PENDIDIKAN KARAKTER
TERINTEGRASI DALAM MATA PELAJARAN
A.
PENDAHULUAN
Saat ini bangsa kita sedang
melakukan pembenahan di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Diawali
dari perubahan kurikulum yang dipandang oleh banyak kalangan pendidik sebagai
perubahan yang sangat draktis, dimana tidak lebih dari 5 tahun mengalami tiga
kali perubahan, dari KBK, Kurikulum 2004 sampai Kurikulum 2006 yang
operasionalnya dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Perlu dipahami bersama, bahwa majunya suatu negara sangat ditentukan oleh
majunya pendidikan di negara tersebut. Dengan demikian pembenahan pendidikan, ter-utama untuk memperbaiki proses
penyelenggaraan pendidikan agar tidak tertinggal jauh dari negara lain.
Perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh negara manapun
dalam rangka mengakomodasikan segala perubahan dan kemajuan di bidang IPTEK dan
tuntutan masyarakat yang semakin modern (Olivia, 1992 : 3).
Sebagai bangsa yang berbudaya dan memiliki falsafah/pandangan hidup yang
diyakini kebenarannya sampai saat ini, bangsa Indonesia mulai menyadari
pentingnya akhlak mulia diutamakan dalam proses pendidikan. Hal ini tercermin
dalam acuan operasional penyusunan KTSP dimana acuan pertama disebutkan ”peningkatan
iman dan taqwa serta akhlak mulia”, baru kemudian pada acuan kedua disebutkan
”peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik”. Jadi, bangsa kita telah
menyadari hanya mereka yang memiliki iman dan taqwa serta akhlak mulia yang
baik yang dapat dididik menjadi peserta didik yang mudah diarahkan dan
berhasil, sehingga akan terbentuk generasi penerus bangsa yang berkarak-ter dan
berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada tahun ke-4 setelah diberlakukannya
Kurikulum 2006 (KTSP) saat ini bangsa kita melakukan pembenahan lebih lanjut
mengenai bagaimana bentuk peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia di
bidang pendidikan, yaitu melalui pendidikan karakter yang terintegrasi dalam
pembelajaran.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nilai, Norma, Etika, Moral, dan
Karakter
Ada 4 (empat) istilah yang memiliki kemiripan arti, yaitu nilai, norma,
etika, dan moral. Nilai diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal penting/berguna
bagi kemanusiaan (KBI, 1990) atau sesuatu yang berharga bagi kehidupan manusia
(Vembriarto, 1982). Nilai bersifat abstrak, hanya dapat dipikirkan, dipahami,
dan dihayati. Sebagai contoh nilai kejujuran tidak dapat dikonkretkan dalam bentuk
perilaku yang baku. Jika ada peserta didik yang ketika ujian tidak mencontek,
maka “tidak mencontek” hanyalah salah satu contoh nilai kejujuran, bukan bentuk
baku kejujuran.
Ada empat sumber nilai dan empat jenis nilai, yaitu nilai yang bersumber dari:
a.
ratio:
jenis nilai benar-salah (nilai hukum);
b.
kehendak:
jenis nilai baik-buruk (nilai moral);
c.
perasaan:
jenis nilai indah-tidak indah (nilai
estetika);
d.
agama:
jenis nilai religius-tidak religius (nilai
agama);
Norma adalah ukuran, garis pengarah, atau aturan kaidah
bagi pertimbangan dan penilaian atau aturan mengenai cara bertingkah laku dalam
kehidupan manusia. Norma bersumber dari nilai dan berisi perintah atau
larangan.
Etika dan moral sering
diartikan sama, namun sebenarnya ada sedikit perbedaan antara keduanya. Etika
(ilmu) mempunyai arti lebih luas daripada moral (ajaran). Etika adalah ilmu
yang mempelajari tentang hal yang baik dan hal yang buruk (KBI, 1990). Moral
adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai tingkah laku atau
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBI,
1990). Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, bukan manusia
sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Dapat terjadi seorang guru bermoral
jujur, tetapi berperilaku kurang baik dalam mengajar.
Etika dan moral bersumber pada norma, dan norma bersumber pada nilai. Etika
bersifat ilmiah (struktur kehidupan), sedang moral bersifat aplikatif
(bagaimana manusia harus hidup).
Nilai-nilai yang dianut seseorang bersumber pada kepribadian orang yang
bersangkutan. Kejujuran adalah suatu nilai, larangan menipu atau larangan
berbohong adalah norma kejujuran, dan tidak menipu atau tidak berbohong adalah
moral kejujuran.
Istilah nilai sama dengan istilah karakter atau tabiat. Nilai terdiri atas sejumlah sikap dan sejumlah nilai menyusun
kepribadian seseorang. Nilai luhur artinya nilai yang sangat baik, nilai luhur
bangsa Indonesia adalah kumulasi nilai suku-suku bangsa Indonesia. Nilai luhur
suku bangsa Indonesia merupakan kumulasi dari nilai perorangan penduduk
Indonesia. Warga negara Indonesia memperoleh pendidikan nilai/karakter melalui
pendidikan, pemuka agama, pemuka adat, pemuka pemerintahan, dan sebagainya.
Pendidikan nilai/karakter di pendidikan dasar dan menengah diperoleh dari
semua mata pelajaran yang ada, proporsi
terbesar didapat dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
kewarganegaraan. Pendidikan sains juga menyumbang pendidikan nilai/karakter
melalui pendidikan sikap ilmiah dan kerja ilmiah yang merupakan bagian metode
ilmiah. Pendidikan nilai/karakter yang saat ini sedang digalakkan tidak berdiri
sendiri sebagai mata pelajaran, tetapi harus dipadukan dengan materi pendukung
kompetensi dasar yang sesuai.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan nilai/karakter bagi peserta didik, akhir-akhir ini mendapat
perhatian khusus dari Kementerian Pendidikan Nasional dan jajarannya, serta ahli-ahli kependi-dikan, dan
sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan nilai/karakter peserta didik perlu
ditingkatkan. Hal tersebut disebabkan tujuan pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 Pasal 3
disebutkan ”Pendidikan nasional (a)
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.” Tujuan pendidikan nasional
tersebut sangat luhur dalam pembentukan peserta didik untuk menjadi anak bangsa
yang memiliki nilai/karakter luhur.
Sehubungan dengan hal
tersebut, salah satu program utama Kementerian Pendi-dikan Nasional dalam
rangka meningkatkan mutu proses dan output
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah pengembangan pendidikan
karakter. Sebenarnya pendidikan karakter bukan hal yang baru dalam Sistem Pendidikan
Nasional Indonesia .
Pada saat ini, setidak-tidaknya sudah ada dua mata pelajaran yang diberikan
untuk membina akhlak dan budi pekerti peserta didik, yaitu Pendidikan Agama dan
PKn. Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata pelajaran tersebut
belum membuahkan hasil yang memuaskan karena beberapa hal, yaitu:
- kedua mata pelajaran tersebut cenderung baru membekali pengetahuan mengenai nilai-nilai melalui materi/substansi mata pelajaran;
- kegiatan pembelajaran pada kedua mata pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai mendorong terinternalisasinya nilai-nilai oleh masing-masing peserta didik, sehingga peserta didik belum menampilkan perilaku dengan karakter yang diharapkan; dan
- menggantungkan pembentukan watak peserta didik melalui kedua mata pelajaran saja tidak cukup. Pengembangan karakter peserta didik perlu melibatkan lebih banyak lagi mata pelajaran, bahkan semua mata pelajaran. Selain itu, kegiatan pembinaan peserta didik dan pengelolaan sekolah dari hari ke hari perlu dirancang sedemikian rupa secara terencana dengan baik dan dilaksanakan untuk mendukung pendidikan karakter yang benar-benar terprogramkan.
Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan
pendidikan akhlak dan budi pekerti yang telah terjadi di lapangan, maka perlu
dilakukan upaya inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
- Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktik-kannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
- Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
- Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah.
Pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu di
dalam semua mata pelajaran merupakan hal yang baru bagi sebagian besar sekolah,
baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Terlebih saat ini ujicoba baru
dilaksanakan di tingkat SMP pada beberapa Provinsi, diantaranya DIY, Makasar,
Pekan Baru, Jakarta, dan Surabaya. Oleh karena itu, dalam rangka membina
pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu di dalam seluruh mata pelajaran,
perlu disusun panduan pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi ke
dalam pembelajaran.
3. Pentingnya Pendidikan Karakter
Sebenarnya selama ini tanpa disadari semua guru SD
khususnya telah menanam-an nilai-nilai yang baik dalam pembentukan karakter
peserta didiknya. Namun hal itu hanya sebagai sisipan yang tidak termuat dalam
silabus maupun RPP. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran, agar gaung pena-naman karakter melalui pembelajaran dapat benar-benar
dirasakan peserta didik.
Pada era globalisasi
saat ini memang bangsa kita telah mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang secara kuantitas sudah memadai, namun dari segi kualitas masih sangat
perlu ditingkatkan agar dihasilkan SDM yang mampu berkompetisi dengan negara
berkembang, bahkan negara maju. Selain SDM yang demikian, masih ada satu hal
penting yang harus ditekankan, yaitu menghasilkan SDM yang beretika, bermoral, sopan santun, dan mampu berinteraksi
dengan masyarakat secara baik, dengan tetap memegang teguh kepribadian bangsa.
Dengan kata lain, bangsa kita menginginkan terbentuknya generasi
penerus bangsa yang berkarakter dan berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas
intelektualnya. Banyak contoh anak didik yang cerdas, tetapi kualitas akhlaknya
kurang baik, maka mereka tidak dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus
yang dapat membangun bangsa kita.
Berdasarkan penelitian di Harvard
University Amerika menunjukkan kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang
lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses
di dunia dapat berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan, karena otak yang hebat tanpa
disertai kepribadian yang baik, maka akan sulit diterima di masyarakat nasional
maupun internasional.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang beerkualiatas akhlaknya. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus
dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
4. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Mata
Pelajaran
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
apabila dilihat dari Standar Nasional Pendidikan yang menjadi acuan
pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di
sekolah, tujuan pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA sebenarnya dapat dicapai
dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus
diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada
tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan
kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional
mengembangkan grand design pendidikan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual
dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development),
Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development),
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and
Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter
perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan
informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam
keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya
sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik
berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek
kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap
hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama
dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung
pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini
disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya kesibukan dan aktivitas kerja orang
tua yang relatif tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh
pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik. Salah satu
alternatif untuk mengatasi permasa-lahan tersebut adalah melalui pendidikan
karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan
informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal
ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimal-kan agar
peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai
tujuan pendidikan dapat dicapai.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap
mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari
di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini
diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk
pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan
minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui
kegiatan ekstra kurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemam-puan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi
dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat
terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut meliputi nilai-nilai yang
perlu ditanamkan, muatan kurikulum,
pembelajaran, penilaian, pendidik
dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter seharusnya membawa
peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara
afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan
karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari alternatif-alternatif
solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah
diimplementasikan di sekolah.
Arti pendidikan karakter secara terintegrasi di
dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi
diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian
nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses
pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua
mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dila-kukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginter-nalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
5. Strategi Integrasi Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses
pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
a. Perencanaan
integrasi pendidikan karakter dalam
pembelajaran
Pada
tahap perencanaan dilakukan analisis SK/KD, pengembangan silabus, penyusunan
RPP, dan penyiapan bahan ajar. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi
nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang
bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak
dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada
pembelajaran SK/KD yang bersangkutan.
Pengembangan
silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikem-bangkan kemudian
menambah kolom karakter tepat di sebelah kanan komponen Kompetensi Dasar. Pada
kolom tersebut diisi nilai karakter yang hendak diintegrasikan dalam
pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai
yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan
nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran
(bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran,
indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan
ulang menyesuaikan karakter yang hendak dikembangkan.
Seperti
langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan
karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran dilakukan dengan cara merevisi
RPP yang telah ada agar selain memfasilitasi peserta didik mencapai pengeta-huan
dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter. Adapun cara
merevisi RPP dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1)
rumusan
tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi, yang dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: (1) tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik,
tetapi juga karakter, dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus
dirumuskan untuk karakter;
2)
pendekatan/metode
pembelajaran diubah (bila diperlukan) dan langkah-langkah pem-belajaran yang meliputi
pendahuluan, inti, dan penutup direvisi dan/atau ditambah. Prinsip-prinsip
pendekatan pembelajaran kontekstual dan PAKEM sangat efektif mengembangkan
karakter peserta didik;
3)
bagian penilaian direvisi, dengan cara mengubah
dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik
penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur
pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik
penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah
observasi, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai dinyatakan
secara kualitatif, misalnya:
Ø BT: Belum Terlihat (apabila
peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku/karakter yang
dinyatakan dalam indikator).
Ø MT: Mulai Terlihat (apabila
peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal
perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
Ø MB: Mulai Berkembang (apabila
peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang
dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
Ø
MK:
Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter
yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
4)
bahan
ajar disiapkan. Bahan/buku
ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang
sesungguhnya terjadi pada proses pembela-jaran. Guru dapat melakukan adaptasi
terhadap urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis
buku ajar.
b. Pelaksanaan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran
dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Perilaku guru
sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai
bagi peserta didik, artinya guru harus senantiasa dapat menjadi tauladan
perilaku berkarakter bagi peserta didiknya. Berikut ini menggambarkan penanaman
karakter melalui pelaksanaan pembelajaran.
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter
pada tahap pendahuluan antara lain: berdoa (kereligiusan), mengecek
kehadiran/absensi (kedisiplinan), menanya-kan kabar peserta didik (kepedulian,
empati), menyanyikan lagu Indonesia Raya (cinta tanah air), menanyakan PR (tanggung
jawab), dan menanyakan piket membersihkan papan tulis (cinta kebersihan
lingkungan).
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter
pada tahap kegiatan inti antara lain: diskusi (bekerja sama), mengerjakan soal ke
depan (percaya diri), mende-ngarkan pendapat teman (menghargai pendapat),
bergantian menggunakan media (tenggang rasa), bertanya (keingintahuan, kritis),
mengerjakan tugas guru (kemandirian), dan melaporkan hasil diskusi (kejujuran,
tanggung jawab).
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter
pada tahap penutup antara lain: ikut menyimpulkan materi (tanggung jawab,
kedisiplinan), mencatat tugas di perte-muan berikutnya (tanggung jawab,
kedisiplinan, kemandirian), kesepakatan pengumpulan tugas (demokratis), berdoa (kereligiusan),
keluar kelas dengan tertib (kedisiplinan), men-dahulukan guru keluar kelas (kesantunan),
dan membawa sampah keluar kelas (peduli lingkungan).
6. Nilai-nilai Karakter Pokok dan Utama
a.
Kereligiusan
Pikiran, perkataan,
dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai
Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Kejujuran
Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan
pihak lain.
c. Kecerdasan
Kemampuan
seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, cepat, dan tepat.
d. Ketangguhan
Sikap dan
perilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus asa ketika menghadapi berbagai
kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi
kesulitan dalam meraih tujuan.
e. Kedemokratisan
Cara
berfikir, bersikap dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
f. Kepedulian
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyim-pangan dan
kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya.
g. Kemandirian
Sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
h. Berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir
dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
i.
Keberanian
mengambil risiko
Kesiapan menerima
risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan yang dilakukan.
j.
Berorientasi
pada tindakan
Kemampuan untuk
mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.
k. Kepemimpinan
Kemampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk mencapai
tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan yang berbudaya.
l.
Kerja keras
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan)
dengan sebaik-baiknya.
m. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku
seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan YME.
n. Gaya hidup sehat
Segala upaya untuk
menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan
menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
o. Kedisiplinan
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
p. Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
q. Keingintahuan
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
r.
Cinta ilmu
Cara
berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap
pengetahuan.
s. Kesadaran akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa
yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
t.
Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan
dengan masyarakat dan kepentingan umum.
u. Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui
dan menghormati keberhasilan orang lain.
v. Kesantunan
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata
perilakunya ke semua orang.
w. Nasionalis
Cara
berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
x. Menghargai keberagaman
Sikap
memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik,
sifat, adat, budaya, suku, dan agama.
Di antara butir-butir nilai tersebut, enam butir
dipilih sebagai nilai-nilai karakter pokok sebagai pangkal tolak pengembangan,
yaitu karakter nomor 1 – 6. Keenam butir nilai
tersebut ditanamkan melalui semua mata pelajaran dengan intensitas penanaman
lebih dibandingkan penanaman nilai-nilai lainnya.
7.
Pemetaan Karakter yang Diintegrasikan
dalam Mata Pelajaran
Apabila semua nilai/karakter harus ditanamkan dengan
intensitas yang sama pada setiap mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat
berat. Oleh karena itu tidak setiap mata pelajaran diberi integrasi semua butir
nilai tetapi hanya beberapa nilai utama. Dengan demikian setiap mata pelajaran
memfokuskan pada penanaman nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat dengan
karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Tabel berikut menyajikan contoh
distribusi karakter utama ke dalam semua mata pelajaran, sedangkan karakter
pokok wajib ada di setiap mata pelajaran.
Tabel 1. Contoh Distribusi Karakter Utama ke dalam Beberapa Mapel
Mapel
|
Nilai Utama
|
Pendidikan Agama
|
kesantunan, kedisiplinan, tanggung jawab, cinta ilmu, keingintahuan,
percaya diri, menghargai keberagaman, kepatuhan terhadap aturan sosial, gaya
hidup sehat, kesadaran akan hak dan kewajiban, kerja keras
|
PKn
|
nasionalis, kepatuhan
terhadap aturan sosial, menghargai keberagaman, kesa-daran akan hak dan
kewajiban diri dan orang lain
|
Bahasa Indonesia
|
berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif,
percaya diri, tanggung jawab, keingintahuan, kesantunan, nasionalis
|
Matematika
|
berpikir logis, kritis, kerja keras, keingintahuan, kemandirian,
percaya diri
|
IPS
|
nasionalis, menghargai
keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, kepedulian, berjiwa wirausaha, kerja keras
|
IPA
|
keingintahuan,
berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, gaya hidup sehat, percaya
diri, menghargai keberagaman, kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab,
cinta ilmu
|
Bahasa Inggris
|
menghargai keberagaman, kesantunan, percaya
diri, kemandirian, kerja sama, kepatuhan terhadap aturan sosial
|
Seni Budaya
|
menghargai keberagaman, nasionalis, & menghargai karya
orang lain, keingintahuan, kedisiplinan
|
Penjaskes
|
gaya hidup
sehat, kerja keras, kedisiplinan, percaya diri, kemandirian, menghargai karya
dan prestasi orang lain
|
TIK/Keteram-pilan
|
berpikir logis, kritis, kreatif, & inovatif,
kemandirian, tanggung jawab, dan menghargai karya orang lain
|
Muatan Lokal
|
menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain,
nasionalis
|
C. PENUTUP
Pada tahun ke-4 setelah diberlakukannya Kurikulum 2006 (KTSP) bangsa kita
melakukan pembenahan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk peningkatan iman
dan taqwa serta akhlak mulia melalui pendidikan karakter yang terintegrasi
dalam semua mata pelajaran. Diharapkan dengan penanaman nilai karakter dalam
pembelajaran secra berulang-ulang, maka nilai-nilai tersebut dapat
terinternalisasi dalam diri peserta didik. Dengan demikian materi yang
diajarkan tidak hanya sebagai school
knowledge (pengetahuan sekolah), tetapi juga menjadi inner knowledge (pengetahuan dalam diri) yang akhirnya ditunjukkan
dalam bentuk perilaku (action knowledge),
sehingga terjadi keselarasan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam
proses pembelajaran. Sejumlah sikap dapat menjadi nilai kehidupan peserta didik
yang secara bersama-sama akan membentuk kepribadian peserta didik. Guru harus
mengajarkan materi ajar pada peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta
didik memiliki kemampuan transfer of
knowledge dan transfer of value. Semoga
maksud baik bangsa kita akan berbuah terbentuknya generasi penerus bangsa yang
berkepribadian mulia dan sekaligus cerdas intelektualnya di masa menda-tang.
Kita harus optimis dapat menjadi bangsa yang besar yang mampu mengejar kemajuan
negara lain, bukan mengejar ketertinggalan (Amiiin).
DAFTAR PUSTAKA
Borba,
Michele. (2008). Membangun kecerdasan moral: Tujuh kebajikan utama agar anak
bermoral tinggi. Terj. oleh Lina Yusuf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan
karakter: Strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta: Grasindo. Cet.
I.
Depdikbud. (1990). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. (2001). Applied
Approach-Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku 2.01: Etika dan Moral dalam
Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
________ (2003). Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra
Umbara.
________ (2005). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas.
Kemendiknas. (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama. Jakarta: Kemendiknas
Kevin
Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building character in schools: Practical
ways to bring moral instruction to life. San Francisco : Jossey Bass.
Olivia, Peter,
F.. (1992). Developing the Curriculum.
New York :
Harper Collins Publishers.
Paul
Suparno, dkk. 2002. Pendidikan Budi
Pekerti di Sekolah, Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suseno, Franz Magnis. (1989). Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Vembriarto, dkk. (1982). Kamus Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
0 komentar:
Posting Komentar