KAJIAN TEORI
A. Penyebaran
Informasi melalui Fasilitas Teknologi
Informasi Elektronik didefinisikan sebagai satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya. Sistem Informasi secara umum mempunyai beberapa
peranan dalam institusi, diantaranya sebagai berikut:
a.
Minimize risk; Setiap
bisnis memiliki risiko, terutama berkaitan dengan factorfaktor keuangan. Pada
umumnya risiko berasal dari ketidakpastian dalam berbagai hal dan aspek-aspek
eksternal lain yang berada diluar control institusi.. Saat ini berbagai jenis
aplikasi telah tersedia untuk mengurangi risiko-risiko yang kerap dihadapi oleh
bisnis seperti forecasting, financial advisory, planning
expert dan lain-lain. Kehadiran teknologi informasi selain harus mampu
membantu institusi mengurangi risiko bisnis yang ada, perlu pula menjadi sarana
untuk membantu manajemen dalam mengelola risiko yang dihadapi.
b.
Reduce costs; Peranan
teknologi informasi sebagai katalisator dalam berbagai usaha pengurangan
biaya-biaya operasional institusi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
profitabilitas institusi. Sehubungan dengan hal tersebut biasanya ada empat
cara yang ditawarkan teknologi informasi untuk mengurangi biaya-biaya kegiatan
operasional yaitu:
- Eliminasi proses Implementasi berbagai komponen teknologi informasi akan mampu menghilangkan atau mengeliminasi proses-proses yang dirasa tidak perlu. Contoh call center untuk menggantikan fungsi layanan pelanggan dalam menghadapi keluhan pelanggan.
- Simplifikasi proses: Berbagai proses yang panjang dan berbelit-belit (birokratis) biasanya dapat disederhanakan dengan mengimplementasikan berbagai komponen teknologi informasi. Contoh order dapat dilakukan melalui situs institusi tanpa perlu datang ke bagian pelayanan order.
- Integrasi proses; Teknologi informasi juga mampu melakukan pengintegrasian beberapa proses menjadi satu sehingga terasa lebih cepat dan praktis (secara langsung akan meningkatkan kepuasan pelanggan juga).
- Otomatisasi proses; Mengubah proses manual menjadi otomatis merupakan tawaran klasik dari teknologi informasi.
c.
Added Value; Peranan
selanjutnya dari teknologi informasi adalah untuk menciptakan value bagi
pelanggan institusi. Tujuan akhir dari penciptaan value tidak sekedar untuk
memuaskan pelanggan, tetapi lebih jauh lagi untuk menciptakan loyalitas sehingga
pelanggan tersebut bersedia selalu menjadi konsumennya untuk jangka panjang.
d.
Create new realities; Perkembangan
teknologi informasi terakhir yang ditandai dengan pesatnya teknologi internet
telah mampu menciptakan suatu arena bersaing baru bagi institusi, yaitu di
dunia maya. Berbagai konsep e-business semacan e-commerce, e-procurement,
e-customer, e-loyalty, dan lain-lainnya pada
dasarnya merupakan cara pandang baru dalam menanggapi mekanisme bisnis di era
globalisasi informasi.
Bagi beberapa institusi, sebuah strategi TI tidak
selalu pada kasus yang formal. Walaupun dinamakan perencanaan Sistem Informasi
(IS) “Strategic”, arsitektur aplikasi, data, teknologi dan proses
manajemen IS, yang terdiri dari standar pengembangan dan pelaporan, semuanya
disajikan dengan rencana, proses dan kebutuhan dari bisnis yang ada saat ini.
Tidak ada acuan atau philosofi untuk kegunaan teknologi di institusi dan tidak
terkesan adanya aturan yang signifikan dalam menentukan strategi mana yang
lebih efektif, menguntungkan dan dapat dikerjakan dengan mudah.
Dalam lingkungan konvensional, hubungan antara
strategi kompetitif institusi dan manfaat penggunaan TI dikembangkan melalui
beberapa lapisan; dari perencanaan, analisa dan perancangan. Dapat dipahami
bila pada ligkungan sseperti ini TI memiliki pengaruh yang kecil terhadap
strategi kompetitif institusi. Sejalan dengan semakin luasnya pemanfaatan TI di
lingkungan bisnis, semakin terlihat tidak ada lagi pemisahan antara TI dan
Strategi kompetitif institusi, karena semua strategi kompetitif harus memiliki
TI sama halnya dengan memiliki marketing, produsen dan keuangan.
Strategi TI membantu manager untuk mendefinisikan
batasan pembuatan keputusan untuk tindakan berikutnya, tapi menghentikan dengan
singkat dalam menentukan tindakan untuk dirinya sendiri. Hal ini merupakan
perbedaan mendasar antara Strategi TI dan perencanaan IT. Strategi TI merupakan
kumpulan prioritas yang menguasai pembuatan keputusan bagi user dan proses data
profesional. Hal itu merupakan bentuk aturan framework untuk kegunaan TI dalam institusi,
dan menjelaskan bagaimana seorang eksekutif senior pada institusi akan
berhubungan pada infrastruktur IT. Perencanaan TI pada hal lain, memfokuskan
pada pelaksanaan dari Strategi IT.
Perencanaan Strategis Sistem Informasi diperlukan agar
sebuah organisasi dapat mengenali target terbaik untuk melakukan pembelian dan
penerapan sistem informasi manajemen dan menolong untuk memaksimalkan hasil
dari investasi pada bidang teknologi informasi. Sebuah sistem informasi yang
dibuat berdasarkan Perancangan Startegis Sistem Informasi yang baik, akan
membantu sebuah organisasi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan rencana
bisnisnya dan merealisasikan pencapian bisnisnya. Dalam dunia bisnis saat ini,
penerapan dari teknologi informasi untuk menentukan strategi institusi adalah
salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan performa bisnis. Strategi
TI diperlukan untuk
a.
Pengetahuan mengenai teknologi baru
b.
Dilibatkan dalam perencanaan taktis
dan strategis
c.
Dibahas dalam diskusi institusi
d.
Memahami kelebihan dan kekurangan
teknologi
Dengan semakin berkembangnya peranan teknologi
informasi dalam dunia bisnis, maka menuntut manajemen SI/TI untuk menghasilkan
Sistem Informasi yang layak dan mendukung kegiatan bisnis. Untuk itu, dituntut
sebuah perubahan dalam bidang manajemen SI/TI. Perubahan yang terjadi adalah
dengan diterapkannya Perancangan Strategis Sistem Informasi untuk memenuhi
tuntutan menghasilkan SI yang mendukung kegiatan bisnis suatu organisasi.
Seiring dengan perkembangan zaman dan dunia bisnis, peningkatan Perencanaan
Strategis Sistem Informasi menjadi tantangan serius bagi pihak manajemen SI/TI.
SI/TI sebagai Enabler, Organisasi/institusi
dituntut untuk mengaplikasikan teknologi bukan hanya untuk menjaga eksistensi
bisnisnya melainkan juga untuk menciptakan peluang dalam persaingan. Pemahaman
mengenai peran pengembangan teknologi dan sistem informasi diperlukan untuk
mengelola teknologi dan sistem informasi dalam organisasi itu sendiri. TI mendukung
institusi/organisasi di level Strategik, yaitu Relevan dengan target pencapaian
jangka panjang dan bisnis secara keseluruhan: Taktis Diperlukan untuk mencapai
rencana dan tujuan strategis dalam rangka melakukan perubahan menuju sukses. Operasional
Proses dan aksi yang harus dilakukan sehari-hari untuk menjaga kinerja
B. Penyebaran Informasi menurut UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Dalam
penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) menyebutkan bahwa, saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru
yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber
law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika
yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media,
dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi
informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual
world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah
tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringansistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet)
dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan
sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,khususnya dalam hal pembuktian
dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem
elektronik. Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam
arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik.
Perangkat
lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus,
termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut. Sistem elektronik juga
digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan
penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media
elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara
teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi
informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan
karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan
peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup
komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan
substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process,
output, storage, dan communication[1].
Pemerintah
dalam melindungi masyarakatnya untuk setiap kegiatan atau perbuatan hukum yang
menyangkut internet telah menetapkan sebuah peraturan perundang-undangan, yaitu
dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), dimana dalam undang-undang tersebut mengatur segala
bentuk kegiatan atau perbuatan hukum yang dilakukan melalui internet, baik itu mengenai
ketentuan hukum pidana maupun ketentuan hukum perdata. Pada dasarnya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) tidak dapat menjangkau semua aspek hukum dalam kegiatan atau perbuatan
hukum yang dilakukan dalam internet, tetapi dapat didukung oleh peraturan
perundang-undangan lainnya sehingga tidak akan terjadi kekosongan hukum dalam
setiap peristiwa hukum yang terjadi sebagai jalan keluar dalam penegakan
hukumnya. Selanjutnya di dalam penjelasan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disebutkan bahwa kegiatan
melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space),
meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan
hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati
dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan
hukum.
Kegiatan
dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun
alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara
nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen
elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas
kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan
kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi
agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan
untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan
keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum
bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
Teknologi
informasi berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi. Salah satu hasil teknologi informasi adalah internet, dimana setiap
orang dapat melakukan akses internet untuk mendapatkan informasi secara elektronik.
Informasi elektronik berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Internet saat ini telah menghubungkan jaringan komputer lebih dari tiga ratus
ribu jumlahnya (networks of networks) yang menjangkau sekitar lebih dari
seratus negara di dunia. Dalam setiap hitungan menit muncul jaringan tambahan
lagi, ratusan halaman informasi (web pages) yang baru tersajikan setiap
menitnya sehingga memperkaya khazanah yang telah ada. Seiring dengan
perkembangan komputer ini, internet juga telah menawarkan sejumlah layanan bagi
kehidupan manusia mulai dari kegiatan kesehatan (e-medicine), bisnis (e-bisnis),
pendidikan (e-education), pemerintahan (e-goverment), dan lain
sebagainya.[2]
Kemajuan
teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan
manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan. Internet
sebagai sarana informasi memiliki asas dan tujuan dalam pemanfaatannya sebagai
mana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) asasnya yaitu Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian
hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan ke kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi. Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang
mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di
luar pengadilan. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas kehati-hatian berarti landasan
bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi
mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Asas itikad baik
berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik
tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan
teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan
datang.
Sedangkan
tujuan pemanfaatan Internet sebagai sarana teknologi informasi
berdasarkan
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan
Transaksi Elektronik (ITE), yaitu: “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk”:
a.
mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.
mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c.
meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d.
membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di
bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung
jawab; dan
e.
memberikan rasa aman,
keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi
Informasi.
Ada
dua hal yang perlu diperhatikan tentang pembahasan aspek hukum Pembahasan di
internet harus dimulai dengan pembagian internet sebagai[3]:
(1) Aspek hukum internet sebagai media massa; (2) Aspek hukum internet sebagai
media komunikasi. Dengan memegang basic value, yaitu kebebasan
berpendapat dan kebebasan memperoleh informasi.
1. Aspek Hukum Internet
sebagai Media Massa
Perkembangan
teknologi yang saat mempengaruhi kehidupan masyarakat global adalah teknologi
informasi, yang salah satu hasilnya adalah internet. Internet pada mulanya
hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan pendidikan terus
berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia. Internet telah membentuk
masyarakat dengan kebudayaan baru. Masyarakat tidak lagi dihalangi oleh
batas-batas teritorial, masyarakat dapat dengan bebas beraktivitas dan
berkreasi melalui internet. Internet juga melahirkan keresahan-keresahan baru,
diantaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk cyber crime,
salah satu contohnya adalah pembobolan akses internet.
Internet
memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media lain, seperti
media cetak, penyiaran, film atau telekomunikasi. Internet mempunyai kemampuan
dalam mengkonvergensikan ke empat media di atas dalam sebuah media yang disebut
global network, oleh karena itu internet dapat berfungsi sebagai media
komunikasi dan sekaligus pula sebagai media massa.[4]
Hukum untuk sekian kalinya dijadikan alasan sebagai penghalang laju
perkembangan teknologi, karena hukum selalu terlambat dibandingkan perkembangan
teknologi yang dinamis. Sistem hukum dianggap tidak mampu mendorong arus
perubahan masyarakat global yang diyakini telah beralih memasuki abad
informasi. Hadirnya teknologi informasi bukan berarti merevolusi semua hukum
yang sedang berlaku saat ini, tetapi hukum yang berlaku saat ini harus mampu
mengeliminir bentuk kejahatan yang terjadi di internet. Kehadiran hukum baru memang
diperlukan, namun sifatnya sebaiknya hanya pelengkap dari perangkat hukum yang
ada sekarang. Internet sebagai media massa yang lahir dari hasil konvergensi
antara bidang media telekomunikasi, penyiaran dan bahkan media cetak. Oleh
karena itu, bila kita mengkaji internet sebagai media massa, tidak mungkin
melepaskan aspek hukum dari media pembentuk internet itu sendiri. Dalam aspek
hukum media di internet, kajian tentang hukum dapat menggunakan aturan hukum
yang berlaku saat ini, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), selain Undang- Undang Nomor 40 Tahun
1999 Tentang Pers, dengan tidak menutup kemungkinan ada pembentukan hukum baru.
Berkembangnya media massa di internet, yang lebih dikenal dengan media online
seperti www.detik.com, www.hukumonline.com dan lain sebagainya. Begitu juga
dengan konsep broadcasting online yang dikembangkan oleh PT. Surya Citra
Televisi (SCTV), dengan situs www.liputan6.com sebagai media online,
dapat digunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers[5]17,
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE). Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
disebutkan bahwa institusi pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi institusi media cetak, media elektronik,
dan kantor berita, serta kantor berita lainnya yang secara khususmenyelenggarakan,
menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
2. Aspek Hukum Internet
Sebagai Media komunikasi
Selain
berfungsi sebagai media massa, salah satu kekuatan internet adalah fungsinya
sebagai media komunikasi. Sebagai media komunikasi internet dapat digunakan
sebagai pengantar komunikasi surat berbentuk elektronik atau e-mail,
fasilitas telepon melalui internet atau yang lebih dikenal dengan VoIP (Voice
over Internet Protocol), chatting, atau hanya sebagai papan
elektronik untuk berbagai produk, reklame, atau pengumuman, yang semuanya dapat
dilakukan dengan pembuatan website dan berbagai fungsi lainnya. Perkembangan
internet sebagai media komunikasi mulai menimbulkan hal-hal yang negatif.
Internet yang semula menjadi media yang paling efektif dalam menyampaikan
kebebasan berekspresi, atau berkomuniksai untuk mendapatkan informasi kini dipenuhi
dengan berbagai informasi yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab, selain itu adanya perbuatan melawan hukum atas pembobolan akses internet
dalam penggunaannya yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung
jawab yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lain. Perkembangan hukum di
Indonesia terhadap masalah internet sebagai media komunikasi masih sangat
lemah, tetapi hal ini bukan berarti bahwa pelaku yang melanggar hukum tidak
dapat dijerat oleh hukum, karena saat ini pemerintah telah mengeluarkan
peraturan untuk mengatur perbuatan diatas yaitu dengan ditetapkannya Undang- Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
[1] Dikdik
M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Bandung, Refika Aditama, 2005, hlm 26-27
[2] Budi
Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, Yogyakarta, UII Press,
2003, hlm
62
[3] Edmon
Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta, Raja Grapindo Persada,
2004, hlm 198
[4] Ibid, hlm 197
[5] Ibid, hlm 198
0 komentar:
Posting Komentar