasuk didalamnya
adalah implementasi strategi dan interaksi dalam jual-beli, tawar-menawar,
teknik pembayaran, dsb. [Chaves et al., 1996] merealisasikan sistem pasar
elektronik dalam sistem yang disebut dengan KASBAH. Dalam sistem ini
disimulasikan buyer agent dan seller agent yang melakukan
transaksi jual-beli, tawar-menawar, dan masing-masing agent mempunyai
strategi jual beli untuk mendapatkan yang termurah atau teruntung. Aplikasi
agent lainnya adalah BargainFinder [Krulwich, 1996], JANGO [Doorenbos et al.,
1997], MAGMA [Tsvetovatyy et al., 1997], dsb.
3.
Distributed
Project Management: Untuk
meningkatkan produktivitas dalam kerja yang memerlukan kolaborasi antar anggota
tim dalam kerangka teamwork, mau tidak mau harus dipikirkan kembali
model software yang mempunyai karakteristik bisa melakukan kolaborasi dan
koordinasi secara mandiri, untuk membantu tiap anggota dalam melakukan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu approach adalah dengan
mengimplemantasikan teknologi agent dalam software sistem yang dipakai untuk
berkolaborasi. Anumba [Anumba et al., 1997] memberikan kontribusi dalam
pengembangan decision support system untuk designer dalam mendesain
bangunan dalam kerangka teamwork. Riset dan aplikasi lain adalah RAPPID [Parsons
et al., 1999], PROCESSLINK [Petrie et al., 1999], dan juga OOEXPERT [Romi et
al, June 1999] [Romi et al., March 1999] [Romi et al., July 2000] [Romi, 2001]
yang memberikan solusi dan metodologi dalam pemecahan masalah object model
creation process dalam OOAD, dan implementasi dengan menggunakan pendekatan
Multi Agent System (MAS).
3.3.
Riset
dan Aplikasi Software Agent di Dunia Entertainment
Komunitas informatika dan
ilmu komputer sering tidak menjamah dengan serius industri-industri yang
bersifat lebih ke arah rekreasi dan kesenangan (Leisure Industri)
[Jennings et al., 1998]. Misalnya adalah masalah industri game, teater dan
sinema, dsb. Dengan adanya software agent, memungkinkan komunitas
informatika dan komputer untuk ikut andil merealisasikan pemikirannya.
1. Games:
Software agent berperan penting dalam pengembangan game modern, misalnya
dengan membawa paradigma agent kedalam karakter manusia atau sesuatu
dalam game tersebut sehingga lebih hidup. Beberapa riset yang sudah sampai pada
tahap implementasi adalah misalnya
aplikasi game yang dikembangkan oleh Grand dan Cliff [Grand et al.,
1998], kemudian juga [Wavish et al., 1996], dsb.
2. Interactive Theatre and Cinema: Beberapa riset dan aplikasi yang berhubungan dengan
hal ini adalah [Trappl et al., 1997], [Lester et al., 1997], dan [Foner, 1997].
3.4.
Riset
dan Aplikasi Software Agent di Dunia Medis
Dunia medis adalah bidang
yang akhir-akhir ini sangat gencar dilakukan komputerisasi terhadapnya. Tidak
ketinggalan, teknologi agent pun dicoba untuk diimplementasikan dalam
rangka mencoba mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan monitoring
pasien [Larsson et al., 1998], manajemen kesehatan dari pasien [Huang et al.,
1995], dsb.
3.5.
Riset
dan Aplikasi Software Agent di Dunia Pendidikan
Dengan perkembangan teknologi
jaringan komputer, dunia pendidikan pun salah satu yang merasakan manfaatnya.
Sistem pengajaran pun mengalami perkembangan kearah lebih modern dengan
memanfaatkan teknologi jaringan. Berhubungan dengan teknologi agent,
dewasa ini banyak sekali riset dan aplikasi untuk dunia pendidikan yang
menggunakan teknologi agent, misalnya [Chen et al., 1996], [Espinosa et
al., 1996], [Florea, 1999], dsb.
4.
USAHA
STANDARISASI SOFTWARE AGENT
Seperti sudah kita bahas
dalam bagian pendahuluan, bahwa kosa kata agent digunakan secara luas dalam
berbagai bidang, dan juga diaplikasikan menurut pengertian dan interpretasi
masing-masing peneliti. Bagaimanapun juga dalam era globalisasi baik dalam
lingkup riset atau penelitian, maupun ditinjau dari segi aplikasi teknologi
agent, diperlukan suatu persamaan visi dan interpretasi khususnya pada saat
sudah mencapai ke tahap implementasi.
Suatu contoh yang mudah,
ketika banyak sekali orang ataupun vendor mengembangkan aplikasi software
agent, bagaimanapun juga suatu saat akan ada masa dimana agent suatu
vendor harus melakukan komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dengan software
agent dari vendor lain. Masalah timbul karena bahasa untuk berkomunikasi
berlainan, misalnya satu vendor menggunakan KQML, sedangkan vendor lain
mengembangkan sendiri bahasa komunikasi untuk software agentnya.
Kasus-kasus seperti inilah yang membuat bagaimanapun juga sudah saatnya
dipikirkan usaha untuk melakukan standarisasi terhadap software agent,
baik secara fisik maupun secara teori.
Pada bagian ini kami akan
memperkenalkan beberapa organisasi yang melakukan usaha standarisasi, antara
lain organsiasi yang terbesar adalah Foundation for Intelligent Physical
Agent (FIPA), kemudian Object Management Group (OMG), US Defense
Advanced Research Projects Agency (DARPA), dan AgentLink.
4.1.
Foundation
for Intelligent Physical Agent (FIPA)
FIPA adalah organisasi
non-profit yang didirikan tahun 1996, dan didaftarkan di Geneva, Switzerland.
Tujuan utama FIPA adalah untuk mempromosikan dan memberikan dukungan terhadap
kemajuan aplikasi-aplikasi yang berbasis agent [Suguri, 1999]. Tujuan
ini direalisasikan dengan memproduksi spesifikasi yang diterima secara
internasional, terutama mengenai masalah interoperabilitas antar agent.
Anggota dari FIPA sampai saat ini adalah 50 institusi dari sekitar 14 negara,
baik berupa perusahaan, universitas, ataupun organisasi. Didalam FIPA setiap
anggota, terutama yang tergabung dalam Technical Committee (TC)
melakukan kolaborasi dan kesepakatan secara internasional untuk memproduksi
spesifikasi.
Sampai saat ini FIPA sudah
memproduksi tiga periode spesifikasi, yaitu FIPA97, FIPA98 dan FIPA2000. Secara
lengkap spesifikasi yang diproduksi oleh FIPA bisa didownload dari URL: www.fipa.org
4.2.
Object
Management Group (OMG)
OMG merekomendasikan
standardisasi untuk teknologi agent, terutama yang berhubungan dengan Object
Management Architecture (OMA) dari OMG. Pembahasan secara lengkap adalah
bisa dipelajari dari URL dibawah:
www.omg.org dan www.objs.com/agent
4.3.
US
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA)
DARPA mempunyai agenda riset
dan standardisasi mengenai teknologi agent. Didalamnya termasuk beberapa
masalah dibawah:
·
Control of
Agent-based System
·
Advanced
Logistics Project
·
DARPA Agent
Markup Language
4.4.
AgentLink
Adalah organisasi yang
didirikan di Eropa, sebagai organisasi yang mengkoordinir riset dan
pengembangan sistem komputerisasi yang berbasis agent. AgentLink
mempunyai tujuan utama memberikan dukungan terhadap peningkatan kualitas dari software
agent, dan kerjasama antar industri yang bergerak dalam software agent
maupun agent sistem khususnya di bagian wilayah Eropa.
Aktifitas utama AgentLink
saat ini adalah bergerak dalam empat area dibawah:
·
Industrial
action
·
Research
coordination
·
Teaching and
Training
·
Infrastructure
and management
Penjelasan secara lengkap dari
AgentLink bisa didapat dari URL: www.agentlink.org
5.
REFERENSI
[Anumba et al., 1997] C.J. Anumba and N.F.O. Evbuomwan, “Concurrent
Engineering in Design-Build Projects”, Construction Management and Economics,
Vol. 15, No. 3, May, pp 271-281, 1997.
[Booch et al., 1999] Grady Booch, James
Rumbaugh, and Ivar Jacobson, "The Unified Modeling Language User
Guide", Addison-Wesley, 1999.
[Bond et al., 1988] Alan H. Bond and Les Gasser (Eds.), “Readings in
Distributed Artificial Intelligence”, Morgan Kaufmann Publishers, 1988.
[Bradshaw, 1997] Jeffrey M. Bradshaw, “Software Agents”, MIT Press,
1997.
[Brenner et al., 1998] Walter Brenner, Rudiger Zarnekow, and Hartmut Wittig,
“Intelligent Software Agents: Foundation and Applications”, Springer-Verlag,
1998.
[Brooks, 1986] R.A.Brooks, “A Robust Layered Control System for a
Mobile Robot”, IEEE Journal of Robotics and Automation, Vol.2(1), pp. 14-23,
1986.
[Brooks, 1991] R.A. Brooks, “Intelligence Without Representation”, Artificial
Intelligence, Vol. 47, pp. 139-159, 1991
[Burmeister, 1996] Birgit Burmeister, “Models and Methodology for
Agent-Oriented Analysis and Design, Working Notes of the KI'96 Workshop on
Agent-Oriented Programming and Distributed Systems, 1996.
[Burmeister et al., 1997] B. Burmeister, A. Haddadi, and G. Matylis,
“Applications of Multi-Agent Systems in Traffic and Transportation”, IEEE Transactions
on Software Engineering, 144(1), pp.51-60, February 1997.
[Caglayan et al., 1997] A. Caglayan, Colin Harrison, Alper Caglayan, and
Colin G. Harrison, “Agent Sourcebook: A Complete Guide to Desktop, Internet,
and Intranet Agents”, John Wiley & Sons Inc., January 1997.
[Chaib-draa et al., 1992] B. Chaib-draa, B. Moulin, R. Mandiau, and P. Millot, “Trends in Distributed Artificial
Intelligence”, Artificial Intelligence Review, 6, 35-66, 1992.
[Chaves et al., 1996] A. Chavez and P. Maes, “Kasbah: An Agent Marketplace
for Buying and Selling Goods”, Proceedings of the First International
Conference on the Practical Application of Intelligent Agents and Multi-Agent
Technology (PAAM-96), pp. 75-90, London, UK, 1996.
[Chen et al., 1998] Liren Chen and Katia Sycara, “Webmate : A Personal Agent
for Browsing and Searching”, Proceedings of the Second International
Conference on Autonomous Agents (Agents 98), Minneapolis/St Paul, MN, May
1998.
[Chen et al., 1996] C. Chen and R. Rada, “Individualization Within a
Multi-Agent Computer-Assisted Learning to Read Environment”, Journal of
Artificial Intelligence in Education, 5(4), 557-590, 1996.
[Clearwater et al., 1996] S. H. Clearwater, R. Costanza, M. Dixon, and B.
Schroeder, “Saving Energy using Market-Based Control”, Market Based Control,
pp. 253-273, World Scientific: Singapore, 1996.
[Corera et al., 1996] J. M. Corera, I. Laresgoiti, and N. R. Jennings,
“Using Archon, Part 2: Electricity Transportation Management”, IEEE Expert,
11(6), pp.71-79, 1996.
[Cutosky et al., 1994] M.R. Cutosky, R.E. Fikes, R.S. Engelmore,
M.R.Genesereth, W.S. Mark, T.Gruber, J.M.Tenenbaum, and J.C. Weber, “PACT:An Experiment
in Integrating Concurrent Engineering Systems”, IEEE Transactions on
Computers, Vol. 26(1), pp. 28-37, 1993.
[Darrand et al., 1996] T.P. Darrand and W.P. Birmingham, “Anattribute-Space
Representation and Algorithm for Concurrent Engineering”, AIEDAM,
vol.10(1), pp. 21-35, 1996.
0 komentar:
Posting Komentar