Pembahasan
A. Asas asas dan Prinsip dalam memberikan layanan
konsultasi menggunakan media teknologi di LKPP
Fenomena internet telah mengubah perilaku
manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik secara individual maupun
kelompok. Kemajuan teknologi di samping itu tentunya akan berjalan bersamaan
dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan
tersebut dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola
perikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang dalam interaksi
sosial, dan lain sebagainya.
Internet memiliki karakteristik tersendiri
yang membedakannya dengan media lain, seperti media cetak, penyiaran,
film, atau telekomunikasi. Internet mempunyai kemampuan dalam mengonvergensikan
keempat media tersebut di dalam sebuah media yang disebut dengan global
network. Dan internet dapat berfungsi sebagai media komunikasi (two-way
communication) dan media massa (one-way communication)Informasi yang berbasis internet, memiliki
prinsip Free Flow of Information,[1] yaitu
penyebaran dari informasi tersebut tidak dapat dihambat, namun tidak berarti
seluruh informasi yang berbasis internet dapat diakses oleh siapapun tanpa
batasan apapun. Setiap pemilik informasi dapat menentukan sendiri perlindungan
privasinya terhadap informasi yang dimiliki oleh yang bersangkutan di dalam
media internet. Informasi Elektronik merupakan nukleus atau bahkan nuklei
(inti yang sangat esensial) dari Teknologi Informasi.[2] Informasi Elektronik
sendiri didefinisikan sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[3]
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai hak atas informasi bagi warga negara
Indonesia yaitu:
Pasal 28 C (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang
R.I. Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memuat bahwa: Pasal 13
“Setiap orang berhak untuk
mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni,
dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya,
bangsa, dan umat manusia”. Adapun berdasarkan pasal 14 dijelaskan bahwa: (1)
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi
dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya dan; (2) Setiap
orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Perlindungan dimaksud dimuat juga dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)/Universal Declaration of Human
Rights (UDHR), yang menyatakan: “Everyone
has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom
to hold opinions without interference and to seek, receive and impart
information and ideas through any media and regardless of frontiers.”
Berbagai usaha dilakukan baik oleh
individual maupun oleh lembaga, dalam menjamin transparansi informasi dalam cyberspace
yang juga menjamin hak akses yang sama bagi setiap pengguna tenologi
informasi.
Terdapat beberapa asas yang perlu
diperhatikan dalam memberikan informasi melalui pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik sebagaimana di tentukan dalam UU ITE Undang-Undang RI
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 3 undang-undang tersebut “Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.
- Asas Kepastian Hukum, yang berarti pemberian informasi atau konsultasi yang dilaksanakan oleh LKPP memiliki landasan hukum serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengaturan hukum di dalam dan di luar pengadilan;
- Asas Manfaat, yang berarti pemberian informasi dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang dilaksanakan oleh LKPP harus mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat;
- Asas Kehati-hatian, yang berarti landasan bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberian informasi, yaitu baik LKPP maupun stakeholder untuk memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Asas Iktikad Baik; Sebagai asas yang digunakan para pihak dalam melaksanakan kegiatan penyebaran informasi, baik LKPP ataupun lainnya, sehingga tidak secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuannya;
- Asas Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi berarti asas pemanfaatan teknologi Informasi yang dilaksanakan oleh LKPP tidak hanya terfokus pada peggunaan teknologi tertentu, namun juga dapat dikembangan pada masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan.
Aktivitas internet yang sepenuhnya
beroperasi secara virtual, sesungguhnya tetap melibatkan masyarakat (manusia)
yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Sebagaimana halnya di
dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia dalam cyberspace tidak dapat
dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum. Pengaturan dan pembatasan
oleh hukum ditetapkan karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap
masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap
orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata (real/physical
world) maupun dalam aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dalam cyberspace
berisiko mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak
terdapat harmoni antara hukum dan teknologi informasi, yaitu tidak adanya
pengaturan dan pembatasan oleh hukum yang melindungi hak-hak masyarakat. Satu
hal; yang perlu di pahami adalah, pentingnya LKPP memperhatikan CODE
OF CONDUCT (KODE ETIK) dan STANDAR
OPERATING PROCEDURE (SOP) – Internal Control sebagai upaya untuk mengatasi persoalan persoalan
yang muncul dalam pemberian konsultasi kepada masyarakat.
Dengan berpegang kepada Code of Conduct (Kode etik) dan Standar Operating Procedure (SOP), sebagai wujud internal kontrol, maka prinsip prinsip
utama tentang pemberian informasi harus dipegang teguh antara lain adalah Prinsip-prinsip
corporate governance yang bisanya sudah masuk ke dalam kode etik adat
SOP yang mencakup antara lain:
1.
Transparansi; yaitu prinsip keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan
informasi materiil dan relevan terkait hal yang relevan dengan persoalan yang
sebenarnya, baik untuk internal institusi maupun eksternal institusi. Institusi
akan mematuhi Peraturan Perundang-undangan yang mengatur masalah keterbukaan
informasi yang berlaku bagi institusi. Transparansi juga mencakup hal-hal yang
relevan dengan informasi yang di butuhkan oleh publik berkaitan dengan produk,
jasa, dan kegiatan operasional institusi yang secara potensial dapat
mempengaruhi perilaku stake holder. Artinya
LKPP dalam memberikan informasi harus terbuka dan memberikan informasi yang
relevan apabila publik menginginjan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan,
tanpa mengurangi prinsip kerahasian di LKPP.
2.
Akuntabilitas Kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan institusi
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan
wewenang yang dimiliki seseorang atau unit kerja dalam melaksanakan tanggung
jawab yang dibebankan institusi. Akuntabilitas ini meliputi penjelasan atas
pelaksanaan tugas dan wewenang, pelaporan atas pelaksanaan tugas dan wewenang,
serta pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut.
Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki
seseorang atau unit kerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan institusi.
Akuntabilitas ini meliputi penjelasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang,
pelaporan atas pelaksanaan tugas dan wewenang, serta pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Artinya, LKPP harus mempersiapkan
sedetil mungkin di dalam SOP-nya tentang kewenangan dan kewajiban yang harus
dijalankan, tanggung jawab mereka yang memberikan informasi terhadap
masyarakat, serta batas batas kewenangan yang telah ditetapkan sesuai dengan
SOP dan kode etik di LKPP.
3.
Responsibilitas LKPP dalam pemberian informasi atau layanan informasi
kepada masyarakat harus mengacu pada aturan perundang-undangan dan
memperhatikan prinsip institusi yang baik. LKPP dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat terkait dengan informasi/konsultasi harus menjungjung etika
institusi dan etika penggunaan fasilitas teknologi untuk memenuhi kewajiban kepada stakeholder sesuai
dengan hukum yang berlaku, menghormati budaya masyarakat setempat dimana LKPP melakukan
kegiatannya dan berkeinginan kuat untuk
memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap
perbuatan yang dilakukan LKPP harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
4.
Independensi: suatu prinsip yang harus dipegang oleh LKPP dalam
upayanya untuk pemberian informasi kepada publik, bahwa LKPP telah mengelola
sistem informasinya secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip institusi /korporasi
yang sehat.
5.
Fairness; Keadilan dan
kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.artinya LKPP dalam
memberikan informasi kepada masyarakat atau stakeholder harus memperlakukan
sama, baik substansi informasi maupun prosedur informasi yang diberikan,
artinya tidak ada perilaku diskriminatif terhadap masyarakat mengenai informasi
atau konsultasi di berikan.
B. Risiko hukum dan Pertanggungjawaban yang
muncul dalam memberikan layanan konsultasi
tersebut;
Di dalam rencana yang telah dikembangkan oleh oleh
LKPP, dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa media yang digunakan untuk
menjawab konsultasi dalam uapaya penyebaran informasi bagi kepentingan publik
atau stakeholder.yang pada prinsipnya dapat dibagi ke dalam 2 model, yaitu model layanan berbasis tatap
muka/langsung dan juga informasi melalui teknologi informasi. Menjawab hal itu
perludijelaskan dulu dua karakteristik yang berbeda di atas agar lebih memahami
hakekat pemberian konsultasi atau layanan informasi kepada masyarakat tersebut.
Konsultasi
melalui internet memiliki beberapa kekurangan di bandingkan dengan konsultasi
secara tatatp muka, meski pada satu sisi memiliki kelebihannya sendiri. Untuk
itu perlu dijelaskan sedikit mengenai karakteristik antara layanan konsultasi
langsung atau melalui fasilitas teknologi informasi. Perbedaan itu adalah
sebagai berikut:[4]
Layanan
Konsultasi Tradisional:
a.
Konsultasi merupakan suatu hubungan pemberian
bantuanyang melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi
(verbal dan non-verbal) dimana seseorang diantaranya yang mencari bantuan dan
yang lainnya terlatih secara professional untuk memberi bantuan.
b.
Kegiatan konsultasi dilakukan dalam
setting ruangan yang sangat aman, pribadi dan tidak terlihat oleh orang lain.
c.
Didalamnya terdapat keadaan yang secara
nyata ditampilkan yang tidak terbatas dalam bentuk verbal (tampak) dari
kedua belah pihak, seperti berpikir, berbicara dan berbagi pemikiran.
d.
Pada umumnya merupakan percakapan
bersahabat, hangat dan ekspresif dan secara langsung yang bertujuan
untuk memberikan jawaban atau solusi dari pertanyaan atau permasalahan.
Layanan konsultasi melalui teknologi informasi:
a.
suatu hubungan pemberian bantuan yang melibatkan
interaksi antara dua orang atau lebih (kebanyakan berbasis teks) dari tempat
atau jarak yang terpisah, dimana seseorang diantaranya mencari bantuan dan
yang lainnya terlatih secara profesional untuk membantu.
b.
Kegiatan konsultasi dilakukan dalam setting dunia maya
yang mungkin saja bisa dimasuki oleh pihak ketiga maupun berisiko dibajak
oleh hacker.
c.
Kedua belah pihak akan berpikir dan
berbagi pemikiran biasanya melalui teks. Hal ini bisa juga dilakukan
secara langsung
atau synchcronous ( chatt, video conference dan instant
messaging maupun secara virtual a-synchronous(email ).
d.
konsultasi melalui teknologi informasi dilakukan melalui interaksi yang
kebanyakan berbasis teks, dalam beberapa kesempatan beberapa huruf berubah
menjadi kode-kode atau singkatan, untuk menggambarkan emosi, yang ditunjukan
dengan menggunakan emoticon.
Kelebihan dan kekurangan melakukan
konsultasi secara langsung/ tatap muka, antara lain:
a.
Memberikan kesempatan bagi calon penanya yang merasa kurang nyaman untuk bertemu dan berkomunikasi secara langsung dan beratap muka dengan konsultan.
b.
Konsultan dapat mengetahui gambaran
perasaan atau emosi penanya melalui Emoticon yang biasanya terintegrasi dalam
aplikasi chat Melalui email yang merupakan interaksi yang dilakukan
secara tidak langsung,
c.
Si penanya diberi kesempatan untuk berpikir
sebelum menulis sehingga dapat dengan mudah mengungkapkan keadaan yang
sebenarnya melalui tulisan.
d.
Berbagai transaksi data seperti
informasi dan formulir bisa diberikan dan dikumpulkan secara online. Hal ini
akan memudahkan proses administrasi dan penyimpanan data dan rekaman
konsultasi.
e.
Menghilangkan jarak untuk mendapatkan
penanya, keluwesan dalam perencanaan, menghemat anggaran, dan
memberikan pilihan yang lebih banyak bagi penanya.
Kelebihan
atau keuntungan pelayanan bimbingan konsultasi melalui teknologi informasi,
diantaranya:
a. Pelayanan
melalui teknologi informasi mudah di akses.
b. Tidak
membutuhkan biaya transportasi
c. Mengurangi
kesulitan jadwal yang berkaitan dengan program kelompok
d. Pelayanan
melalui teknologi informasi bersifat semi anonim
e. Klien
lebih mau terbuka berbicara tentang masalahnya karena ia tidak berkomunikasi
secara face to face, sehingga ia dapat lebih siap dan terbuka
f. Pelayanan
melalui teknologi informasi dan komunikasi berbasis individu
g. Konsultan dapat menyesuaikan kesiapan
klien dalam mengambil tindakan yang diperlukan, memotivasi diri, dan
meningkatkan keterampilan kliennya
h. Pelayanan
melalui teknologi informasi dan komunikasi formatnya harus memfasilitasi konsultasi yang proaktif
i.
Setelah klien membuka
komunikasi via teknologi informasi awal, maka konselor berinisiatif untuk
memulai suatu kontak berikutnya sehingga ia dapat menciptakan suatu taraf
terapis berupa dukungan sosial dan klien bertanggung jawab selama proses
konsultasi.
Berikut ini adalah
beberapa kekurangan dari konsultasi melalui internet:
a.
Tidak adanya hubungan atau kontak secara
tatap muka. Sehingga menyulitkan bagi konsultan untuk melihat ekspresi wajah
penanya.
b.
Tidak adanya kegiatan berbicara secara
langsung, sehingga tidak memunculkan reaksi emosional yang secara langsung
dapat di interpretasikan oleh konsultan.
c.
Tidak terjadinya interaksi secara
langsung, kondisi ini membatasi konsultan terhadap bahasa tubuh penanya yang
merupakan bagian dari petunjuk penunjang dalam kegiatan konsultasi.
d.
Dilakukan diruang virtual, yang memiliki
risiko keamanan online. Dalam hal ini, bukan tidak berbagai informasi mengenai
data penanya dapat disusupi oleh pihak ketiga.
e.
Keterbatasan ekonomi, dimana tidak
seluruh populasi target layanan memiliki akses terhadap fasilitas digital yang
memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan layanan konsultasi melalui internet.
Courtland Lee, mantan presiden ACA menekankan, bahwa konsultasi melalui
internet, harus dilakukan dengan cara yang etis sebagaimana dilakukan dalam
bentuk konsultasi lainnya.[5]
Secara khusus NBCC – 2001 dan ACA –
2005, membahas mengenai pedoman dan etika dalam layanan tentang pedoman dan
etika dalam layanan konseling melalui teknologi informasi, yang secara umum
akan mencakup ;
(1) pembahasan
mengenai informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dalam layanan;
(2) Penggunaan bantuan teknologi
dalam layanan
(3) Ketepatan bentuk layanan
(4) Akses terhadap aplikasi
komputer untuk konsultasi jarak jauh;
(5) Aspek hukum dan aturan dalam
penggunaan teknologi konsultasi
(6) Hal hal teknis menyangkut
teknologi dalam bisnis dan hukum jika seandainya layanan diberika antar wilayah
atau negara;
(7) Berbagai persetujuan yang
harus dipenuhi oleh klien terkait dengan teknologi yang digunakan dan
(8) Mengenai penggunaan situs
dalam memberikan layanan konsultasi melalui internet itu sendiri;[6]
Kedelapan point di atas dapat
kitakategorikan menjadi tiga bagian besar sebagaimana sebelumnya pembagian
kategori yang telah dilakukan oleh NBCC, yaitu mengenai:
a.
Hubungan dalam konsultasi melalui internet
b.
Kerahasiaan dalam konsultasi melalui internet
c.
Aspek hukum, lisensi dan sertifikasi;
Terdapat beberapa prinsip hukum yang perlu
diperhatikan apabila LKPP ingin memberikan layakan konsultasi menggunakan
teknologi informasi yaitu dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdiri atas 13 bab
dan 54 sebagai berikut:
a.
Aspek Yurisdiksi ; LKPP harus memperhatikan prinsip
perluasan Yurisdiksi (Extra Territorial Jurisdiction) dengan
pertimbangan bahwa transaksi elektronik
memiliki karakteristik lintas territorial dan tidak dapat menggunakan
pendekatan hukum konvensional;
b.
Aspek Pembuktian Elektronik: LKPP harus menyadari bahwa Alat bukti
elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah di muka
pengadilan;
c.
Aspek Informasi dan Perlindungan Konsumen: LKPP dalam upaya menyediakan dan
memberikan informasi harus lengkap, jelas dan
dan benar sesuai dengan apa yang telah di tetapkan dalam prosedur yang
ada di LKPP.
d.
Aspek Tanda Tangan Elektronik ; LKPP perlu memperhatikan bahwa identitas
menjadi penting dan tanda tangan elektronik memiliki kekuatan yang sama dengan
tanda tangan konvensional selama memenuhi persyaratan yang ditentukan di dalam
UU ITE;
e.
Aspek Pengamanan Tanda Tangan Elektronik; Setiap tanda tangan elektronik harus
dilengkapi dengan pengamanan;
f.
Aspek Penyelenggara Sertifikasi Elektronik: Suatu laman dalam cyberspace yang
memerlukan perlindungan lebih harus dilengkapi dengan sertifikat elektronik
yang disediakan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik (Thawte, VeriSign,
dan sebagainya);
g.
Aspek Transaksi Elektronik; semua kegiatan melalui teknologi
informasi termasuk transaksi elektronik dilindungi oleh hukum termasuk
pembuatan kontrak elektronik dalam lingkup publik maupun privat;
h.
Aspek Nama Domain; LKPP harus juga melihat tentang
kepemilikan nama domain didasarkan atas prinsip first come first served dengan
memperhatikan aspek Hak atas Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
i.
Aspek Perlindungan Privasi: LKPP dalam penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan dengan
persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan; Aspek Peran Pemerintah dan Masyarakat: Pemerintah
memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
j.
Aspek Perlindungan Kepentingan Umum: Pemerintah berwenang melindungi
kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan
informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum dan
kepentingan nasional serta Pemerintah menetapkan bahwa instansi tertentu harus
memiliki back-up data; dan
k.
Aspek Perbuatan yang Dilarang; dalam memberikan konsultasi LKPP dilarang:
1.
Menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan pornografi, perjudian,
tindak kekerasan, penipuan;
2.
Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan
cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik;
3.
Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan
cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik milik Pemerintah
yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi;
4.
Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan
cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer
atau sistem elektronik menyangkut pertahanan nasional atau hubungan
internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap Negara
dan/atau hubungan dengan subjek hukum internasional;
5.
Melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari
program, informasi, kode, atau perintah, komputer dan/atau sistem elektronik
yang dilindungi Negara menjadi rusak; dan
6.
Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara
tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk
memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi
oleh Negara.
Terdapat beberapa risiko hukum dari penggunaan
teknik konsultasi sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa: Dalam penggunaan
teknologi informasi yang berbasis internet atau fasilitas lainnya, dapat
terjadi pembajakan terhadap kerahasian pemberian jasa konsultasi yang
menimbulkan pesan menjadi rusak berubah dan lain sebagainya, hal ini dapat
menimbulkan persoalan hukum, antara lain:
a. Hukum perdata – misalnya adanya kemungkinan dugaan “perbuatan melawan hukum”, karena
substansi pesan yang disampaikan menimbulkan kerugian baik formill maupun
materiil, kepada pihak lalin. misalnya kekeliruan penjelasan yang seharusnya A
tetapi menjadi B, bukan karena adanya pihak ketiga yang masuk atau bukan karena
melakukan perubahan pesan, namun
dikarenakan karena substansi pesan dapat menimbulkan kerugian pada
masyarakat atau stakeholder/penerima pesan
b. Aspek hukum
pidana terkait konten misalnya adanya pemalsuan - adanya penipuan dan juga pencemaran nama baik dari
substansi pesan yang disampaikan: artinya dimungkinan terjadinya penipuan
melalui jawaban konsultasi yang dilakukan oleh operator ataupun pihak ketiga
yang melakukan intervensi/masuk ke dalam jaringan tanpa izin yang akibatnya
masyarakat dirugikan. Atau substansi pencemaran nama baik, bahwa fasilitas
dapat digunakan oleh pihak tertentu untuk mencemarkan nama baik ornag pribadi
atau masyarakat;
c. Semakin banyak pelimpahan kewenangan kepada petugas
tertentu akan semakin sulit melakukan kontrol tentang substansi jawaban
konsultasi kepada masyarakat, karena sangat terbatasnya kontrol terhadap
mekanisme itu: frekuensi yaitu menyangkut jumlah dan kecepatan akan menjadi
persoalan;
d. Apabila sistem error, baik mengalami kerusakan biasa
atau karena dirusak oleh orang lain. dapat menimbulkan persoalan terhambatnya
sistem komunikasi yang akhirnya dapat menimbulkan persoalan hukum, yaitu
pertanggungjawaban hukum.
Dari beberapa persoalan
di atas maka bisa terjadi risiko hukum ataupun persoalan etis, bahwa para penyedia jasa layanan konsultasi juga
menghadapi isu pertanggungjawaban. Karena paparan
di atas menujukan bahwa klien atau penanya berpotensi menjadi korban dari
proses penggunaan fasilitas teknologi itu. Oleh karena ini dalam prinsip
pertanggungjawaban institusi atau korporasi, seluruh mekanisme baik bentuk
online ataupun tatap muka/surat menyurat secara tradisional, menunjuk kepada
pimpinan korporasi, atau direksi dari korporasi itu. Baik pertanggungjawaban
pidana maupun pertanggungjawaban perdata dan administrasi. Oleh karena itu
untuk mengatasi hal tersebut dapatlah disampaikan beberapa point sebagai
berikut:
- Harus ada SOP dan Kode Etik untuk memandu mekanisme pemberian informasi di institusi sebagai pedoman umum, untuk menghidari kesalahan atau penyalahgunaan yang mungkin terjadi.
- Harus ada mekanisme kontrol dan sistem pelaporan yang cukup ketat,untuk memperlihatkan bahwa sistem layanan informasi sudah terstandarkan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Teknologi yang digunakan harus memnuhi standar; misalnya tidak mudah error, hang, atau cepat mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan persoalan hukum.
- Kompetensi personal dari mereka yang bertugas untuk menjawab dan menerima pesan, harus dipastikan memiliki kompetensi yang sesuai dan juga ada upaya untuk peningkatan /up-grading sumber daya.
- Ada alternatif yang dapat dilakukan apabila sistem error atau dirusak oleh orang lain agar tidak merugikan masyarakat.
- Pimpinan atau Atasan yang lebih berwenang melakukan pemeriksaan dan pengawasan guna menghindari persoalan persoalan hukum yang tidak diketahui, atau untuk mengungai persoalan hukum, dimana direksi seharusnya bertanggungjawab dan dimana seharusnya dapat lepas dari tanggungjawab tersebut. Oleh karena itu seharusnya ada mekanisme yang memungkinkan bahwa informasi yang disampaikan oleh pihak pihak yang diberi tugas dapat di ketahui oleh pimpinan atau direksi, demikian sebaliknya.
- Penerapan prinsip prinsip GCG dalam pemberian layanan informasi menggunakan fasilitas teknologi, yaitu transparansi, akuntabilitas, liabilitas, responsibilitas, fairness.
- Memberikan jawaban sesuai dengan apa yang menjadi kewenangan dan substansi yang sesuai dengan aturan, ikut menjamin adanya kepastian hukum.
- Sistem seyogyanya dapat memilah mana pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan kompetensi tertentu, tidak satu orang untuk seluruh persoalan, untuk mengurangi risiko hukum terjadi.
- Adanya Punishment, atau sistem pemberian sanksi bagi mereka yang melakukan pelanggaran baik hukum, maupun kode etik.
- Adanya sistem evaluasi rutin tentang mekanisme pemberian informasi kepada masyarakat/stakeholder/perorangan.
[1] Mieke Komar Kantaatmadja, et.al., Cyberlaw: Suatu Pengantar, ELIPS,
2002, hlm. 119. Tulisan Sinta Dewi berjudul “Perlindungan terhadap Hak-hak
Pribadi (Privacy Rights) dalam Transaksi melalui Elektronik” dikutip
dari Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies and Challenges, Butterworths
Asia, 1999, hlm. 106.
[2] Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan Indra Apriyadi, Menuju Kepastian Hukum
di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Departemen Komunikasi dan
Informatika RI, Jakarta, 2005, hlm. 35.
[3] Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Pasal 1 butir 1.
[4] Martin, Ann
Margaret T. (2004). Cyberspace Counseling: a Counseling Program
for Today’s Generation. The
Guidance Journal (2004) Vol. 33; 1 (pg. 9-) ThePhilippine Guidance and
Counseling Association Inc)
[5] E. Shaw, holly.,
F. Shaw Sarah, critical Ethical Issue in online counseling; Assesing Current
practices With an Ethical Intent Checklist Journal of Counseling and
Development; JCD, Winter 84, 1; Proquest Education Journal, 41.
[6] American Counseling Assosiation. (2005), ACA Code of Ethic; Section A
No. 12 Technology Application. ACA.
0 komentar:
Posting Komentar