Kamis, 23 Mei 2013


PENDIDIKAN KARAKTER
TERINTEGRASI DALAM MATA PELAJARAN

A.    PENDAHULUAN
            Saat ini bangsa kita sedang melakukan pembenahan di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Diawali dari perubahan kurikulum yang dipandang oleh banyak kalangan pendidik sebagai perubahan yang sangat draktis, dimana tidak lebih dari 5 tahun mengalami tiga kali perubahan, dari KBK, Kurikulum 2004 sampai Kurikulum 2006 yang operasionalnya dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
            Perlu dipahami bersama, bahwa majunya suatu negara sangat ditentukan oleh majunya pendidikan di negara tersebut. Dengan  demikian  pembenahan  pendidikan, ter-utama untuk memperbaiki proses penyelenggaraan pendidikan agar tidak tertinggal jauh dari negara lain. Perubahan kurikulum merupakan sesuatu yang wajar dilakukan oleh negara manapun dalam rangka mengakomodasikan segala perubahan dan kemajuan di bidang IPTEK dan tuntutan masyarakat yang semakin modern (Olivia, 1992 : 3).
Sebagai bangsa yang berbudaya dan memiliki falsafah/pandangan hidup yang diyakini kebenarannya sampai saat ini, bangsa Indonesia mulai menyadari pentingnya akhlak mulia diutamakan dalam proses pendidikan. Hal ini tercermin dalam acuan operasional penyusunan KTSP dimana acuan pertama disebutkan ”peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia”, baru kemudian pada acuan kedua disebutkan ”peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik”. Jadi, bangsa kita telah menyadari hanya mereka yang memiliki iman dan taqwa serta akhlak mulia yang baik yang dapat dididik menjadi peserta didik yang mudah diarahkan dan berhasil, sehingga akan terbentuk generasi penerus bangsa yang berkarak-ter dan berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada tahun ke-4 setelah diberlakukannya Kurikulum 2006 (KTSP) saat ini bangsa kita melakukan pembenahan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia di bidang pendidikan, yaitu melalui pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran.
 
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Nilai, Norma, Etika, Moral, dan Karakter
Ada 4 (empat) istilah yang memiliki kemiripan arti, yaitu nilai, norma, etika, dan moral. Nilai diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal penting/berguna bagi kemanusiaan (KBI, 1990) atau sesuatu yang berharga bagi kehidupan manusia (Vembriarto, 1982). Nilai bersifat abstrak, hanya dapat dipikirkan, dipahami, dan dihayati. Sebagai contoh nilai kejujuran tidak dapat dikonkretkan dalam bentuk perilaku yang baku. Jika ada peserta didik yang ketika ujian tidak mencontek, maka “tidak mencontek” hanyalah salah satu contoh nilai kejujuran, bukan bentuk baku kejujuran.
Ada empat sumber nilai dan empat jenis nilai, yaitu nilai yang bersumber dari:
a.      ratio: jenis nilai benar-salah (nilai hukum);
b.      kehendak: jenis nilai baik-buruk (nilai moral);
c.       perasaan: jenis nilai indah-tidak indah (nilai estetika);
d.     agama: jenis nilai religius-tidak religius (nilai agama);

Norma adalah ukuran, garis pengarah, atau aturan kaidah bagi pertimbangan dan penilaian atau aturan mengenai cara bertingkah laku dalam kehidupan manusia. Norma bersumber dari nilai dan berisi perintah atau larangan. 
Etika dan moral sering diartikan sama, namun sebenarnya ada sedikit perbedaan antara keduanya. Etika (ilmu) mempunyai arti lebih luas daripada moral (ajaran). Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang hal yang baik dan hal yang buruk (KBI, 1990). Moral adalah ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai tingkah laku atau perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti, susila (KBI, 1990). Moral mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Dapat terjadi seorang guru bermoral jujur, tetapi berperilaku kurang baik dalam mengajar.
Etika dan moral bersumber pada norma, dan norma bersumber pada nilai. Etika bersifat ilmiah (struktur kehidupan), sedang moral bersifat aplikatif (bagaimana manusia harus hidup).  Nilai-nilai yang dianut seseorang bersumber pada kepribadian orang yang bersangkutan. Kejujuran adalah suatu nilai, larangan menipu atau larangan berbohong adalah norma kejujuran, dan tidak menipu atau tidak berbohong adalah moral kejujuran.
Istilah nilai sama dengan istilah karakter atau tabiat. Nilai terdiri atas sejumlah sikap dan sejumlah nilai menyusun kepribadian seseorang. Nilai luhur artinya nilai yang sangat baik, nilai luhur bangsa Indonesia adalah kumulasi nilai suku-suku bangsa Indonesia. Nilai luhur suku bangsa Indonesia merupakan kumulasi dari nilai perorangan penduduk Indonesia. Warga negara Indonesia memperoleh pendidikan nilai/karakter melalui pendidikan, pemuka agama, pemuka adat, pemuka pemerintahan, dan sebagainya.
Pendidikan nilai/karakter di pendidikan dasar dan menengah diperoleh dari semua mata pelajaran yang ada,  proporsi terbesar didapat dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kewarganegaraan. Pendidikan sains juga menyumbang pendidikan nilai/karakter melalui pendidikan sikap ilmiah dan kerja ilmiah yang merupakan bagian metode ilmiah. Pendidikan nilai/karakter yang saat ini sedang digalakkan tidak berdiri sendiri sebagai mata pelajaran, tetapi harus dipadukan dengan materi pendukung kompetensi dasar yang sesuai.

2. Pendidikan Karakter
Pendidikan nilai/karakter bagi peserta didik, akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari Kementerian Pendidikan Nasional dan jajarannya, serta ahli-ahli kependi-dikan, dan sampai pada kesimpulan bahwa pendidikan nilai/karakter peserta didik perlu ditingkatkan. Hal tersebut disebabkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 Pasal 3 disebutkan Pendidikan nasional (a) berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Tujuan pendidikan nasional tersebut sangat luhur dalam pembentukan peserta didik untuk menjadi anak bangsa yang memiliki nilai/karakter luhur.
Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu program utama Kementerian Pendi-dikan Nasional dalam rangka meningkatkan mutu proses dan output pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah pengembangan pendidikan karakter. Sebenarnya pendidikan karakter bukan hal yang baru dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia. Pada saat ini, setidak-tidaknya sudah ada dua mata pelajaran yang diberikan untuk membina akhlak dan budi pekerti peserta didik, yaitu Pendidikan Agama dan PKn. Namun demikian, pembinaan watak melalui kedua mata pelajaran tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan karena beberapa hal, yaitu:
  1. kedua mata pelajaran tersebut cenderung baru membekali pengetahuan mengenai nilai-nilai melalui materi/substansi mata pelajaran;
  2. kegiatan pembelajaran pada kedua mata pelajaran tersebut pada umumnya belum secara memadai mendorong terinternalisasinya nilai-nilai oleh masing-masing peserta didik, sehingga peserta didik belum menampilkan perilaku dengan karakter yang diharapkan; dan
  3. menggantungkan pembentukan watak peserta didik melalui kedua mata pelajaran saja tidak cukup. Pengembangan karakter peserta didik perlu melibatkan lebih banyak lagi mata pelajaran, bahkan semua mata pelajaran. Selain itu, kegiatan pembinaan peserta didik dan pengelolaan sekolah dari hari ke hari perlu dirancang sedemikian rupa secara terencana dengan baik dan dilaksanakan untuk mendukung pendidikan karakter yang benar-benar terprogramkan.


Merespons sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti yang telah terjadi di lapangan, maka perlu dilakukan upaya inovasi pendidikan karakter. Inovasi tersebut adalah:
  1. Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputi pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktik-kannya nilai-nilai dalam setiap aktivitas pembelajaran di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran.
  2. Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik.
  3. Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah.

Pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu di dalam semua mata pelajaran merupakan hal yang baru bagi sebagian besar sekolah, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA. Terlebih saat ini ujicoba baru dilaksanakan di tingkat SMP pada beberapa Provinsi, diantaranya DIY, Makasar, Pekan Baru, Jakarta, dan Surabaya. Oleh karena itu, dalam rangka membina pelaksanaan pendidikan karakter secara terpadu di dalam seluruh mata pelajaran, perlu disusun panduan pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam pembelajaran.

3. Pentingnya Pendidikan Karakter
Sebenarnya selama ini tanpa disadari semua guru SD khususnya telah menanam-an nilai-nilai yang baik dalam pembentukan karakter peserta didiknya. Namun hal itu hanya sebagai sisipan yang tidak termuat dalam silabus maupun RPP. Oleh karena itu perlu adanya optimalisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran, agar gaung pena-naman karakter melalui pembelajaran dapat benar-benar dirasakan peserta didik.
Pada era globalisasi saat ini memang bangsa kita telah mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang secara kuantitas sudah memadai, namun dari segi kualitas masih sangat perlu ditingkatkan agar dihasilkan SDM yang mampu berkompetisi dengan negara berkembang, bahkan negara maju. Selain SDM yang demikian, masih ada satu hal penting yang harus ditekankan, yaitu menghasilkan SDM yang beretika, bermoral, sopan santun, dan mampu berinteraksi dengan masyarakat secara baik, dengan tetap memegang teguh kepribadian bangsa. Dengan kata lain, bangsa kita menginginkan terbentuknya generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya. Banyak contoh anak didik yang cerdas, tetapi kualitas akhlaknya kurang baik, maka mereka tidak dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus yang dapat membangun bangsa kita.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika menunjukkan kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia dapat berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan, karena otak yang hebat tanpa disertai kepribadian yang baik, maka akan sulit diterima di masyarakat nasional maupun internasional.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang beerkualiatas akhlaknya.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

4. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Mata Pelajaran
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari Standar Nasional Pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif  tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasa-lahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimal-kan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemam-puan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera dikaji, dan dicari alternatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Arti pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dila-kukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginter-nalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.

5.     Strategi Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
a.    Perencanaan integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran
Pada tahap perencanaan dilakukan analisis SK/KD, pengembangan silabus, penyusunan RPP, dan penyiapan bahan ajar. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan. Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang bersangkutan.
Pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus yang telah dikem-bangkan kemudian menambah kolom karakter tepat di sebelah kanan komponen Kompetensi Dasar. Pada kolom tersebut diisi nilai karakter yang hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau dirumuskan ulang menyesuaikan karakter yang hendak dikembangkan.
Seperti langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran dilakukan dengan cara merevisi RPP yang telah ada agar selain memfasilitasi peserta didik mencapai pengeta-huan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter. Adapun cara merevisi RPP dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1)      rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi, yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga karakter, dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk karakter;
2)      pendekatan/metode pembelajaran diubah (bila diperlukan) dan langkah-langkah pem-belajaran yang meliputi pendahuluan, inti, dan penutup direvisi dan/atau ditambah. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kontekstual dan PAKEM sangat efektif mengembangkan karakter peserta didik;
3)      bagian penilaian direvisi, dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui perkembangan karakter adalah observasi, penilaian antar teman, dan penilaian diri sendiri. Nilai dinyatakan secara kualitatif, misalnya:
Ø  BT: Belum Terlihat (apabila peserta didik belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator).
Ø  MT: Mulai Terlihat (apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten).
Ø  MB: Mulai Berkembang (apabila peserta didik sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten).
Ø  MK: Membudaya (apabila peserta didik terus menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten).
4)      bahan ajar disiapkan. Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembela-jaran. Guru dapat melakukan adaptasi terhadap urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar.

b.      Pelaksanaan pembelajaran
            Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik, artinya guru harus senantiasa dapat menjadi tauladan perilaku berkarakter bagi peserta didiknya. Berikut ini menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran.
  
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter pada tahap pendahuluan antara lain:  berdoa (kereligiusan), mengecek kehadiran/absensi (kedisiplinan), menanya-kan kabar peserta didik (kepedulian, empati), menyanyikan lagu Indonesia Raya (cinta tanah air), menanyakan PR (tanggung jawab), dan menanyakan piket membersihkan papan tulis (cinta kebersihan lingkungan).
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter pada tahap kegiatan inti antara lain:  diskusi (bekerja sama), mengerjakan soal ke depan (percaya diri), mende-ngarkan pendapat teman (menghargai pendapat), bergantian menggunakan media (tenggang rasa), bertanya (keingintahuan, kritis), mengerjakan tugas guru (kemandirian), dan melaporkan hasil diskusi (kejujuran, tanggung jawab).
Beberapa contoh penerapan penanaman nilai/karakter pada tahap penutup antara lain:  ikut menyimpulkan materi (tanggung jawab, kedisiplinan), mencatat tugas di perte-muan berikutnya (tanggung jawab, kedisiplinan, kemandirian), kesepakatan pengumpulan tugas (demokratis), berdoa (kereligiusan), keluar kelas dengan tertib (kedisiplinan), men-dahulukan guru keluar kelas (kesantunan), dan membawa sampah keluar kelas (peduli lingkungan).

6.      Nilai-nilai Karakter Pokok dan Utama
Ada banyak nilai (80 butir) yang dapat dikembangkan pada peserta didik. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang sangat berat. Oleh karena itu perlu dipilih nilai-nilai tertentu sebagai karakter utama yang penanamannya dipriori-taskan. Untuk tingkat SD/SMP, karakter utama disarikan dari butir-butir SKL, yaitu:
a.       Kereligiusan
Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b.      Kejujuran
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
c.       Kecerdasan
Kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, cepat, dan tepat.
d.      Ketangguhan
Sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak mudah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan dalam meraih tujuan.
e.       Kedemokratisan
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
f.       Kepedulian
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah dan memperbaiki penyim-pangan dan kerusakan (manusia, alam, dan tatanan) di sekitar dirinya.
g.      Kemandirian
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h.      Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika  untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari  apa yang telah dimiliki.
i.        Keberanian mengambil risiko
Kesiapan menerima risiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan yang dilakukan.
j.        Berorientasi pada tindakan
Kemampuan untuk mewujudkan gagasan menjadi tindakan nyata.
k.      Kepemimpinan
Kemampuan mengarahkan dan mengajak individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dengan berpegang pada asas-asas kepemimpinan yang berbudaya. 
l.        Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan  guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
m.    Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
n.      Gaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
o.      Kedisiplinan 
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

p.      Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
q.      Keingintahuan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
r.        Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap pengetahuan.
s.       Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
t.        Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan  kepentingan umum.
u.      Menghargai  karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
v.      Kesantunan
Sifat yang halus dan baik  dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.
w.    Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
x.      Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

Di antara butir-butir nilai tersebut, enam butir dipilih sebagai nilai-nilai karakter pokok sebagai pangkal tolak pengembangan, yaitu karakter nomor 1 – 6. Keenam butir nilai tersebut ditanamkan melalui semua mata pelajaran dengan intensitas penanaman lebih dibandingkan penanaman nilai-nilai lainnya.

7.      Pemetaan Karakter yang Diintegrasikan dalam Mata Pelajaran
Apabila semua nilai/karakter harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada setiap mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat berat. Oleh karena itu tidak setiap mata pelajaran diberi integrasi semua butir nilai tetapi hanya beberapa nilai utama. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Tabel berikut menyajikan contoh distribusi karakter utama ke dalam semua mata pelajaran, sedangkan karakter pokok wajib ada di setiap mata pelajaran.

Tabel 1. Contoh Distribusi Karakter Utama ke dalam Beberapa Mapel
Mapel
Nilai Utama
Pendidikan Agama
kesantunan, kedisiplinan, tanggung jawab, cinta ilmu, keingintahuan, percaya diri, menghargai keberagaman, kepatuhan terhadap aturan sosial, gaya hidup sehat, kesadaran akan hak dan kewajiban, kerja keras
PKn
nasionalis, kepatuhan terhadap aturan sosial, menghargai keberagaman, kesa-daran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Bahasa Indonesia
berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, tanggung jawab, keingintahuan, kesantunan, nasionalis
Matematika
berpikir logis, kritis, kerja keras, keingintahuan, kemandirian, percaya diri
IPS
nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepedulian, berjiwa wirausaha, kerja keras
IPA
keingintahuan, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, gaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab, cinta ilmu
Bahasa Inggris
menghargai keberagaman, kesantunan, percaya diri, kemandirian, kerja sama, kepatuhan terhadap aturan sosial

Seni Budaya
menghargai keberagaman, nasionalis, & menghargai karya orang lain, keingintahuan, kedisiplinan
Penjaskes
gaya hidup sehat, kerja keras, kedisiplinan, percaya diri, kemandirian, menghargai karya dan prestasi orang lain
TIK/Keteram-pilan
berpikir logis, kritis, kreatif, & inovatif, kemandirian, tanggung jawab, dan menghargai karya orang lain
Muatan Lokal
menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain, nasionalis

C. PENUTUP
Pada tahun ke-4 setelah diberlakukannya Kurikulum 2006 (KTSP) bangsa kita melakukan pembenahan lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia melalui pendidikan karakter yang terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Diharapkan dengan penanaman nilai karakter dalam pembelajaran secra berulang-ulang, maka nilai-nilai tersebut dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik. Dengan demikian materi yang diajarkan tidak hanya sebagai school knowledge (pengetahuan sekolah), tetapi juga menjadi inner knowledge (pengetahuan dalam diri) yang akhirnya ditunjukkan dalam bentuk perilaku (action knowledge), sehingga terjadi keselarasan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran. Sejumlah sikap dapat menjadi nilai kehidupan peserta didik yang secara bersama-sama akan membentuk kepribadian peserta didik. Guru harus mengajarkan materi ajar pada peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik memiliki kemampuan transfer of knowledge dan transfer of value. Semoga maksud baik bangsa kita akan berbuah terbentuknya generasi penerus bangsa yang berkepribadian mulia dan sekaligus cerdas intelektualnya di masa menda-tang. Kita harus optimis dapat menjadi bangsa yang besar yang mampu mengejar kemajuan negara lain, bukan mengejar ketertinggalan (Amiiin).

DAFTAR PUSTAKA
Borba, Michele. (2008). Membangun kecerdasan moral: Tujuh kebajikan utama agar anak bermoral tinggi. Terj. oleh Lina Yusuf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan karakter: Strategi mendidik anak di zaman global. Jakarta: Grasindo. Cet. I.

Depdikbud. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. (2001). Applied Approach-Mengajar di Perguruan Tinggi, Buku 2.01: Etika dan Moral dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.

________ (2003). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara.

________ (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Kemendiknas. (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas

Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building character in schools: Practical ways to bring moral instruction to life. San Francisco: Jossey Bass.

Olivia, Peter, F.. (1992). Developing the Curriculum. New York: Harper Collins Publishers.

Paul Suparno, dkk. 2002. Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, Suatu Tinjauan Umum. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Suseno, Franz  Magnis. (1989). Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.        Yogyakarta: Kanisius.

Vembriarto, dkk. (1982). Kamus Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

0 komentar:

Posting Komentar