Kamis, 23 Mei 2013


Pembahasan


A.   Asas asas dan Prinsip dalam memberikan layanan konsultasi menggunakan media teknologi di LKPP
Fenomena internet telah mengubah perilaku manusia dalam berinteraksi dengan manusia lain, baik secara individual maupun kelompok. Kemajuan teknologi di samping itu tentunya akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan tersebut dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, dan wewenang dalam interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Internet memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media lain, seperti media cetak, penyiaran, film, atau telekomunikasi. Internet mempunyai kemampuan dalam mengonvergensikan keempat media tersebut di dalam sebuah media yang disebut dengan global network. Dan internet dapat berfungsi sebagai media komunikasi (two-way communication) dan media massa (one-way communication)Informasi yang berbasis internet, memiliki prinsip Free Flow of Information,[1] yaitu penyebaran dari informasi tersebut tidak dapat dihambat, namun tidak berarti seluruh informasi yang berbasis internet dapat diakses oleh siapapun tanpa batasan apapun. Setiap pemilik informasi dapat menentukan sendiri perlindungan privasinya terhadap informasi yang dimiliki oleh yang bersangkutan di dalam media internet. Informasi Elektronik merupakan nukleus atau bahkan nuklei (inti yang sangat esensial) dari Teknologi Informasi.[2] Informasi Elektronik sendiri didefinisikan sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.[3]
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai hak atas informasi bagi warga negara Indonesia yaitu:
Pasal 28 C (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia

Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang R.I. Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memuat bahwa:  Pasal 13  “Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa, dan umat manusia”. Adapun berdasarkan pasal 14 dijelaskan bahwa: (1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dan; (2)  Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Perlindungan dimaksud dimuat juga dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)/Universal Declaration of Human Rights (UDHR), yang menyatakan:  “Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.  Berbagai usaha dilakukan baik oleh individual maupun oleh lembaga, dalam menjamin transparansi informasi dalam cyberspace yang juga menjamin hak akses yang sama bagi setiap pengguna tenologi informasi.
Terdapat beberapa asas yang perlu diperhatikan dalam memberikan informasi melalui pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik sebagaimana di tentukan dalam UU ITE Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam Pasal 3 undang-undang tersebut  “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
  1. Asas Kepastian Hukum, yang berarti pemberian informasi atau konsultasi yang dilaksanakan oleh LKPP memiliki landasan hukum serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengaturan hukum di dalam dan di luar pengadilan;
  2. Asas Manfaat, yang berarti pemberian informasi dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang dilaksanakan oleh LKPP harus mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat;
  3. Asas Kehati-hatian, yang berarti landasan bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan pemberian informasi, yaitu baik LKPP maupun stakeholder untuk memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
  4. Asas Iktikad Baik; Sebagai asas yang digunakan para pihak dalam melaksanakan kegiatan penyebaran informasi, baik LKPP ataupun lainnya, sehingga tidak secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuannya;
  5. Asas Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi berarti asas pemanfaatan teknologi Informasi yang dilaksanakan oleh LKPP tidak hanya terfokus pada peggunaan teknologi tertentu, namun juga dapat dikembangan pada masa yang akan datang sesuai dengan kebutuhan.

Aktivitas internet yang sepenuhnya beroperasi secara virtual, sesungguhnya tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Sebagaimana halnya di dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia dalam cyberspace tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum. Pengaturan dan pembatasan oleh hukum ditetapkan karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata (real/physical world) maupun dalam aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dalam cyberspace berisiko mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak terdapat harmoni antara hukum dan teknologi informasi, yaitu tidak adanya pengaturan dan pembatasan oleh hukum yang melindungi hak-hak masyarakat. Satu hal; yang perlu di pahami adalah, pentingnya LKPP memperhatikan CODE OF CONDUCT (KODE ETIK)  dan STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) – Internal Control sebagai upaya untuk mengatasi persoalan persoalan yang muncul dalam pemberian konsultasi kepada masyarakat. 
Dengan berpegang kepada Code of Conduct (Kode etik) dan Standar Operating Procedure (SOP), sebagai wujud internal kontrol, maka prinsip prinsip utama tentang pemberian informasi harus dipegang teguh antara lain adalah Prinsip-prinsip corporate governance yang bisanya sudah masuk ke dalam kode etik adat SOP yang mencakup antara lain:
1.   Transparansi; yaitu prinsip  keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan terkait hal yang relevan dengan persoalan yang sebenarnya, baik untuk internal institusi maupun eksternal institusi. Institusi akan mematuhi Peraturan Perundang-undangan yang mengatur masalah keterbukaan informasi yang berlaku bagi institusi. Transparansi juga mencakup hal-hal yang relevan dengan informasi yang di butuhkan oleh publik berkaitan dengan produk, jasa, dan kegiatan operasional institusi yang secara potensial dapat mempengaruhi perilaku stake holder. Artinya LKPP dalam memberikan informasi harus terbuka dan memberikan informasi yang relevan apabila publik menginginjan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, tanpa mengurangi prinsip kerahasian di LKPP.
2.   Akuntabilitas Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan institusi terlaksana secara efektif. Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki seseorang atau unit kerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan institusi. Akuntabilitas ini meliputi penjelasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang, pelaporan atas pelaksanaan tugas dan wewenang, serta pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki seseorang atau unit kerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan institusi. Akuntabilitas ini meliputi penjelasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang, pelaporan atas pelaksanaan tugas dan wewenang, serta pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut. Artinya, LKPP harus mempersiapkan sedetil mungkin di dalam SOP-nya tentang kewenangan dan kewajiban yang harus dijalankan, tanggung jawab mereka yang memberikan informasi terhadap masyarakat, serta batas batas kewenangan yang telah ditetapkan sesuai dengan SOP dan kode etik di LKPP.
3.   Responsibilitas LKPP dalam pemberian informasi atau layanan informasi kepada masyarakat harus mengacu pada aturan perundang-undangan dan memperhatikan prinsip institusi yang baik. LKPP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan informasi/konsultasi harus menjungjung etika institusi dan etika penggunaan fasilitas teknologi untuk  memenuhi kewajiban kepada stakeholder sesuai dengan hukum yang berlaku, menghormati budaya masyarakat setempat dimana LKPP melakukan kegiatannya  dan berkeinginan kuat untuk memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap perbuatan yang dilakukan LKPP harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
4.   Independensi: suatu prinsip yang harus dipegang oleh LKPP dalam upayanya untuk pemberian informasi kepada publik, bahwa LKPP telah mengelola sistem informasinya secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip institusi /korporasi yang sehat.
5.   Fairness;  Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.artinya LKPP dalam memberikan informasi kepada masyarakat atau stakeholder harus memperlakukan sama, baik substansi informasi maupun prosedur informasi yang diberikan, artinya tidak ada perilaku diskriminatif terhadap masyarakat mengenai informasi atau konsultasi di berikan.

B.   Risiko hukum dan Pertanggungjawaban yang muncul dalam  memberikan layanan konsultasi tersebut;
Di dalam rencana yang telah dikembangkan oleh oleh LKPP, dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa media yang digunakan untuk menjawab konsultasi dalam uapaya penyebaran informasi bagi kepentingan publik atau stakeholder.yang pada prinsipnya dapat dibagi ke dalam  2 model, yaitu model layanan berbasis tatap muka/langsung dan juga informasi melalui teknologi informasi. Menjawab hal itu perludijelaskan dulu dua karakteristik yang berbeda di atas agar lebih memahami hakekat pemberian konsultasi atau layanan informasi kepada masyarakat tersebut.
Konsultasi melalui internet memiliki beberapa kekurangan di bandingkan dengan konsultasi secara tatatp muka, meski pada satu sisi memiliki kelebihannya sendiri. Untuk itu perlu dijelaskan sedikit mengenai karakteristik antara layanan konsultasi langsung atau melalui fasilitas teknologi informasi. Perbedaan itu adalah sebagai berikut:[4]
Layanan Konsultasi Tradisional:
a.    Konsultasi merupakan suatu hubungan pemberian bantuanyang melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi (verbal dan non-verbal) dimana seseorang diantaranya yang mencari bantuan dan yang lainnya terlatih secara professional untuk memberi bantuan.
b.   Kegiatan konsultasi dilakukan dalam setting ruangan yang sangat aman, pribadi dan tidak terlihat oleh orang lain.
c.    Didalamnya terdapat keadaan yang secara nyata ditampilkan yang tidak terbatas dalam bentuk verbal (tampak) dari kedua belah pihak, seperti berpikir, berbicara dan berbagi pemikiran.
d.   Pada umumnya merupakan percakapan bersahabat, hangat dan ekspresif dan secara langsung yang bertujuan untuk memberikan jawaban atau solusi dari pertanyaan atau permasalahan.
Layanan konsultasi melalui teknologi informasi:
a.    suatu hubungan pemberian bantuan yang melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih (kebanyakan berbasis teks) dari tempat atau jarak yang terpisah, dimana seseorang diantaranya mencari bantuan dan yang lainnya terlatih secara profesional untuk membantu.
b.   Kegiatan konsultasi dilakukan dalam setting dunia maya yang mungkin saja bisa dimasuki oleh pihak ketiga maupun berisiko dibajak oleh hacker.
c.    Kedua belah pihak akan berpikir dan berbagi pemikiran biasanya melalui teks. Hal ini bisa juga dilakukan secara langsung atau  synchcronous ( chatt, video conference dan instant messaging  maupun secara virtual a-synchronous(email ).
d.   konsultasi melalui teknologi informasi dilakukan melalui interaksi yang kebanyakan berbasis teks, dalam beberapa kesempatan beberapa huruf berubah menjadi kode-kode atau singkatan, untuk menggambarkan emosi, yang ditunjukan dengan menggunakan emoticon.
Kelebihan dan kekurangan melakukan konsultasi secara langsung/ tatap muka, antara lain:
a.    Memberikan kesempatan bagi calon penanya yang merasa kurang nyaman untuk bertemu dan berkomunikasi secara langsung dan beratap muka dengan konsultan.
b.   Konsultan dapat mengetahui gambaran perasaan atau emosi penanya melalui Emoticon yang biasanya terintegrasi dalam aplikasi chat Melalui email  yang merupakan interaksi yang dilakukan secara tidak langsung,
c.    Si penanya diberi kesempatan untuk  berpikir sebelum menulis sehingga dapat dengan mudah mengungkapkan keadaan yang sebenarnya melalui tulisan.
d.   Berbagai transaksi data seperti informasi dan formulir bisa diberikan dan dikumpulkan secara online. Hal ini akan memudahkan proses administrasi dan penyimpanan data dan rekaman konsultasi.
e.    Menghilangkan jarak untuk mendapatkan penanya, keluwesan dalam perencanaan, menghemat anggaran, dan memberikan pilihan yang lebih banyak bagi penanya.
Kelebihan atau keuntungan pelayanan bimbingan konsultasi melalui teknologi informasi, diantaranya:
a.      Pelayanan melalui teknologi informasi  mudah di akses.
b.      Tidak membutuhkan biaya transportasi
c.      Mengurangi kesulitan jadwal yang berkaitan dengan program kelompok
d.      Pelayanan melalui teknologi informasi bersifat semi anonim
e.      Klien lebih mau terbuka berbicara tentang masalahnya karena ia tidak berkomunikasi secara face to face, sehingga ia dapat lebih siap dan terbuka
f.       Pelayanan melalui teknologi informasi dan komunikasi berbasis individu
g.      Konsultan dapat menyesuaikan kesiapan klien dalam mengambil tindakan yang diperlukan, memotivasi diri, dan meningkatkan keterampilan kliennya
h.      Pelayanan melalui teknologi informasi dan komunikasi formatnya harus memfasilitasi konsultasi yang proaktif
i.        Setelah klien membuka komunikasi via teknologi informasi awal, maka konselor berinisiatif untuk memulai suatu kontak berikutnya sehingga ia dapat menciptakan suatu taraf terapis berupa dukungan sosial dan klien bertanggung jawab selama proses konsultasi.

Berikut ini adalah beberapa kekurangan dari konsultasi melalui internet:
a.        Tidak adanya hubungan atau kontak secara tatap muka. Sehingga menyulitkan bagi konsultan untuk melihat ekspresi wajah penanya.
b.        Tidak adanya kegiatan berbicara secara langsung, sehingga tidak memunculkan reaksi emosional yang secara langsung dapat di interpretasikan oleh konsultan.
c.        Tidak terjadinya interaksi secara langsung, kondisi ini membatasi konsultan terhadap bahasa tubuh penanya yang merupakan bagian dari petunjuk penunjang dalam kegiatan konsultasi.
d.        Dilakukan diruang virtual, yang memiliki risiko keamanan online. Dalam hal ini, bukan tidak berbagai informasi mengenai data penanya dapat disusupi oleh pihak ketiga.
e.        Keterbatasan ekonomi, dimana tidak seluruh populasi target layanan memiliki akses terhadap fasilitas digital yang memungkinkan bagi mereka untuk mendapatkan layanan konsultasi melalui internet.
Courtland Lee, mantan presiden ACA menekankan, bahwa konsultasi melalui internet, harus dilakukan dengan cara yang etis sebagaimana dilakukan dalam bentuk konsultasi lainnya.[5]


Secara khusus NBCC – 2001 dan ACA – 2005, membahas mengenai pedoman dan etika dalam layanan tentang pedoman dan etika dalam layanan konseling melalui teknologi informasi, yang secara umum akan mencakup ;
(1)    pembahasan mengenai informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dalam layanan;
(2)    Penggunaan bantuan teknologi dalam layanan
(3)    Ketepatan bentuk layanan
(4)    Akses terhadap aplikasi komputer untuk konsultasi jarak jauh;
(5)    Aspek hukum dan aturan dalam penggunaan teknologi konsultasi
(6)    Hal hal teknis menyangkut teknologi dalam bisnis dan hukum jika seandainya layanan diberika antar wilayah atau negara;
(7)    Berbagai persetujuan yang harus dipenuhi oleh klien terkait dengan teknologi yang digunakan dan
(8)    Mengenai penggunaan situs dalam memberikan layanan konsultasi melalui internet itu sendiri;[6]
Kedelapan point di atas dapat kitakategorikan menjadi tiga bagian besar sebagaimana sebelumnya pembagian kategori yang telah dilakukan oleh NBCC, yaitu mengenai:
a.                     Hubungan dalam konsultasi melalui internet
b.                    Kerahasiaan dalam konsultasi melalui internet
c.                     Aspek hukum, lisensi dan sertifikasi;
Terdapat beberapa prinsip hukum yang perlu diperhatikan apabila LKPP ingin memberikan layakan konsultasi menggunakan teknologi informasi yaitu dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdiri atas 13 bab dan 54 sebagai berikut:
a.      Aspek Yurisdiksi ; LKPP harus memperhatikan prinsip perluasan Yurisdiksi (Extra Territorial Jurisdiction) dengan pertimbangan bahwa  transaksi elektronik memiliki karakteristik lintas territorial dan tidak dapat menggunakan pendekatan hukum konvensional; 
b.      Aspek Pembuktian Elektronik: LKPP harus menyadari bahwa Alat bukti elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah di muka pengadilan; 
c.      Aspek Informasi dan Perlindungan Konsumen: LKPP dalam upaya menyediakan dan memberikan informasi harus lengkap, jelas dan  dan benar sesuai dengan apa yang telah di tetapkan dalam prosedur yang ada di LKPP. 
d.      Aspek Tanda Tangan Elektronik ; LKPP perlu memperhatikan bahwa identitas menjadi penting dan tanda tangan elektronik memiliki kekuatan yang sama dengan tanda tangan konvensional selama memenuhi persyaratan yang ditentukan di dalam UU ITE; 
e.      Aspek Pengamanan Tanda Tangan Elektronik;  Setiap tanda tangan elektronik harus dilengkapi dengan pengamanan; 
f.       Aspek Penyelenggara Sertifikasi Elektronik: Suatu laman dalam cyberspace yang memerlukan perlindungan lebih harus dilengkapi dengan sertifikat elektronik yang disediakan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik (Thawte, VeriSign, dan sebagainya);
g.      Aspek Transaksi Elektronik; semua kegiatan melalui teknologi informasi termasuk transaksi elektronik dilindungi oleh hukum termasuk pembuatan kontrak elektronik dalam lingkup publik maupun privat;
h.      Aspek Nama Domain; LKPP harus juga melihat tentang kepemilikan nama domain didasarkan atas prinsip first come first served dengan memperhatikan aspek Hak atas Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
i.        Aspek Perlindungan Privasi: LKPP dalam penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; Aspek Peran Pemerintah dan Masyarakat: Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
j.        Aspek Perlindungan Kepentingan Umum: Pemerintah berwenang melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum dan kepentingan nasional serta Pemerintah menetapkan bahwa instansi tertentu harus memiliki back-up data; dan
k.      Aspek Perbuatan yang Dilarang; dalam memberikan konsultasi LKPP dilarang:
1.        Menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan pornografi, perjudian, tindak kekerasan, penipuan;
2.        Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik;
3.        Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik milik Pemerintah yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi;
4.        Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan  informasi dalam komputer atau sistem elektronik menyangkut pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap Negara dan/atau hubungan dengan subjek hukum internasional;
5.        Melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode, atau perintah, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak; dan
6.        Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh Negara.

Terdapat beberapa risiko hukum dari penggunaan teknik konsultasi sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa: Dalam penggunaan teknologi informasi yang berbasis internet atau fasilitas lainnya, dapat terjadi pembajakan terhadap kerahasian pemberian jasa konsultasi yang menimbulkan pesan menjadi rusak berubah dan lain sebagainya, hal ini dapat menimbulkan persoalan hukum, antara lain:
a.      Hukum perdata – misalnya adanya kemungkinan dugaan  “perbuatan melawan hukum”, karena substansi pesan yang disampaikan menimbulkan kerugian baik formill maupun materiil, kepada pihak lalin. misalnya kekeliruan penjelasan yang seharusnya A tetapi menjadi B, bukan karena adanya pihak ketiga yang masuk atau bukan karena melakukan perubahan pesan, namun  dikarenakan karena substansi pesan dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat atau stakeholder/penerima pesan
b.       Aspek hukum pidana terkait konten misalnya adanya pemalsuan - adanya  penipuan dan juga pencemaran nama baik dari substansi pesan yang disampaikan: artinya dimungkinan terjadinya penipuan melalui jawaban konsultasi yang dilakukan oleh operator ataupun pihak ketiga yang melakukan intervensi/masuk ke dalam jaringan tanpa izin yang akibatnya masyarakat dirugikan. Atau substansi pencemaran nama baik, bahwa fasilitas dapat digunakan oleh pihak tertentu untuk mencemarkan nama baik ornag pribadi atau masyarakat;
c.      Semakin banyak pelimpahan kewenangan kepada petugas tertentu akan semakin sulit melakukan kontrol tentang substansi jawaban konsultasi kepada masyarakat, karena sangat terbatasnya kontrol terhadap mekanisme itu: frekuensi yaitu menyangkut jumlah dan kecepatan akan menjadi persoalan;
d.      Apabila sistem error, baik mengalami kerusakan biasa atau karena dirusak oleh orang lain. dapat menimbulkan persoalan terhambatnya sistem komunikasi yang akhirnya dapat menimbulkan persoalan hukum, yaitu pertanggungjawaban hukum.
Dari beberapa persoalan di atas maka bisa terjadi risiko hukum ataupun  persoalan etis, bahwa  para penyedia jasa layanan konsultasi juga menghadapi isu pertanggungjawaban. Karena paparan di atas menujukan bahwa klien atau penanya berpotensi menjadi korban dari proses penggunaan fasilitas teknologi itu. Oleh karena ini dalam prinsip pertanggungjawaban institusi atau korporasi, seluruh mekanisme baik bentuk online ataupun tatap muka/surat menyurat secara tradisional, menunjuk kepada pimpinan korporasi, atau direksi dari korporasi itu. Baik pertanggungjawaban pidana maupun pertanggungjawaban perdata dan administrasi. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut dapatlah disampaikan beberapa point sebagai berikut:
  1. Harus ada SOP dan Kode Etik untuk memandu mekanisme pemberian informasi di institusi sebagai pedoman umum, untuk menghidari kesalahan atau penyalahgunaan yang mungkin terjadi.
  2. Harus ada mekanisme kontrol dan sistem pelaporan yang cukup ketat,untuk memperlihatkan bahwa sistem layanan informasi sudah terstandarkan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Teknologi yang digunakan harus memnuhi standar; misalnya tidak mudah error, hang, atau cepat mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan persoalan hukum.
  4. Kompetensi personal dari mereka yang bertugas untuk menjawab dan menerima pesan, harus dipastikan memiliki kompetensi yang sesuai dan juga ada upaya untuk peningkatan /up-grading sumber daya.
  5. Ada alternatif yang dapat dilakukan apabila sistem error atau dirusak oleh orang lain agar tidak merugikan masyarakat.
  6. Pimpinan atau Atasan yang lebih berwenang melakukan pemeriksaan dan pengawasan guna menghindari persoalan persoalan hukum yang tidak diketahui, atau untuk mengungai persoalan hukum, dimana direksi seharusnya bertanggungjawab dan dimana seharusnya dapat lepas dari tanggungjawab tersebut.  Oleh karena itu seharusnya ada mekanisme yang memungkinkan bahwa informasi yang disampaikan oleh pihak pihak yang diberi tugas dapat di ketahui oleh pimpinan atau direksi, demikian sebaliknya.
  7. Penerapan prinsip prinsip  GCG  dalam pemberian layanan informasi menggunakan fasilitas teknologi, yaitu transparansi, akuntabilitas, liabilitas, responsibilitas, fairness.
  8. Memberikan jawaban sesuai dengan apa yang menjadi kewenangan dan substansi yang sesuai dengan aturan, ikut menjamin adanya kepastian hukum.
  9. Sistem seyogyanya dapat memilah mana pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan kompetensi tertentu, tidak satu orang untuk seluruh persoalan, untuk mengurangi risiko hukum terjadi.
  10. Adanya Punishment, atau sistem pemberian sanksi bagi mereka yang melakukan pelanggaran baik hukum, maupun kode etik.
  11. Adanya sistem evaluasi rutin tentang mekanisme pemberian informasi kepada masyarakat/stakeholder/perorangan.



[1] Mieke Komar Kantaatmadja, et.al., Cyberlaw: Suatu Pengantar, ELIPS, 2002, hlm. 119. Tulisan Sinta Dewi berjudul “Perlindungan terhadap Hak-hak Pribadi (Privacy Rights) dalam Transaksi melalui Elektronik” dikutip dari Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies and Challenges, Butterworths Asia, 1999, hlm. 106.
[2] Ahmad M. Ramli, Pager Gunung, dan Indra Apriyadi, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika RI, Jakarta, 2005, hlm. 35.
[3] Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 butir 1.
[4] Martin, Ann Margaret T. (2004). Cyberspace Counseling: a Counseling Program for Today’s Generation. The Guidance Journal (2004) Vol. 33; 1 (pg. 9-) ThePhilippine Guidance and Counseling Association Inc)


[5] E. Shaw, holly., F. Shaw Sarah, critical Ethical Issue in online counseling; Assesing Current practices With an Ethical Intent Checklist Journal of Counseling and Development; JCD, Winter 84, 1; Proquest Education Journal, 41. 
[6] American Counseling Assosiation. (2005), ACA Code of Ethic; Section A No. 12 Technology Application. ACA.  

0 komentar:

Posting Komentar