INSTRUMEN ATAU PRODUK PASAR MODAL
Instrumen atau produk yang diperdagangkan di
Pasar Modal disebut dengan Efek. Efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang,
Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan
setiap derivatif dari Efek.
Yang dimaksud dengan "derivatif dari Efek"
adalah turunan dari Efek, baik Efek yang bersifat utang maupun yang bersifat
ekuitas, seperti opsi dan waran.
Yang dimaksud dengan "opsi" dalam penjelasan
angka ini adalah hak yang dimiliki oleh Pihak untuk membeli atau menjual kepada
Pihak lain atas sejumlah Efek pada harga dan dalam waktu tertentu.
Yang dimaksud dengan "waran" dalam
penjelasan angka ini adalah Efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang
memberi hak kepada pemegang Efek untuk memesan saham dari perusahaan tersebut
pada harga tertentu setelah 6 (enam) bulan atau lebih sejak Efek dimaksud
diterbitkan.
Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh
Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek
mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek atau kontrak lain mengenai Efek
atau harga Efek
1.
Saham (Stocks)
Saham pada dasarnya adalah bukti pemilikan atas suatu perusahaan
berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Setiap unit usaha berbentuk PT wajib
memiliki saham. Anggaran dasar sebuah PT menetapkan modal dasar (authorized
capital) perusahaan dengan ketentuan tidak boleh lebih kecil dari Rp 20
juta. Pada saat pengesahan pendirian PT, sekurang-kurangya 25% dari modal
dasar, yang ditetapkan dalam anggaran dasar tersebut, telah disetor penuh.
Bukti penyetoran itulah yang disebut saham. Umumnya, saham-saham itu memiliki
nilai nominal yang berfungsi antara lain sebagai nilai minimum penyetoran dan
porsi pemilikan terhadap perusahaan. Jadi, kalau PT A memiliki 10 juta saham
yang telah disetor penuh, dan Anda memiliki 10.000 di antaranya, artinya Anda
memiliki klaim sebesar satu per mil terhadap aktiva dan utang perusahaan. Karakteristik yuridis pemegang saham, bisa digambarkan dengan tiga kata
berikut:
§ limited risk, berarti pemegang saham hanya bertanggung jawab
sampai jumlah yang disetorkannya ke dalam perusahaan.
§ ultimate control, bermakna pemegang sahamlah yang (secara
kolektif) menetapkan tujuan dan arah perusahaan, dan
§ residual claim, menunjukkan posisi para pemegang saham sebagai orang
terakhir yang mendapat pembagian hasil usaha perusahaan (dalam bentuk dividen)
dan sisa aset dalam likuidasi, yaitu setelah hak-hak para kreditur terpenuhi
semuanya.
Peraturan
perundangan yang berlaku di Indonesia mengharuskan semua saham memiliki hak
suara, apalagi pada Perusahaan Publik. Namun, dalam praktek, karena pemegang
saham publik itu jumlahnya bisa ratusan ribu, pelaksanaan hak suara ini sering
dilaksanakan dengan mekanisme proxy. Anda tentu bisa membayangkan
bagaimana jadinya bila Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebuah perusahaan
publik dihadiri ratusan ribu pemegang saham. Di Amerika Serikat, saham preferen (preferred
stock) biasanya tidak memiliki hak suara. Karena itu, saham preferen di
sana umumnya bersifat kumulatif. Sedangkan untuk yang disebut belakangan, Anda
bisa meminta bantuan pialang atau agen untuk membantu menghitung yield-nya.
a.
Saham Biasa (Common Stocks)
Di
antara surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, saham biasa (common
stock) adalah yang paling dikenal masyarakat. Di antara emiten (perusahaan
yang menerbitkan surat berharga), saham biasa juga merupakan yang paling banyak
digunakan untuk menarik dana dari masyarakat. Jadi saham biasa paling menarik, baik bagi pemodal maupun
bagi emiten. Apakah Saham itu? Secara
sederhana, saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Wujud saham adalah, selembar
kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan
yang menerbitkan kertas tersebut. Jadi sama dengan menabung di bank. Setiap
kali kita menabung, maka kita akan mendapat slip yang menjelaskan bahwa kita
telah menyetor sejumlah uang. Bila kita membeli saham, maka kita akan menerima
kertas yang menjelaskan bahwa kita memiliki perusahaan penerbit saham tersebut.
b.
Saham Preferen (Preferred Stocks)
Saham
Preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi
dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga
obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki
investor. Saham preferen serupa dengan saham biasa karena dua hal, yaitu:
mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang
tertulis di atas lembaran saham tersebut; dan membayar dividen. Sedangkan
persamaan antara saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada
klaim atas laba dan aktiva sebelumnya; dividennya tetap selama masa berlaku
(hidup) dari saham; memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible)
dengan saham biasa. Oleh karena saham preferen diperdagangkan berdasarkan hasil
yang ditawarkan kepada investor, maka secara praktis saham preferen dipandang
sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap dan karena itu akan bersaing
dengan obligasi di pasar. Walaupun demikian, obligasi perusahaan menduduki
tempat yang lebih senior dibanding dengan saham preferen.
Pada
dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh pemodal dengan membeli atau
memiliki saham:
1)
Dividend
Yaitu
pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas
keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari
pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka
pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif
lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui
sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. Umumnya, dividen
merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka
panjang seperti misalnya pemodal institusi atau dana pensiun dan lain-lain.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai - artinya kepada
setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai (cash devidend)
dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa
dividen saham (stock devidend) yang berarti kepada setiap pemegang saham
diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang
pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2)
Capital Gain.
Capital
gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital
gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Misalnya seorang pemodal membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 3.000
kemudian menjualnya dengan harga per saham Rp 3.500 yang berarti pemodal
tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang
dijualnya. Umumnya pemodal dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan
melalui capital gain. Misalnya seorang pemodal membeli saham pada pagi hari dan
kemudian menjualnya lagi pada siang hari jika saham mengalami kenaikan. Saham
dikenal dengan karakteristik high risk - high return. Artinya
saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tinggi namun
juga berpotensi risiko tinggi. Saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan return
atau keuntungan (capital gain) dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
Namun, seiring dengan berfluktuasinya harga saham, maka saham juga dapat
membuat pemodal mengalami kerugian besar dalam waktu singkat.
Risiko-risiko
yang dihadapi pemodal dengan kepemilikan sahamnya:
(a)
Tidak Mendapat Dividen.
Perusahaan akan membagikan dividen jika operasi
perusahaan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian perusahaan tidak dapat
membagikan dividen jika perusahaan tersebut mengalami kerugian. Dengan demikian
potensi keuntungan pemodal untuk mendapatkan dividen ditentukan oleh kinerja
perusahaan tersebut.
(b)
Capital Loss.
Dalam
aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan capital gain
alias keuntungan atas saham yang dijualnya. Ada kalanya pemodal harus menjual
saham dengan harga jual lebih rendah dari harga beli. Dengan demikian seorang
pemodal mengalami capital loss. Misalnya seorang pemodal memiliki saham Indosat
(ISAT) dengan harga beli Rp 9.000 namun beberapa waktu kemudian dijual dengan
harga per saham Rp 8.000,- yang berarti pemodal tersebut mengalami capital
loss Rp 1.000 untuk setiap saham yang dijual. Dalam jual beli saham,
terkadang untuk menghindari potensi kerugian yang makin besar seiring dengan
terus menurunnya harga saham, maka seorang investor rela menjual saham dengan
harga rendah. Istilah ini dikenal dengan istilah cut loss. Disamping
risiko diatas, seorang pemegang saham juga masih dihadapkan dengan potensi
risiko lainnya yaitu:
(c)
Perusahaan bangkrut atau dilikuidasi
Jika
suatu perusahaan bangkrut, maka tentu saja akan berdampak secara langsung
kepada saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di
Bursa Efek, maka jika suatu perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, maka secara
otomatis saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari Bursa atau di-delist.
Dalam kondisi perusahaan dilikuidasi, maka pemegang saham akan menempati posisi
lebih rendah dibanding kreditur atau pemegang obligasi, artinya setelah semua
aset perusahaan tersebut dijual, terlebih dahulu dibagikan kepada para kreditur
atau pemegang obligasi, dan jika masih terdapat sisa, baru dibagikan kepada
para pemegang saham.
(d)
Saham
dihapuscatatkan dari Bursa Efek (Delisting)
Risiko lain yang dihadapi oleh para pemodal adalah jika
saham perusahaan dikeluarkan dari pencatatan di Bursa Efek alias di-delist.
Suatu saham perusahaan di-delist dari Bursa umumnya karena kinerja yang
buruk misalnya dalam kurun waktu tertentu tidak pernah diperdagangkan,
mengalami kerugian beberapa tahun, tidak membagikan dividen secara
berturut-turut selama beberapa tahun, dan berbagai kondisi lainnya sesuai
dengan Peraturan Pencatatan Efek di Bursa (akan dijelaskan lebih detail pada
bagian lain). Saham yang telah didelist tentu saja tidak lagi diperdagangkan di
Bursa, namun tetap dapat diperdagangkan di Luar Bursa dengan konsekuensi tidak
terdapat patokan harga yang jelas dan jika terjual biasanya dengan harga yang
jauh dari harga sebelumnya.
2.
Obligasi (Bond)
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak
antara pemberi dana (dalam hal ini pemodal) dengan yang diberi dana (emiten).
Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang menyatakan bahwa pemilik kertas
tersebut telah membeli hutang perusahaan yang menerbitkan obligasi. Penerbit
membayar bunga atas obligasi tersebut pada tanggal-tanggal yg telah ditentukan
secara periodik, dan pada akhirnya menebus nilai utang tersebut pada saat jatuh
tempo dengan mengembalikan jumlah pokok pinjaman ditambah bunga yg terutang.
Pada umumnya, instrumen ini memberikan bunga yang tetap secara periodik. Bila
bunga dalam sistem ekonomi menurun, nilai obligasi naik;dan sebaliknya jika
bunga meningkat, nilai obligasi turun.
Banyak sekali perbedaan antara saham dan obligasi. Yang satu bukti
pemilikan, dan yang lainnya merupakan bukti utang. Salah satu perbedaan itu
adalah aspek jatuh temponya: obligasi walaupun jangka panjang, tetap ada jatuh
temponya (kecuali perpectual bonds yang kini hampir musnah), sedangkan
saham tidak memiliki jatuh tempo.
Varian jenis-jenis obligasi nyaris tak terbatas. Rumpun aktiva
keuangan yang bernama obligasi bisa dikelompokkan berdasar tipe emiten,
berdasar maturity atau masa jatuh temponya, berdasar agunan, berdasar
ada atau tidaknya indeksasi pelunasan, berdasarkan variasi penetapan tingkat
bunga, berdasarkan ada atau tidaknya hak penukaran atau konversi, dan
seterusnya. Di pasar modal Indonesia, saat ini, diperdagangkan dua jenis
obligasi, yaitu: obligasi biasa dan konversi. Tapi, dalam kelompok obligasi
biasa terdapat variasi yang cukup kaya, yaitu: obligasi yang diterbitkan oleh
BUMN dan perusahaan swasta; obligasi yang memiliki tingkat bunga tetap dan
mengambang; obligasi yang memiliki agunan atau penanggung dan yang tidak; dan
seterusnya.
Bagi
pemodal, dua hal saja yang penting diperhatikan, yaitu tingkat risiko dan
potensi keuntungan. Untuk yang pertama bisa digunakan peringkat obligasi
tersebut sebagai acuan.
Berkaitan
dengan perdagangan obligasi, dikenal istilah-istilah berikut:
·
Face value atau
nilai pari, menunjukkan besarnya nilai obligasi yang dikeluarkan.
·
Jatuh tempo,
merupakan tanggal ditetapkannya emiten obligasi harus membayar kembali uang
yang telah dikeluarkan investor pada saat membeli obligasi. Jumlah uang yang
harus dibayar sama besarnya dengan nilai pari obligasi. Tanggal jatuh tempo
tersebut tercantum dalam sertifikat obligasi.
·
Bunga atau kupon,
merupakan pendapatan (yield) yang diperoleh pemegang obligasi, yang mana
periode waktu pembayarannya dapat berbeda-beda misalnya ada yang membayar
sekali dalam tiga bulan, enam bulan atau sekali dalam setahun.
Dalam
melakukan investasi dengan membeli obligasi, investor wajib mengerti dan
menyadari benar mengenai manfaat dan risiko yang terkandung dalam instrumen
obligasi.
a.
Manfaat Obligasi
Obligasi
dikenal sebagai Fixed Income Securities atau surat berharga yang
memberikan pendapatan tetap, yaitu berupa bunga atau kupon yang dibayarkan
dengan jumlah yang tetap (misalnya sebesar 16% per tahun) pada waktu yang telah
ditetapkan, misalnya setiap 3 bulan, 6 bulan atau satu tahun sekali. Obligasi juga mengenal penghasilan dari capital gain,
yaitu selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian.
b.
Risiko Obligasi
Kesulitan
untuk menentukan penghasilan obligasi adalah sulitnya memperkirakan
perkembangan suku bunga. Padahal harga obligasi sangat tergantung dari
perkembangan suku bunga. Bila suku bunga bank menunjukkan kecenderungan
meningkat, pemegang obligasi akan menderita kerugian karena harga obligasi akan
turun. Di samping risiko perkembangan suku bunga yang sulit dipantau, pemegang
obligasi juga menghadapi risiko callability, pelunasan sebelum jatuh tempo.
Betapa menguntungkannya bila kita memiliki obligasi yang membayar bunga tetap
di saat suku bunga menurun. Namun sayangnya keuntungan seperti ini tidak
selamanya bisa dinikmati. Banyak obligasi yang telah dikeluarkan oleh emiten,
bisa ditarik kembali sebelum tiba saat jatuh tempo.
3.
Obligasi Konversi (Convertible Bond)
Obligasi
konversi, sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, misalnya, memberikan
kupon yang tetap, memiliki waktu jatuh tempo dan memiliki nilai pari. Hanya
saja, obligasi konversi memiliki keunikan, yaitu bisa ditukar dengan saham
biasa. Pada obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan
konversi. Misalnya, setiap obligasi konversi bisa dikonversi menjadi 3 lembar
saham biasa setelah 1 Januari 2006. Persyaratan ini tidak sama diantara
obligasi konversi yang satu dengan yang lainnya. Obligasi konversi (convertible
bond), sudah dikenal di pasar modal Indonesia. Untuk kalangan emiten swasta, sebenarnya obligasi
konversi lebih dulu populer daripada obligasi. Kecenderungan melakukan emisi
obligasi baru menunjukkan aktivitas yang meningkat sejak tahun 1992, sedang
obligasi konversi sudah memasuki pasar menjelang akhir tahun 1990.
4.
Reksa Dana (Mutual Funds)
Reksa
dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal,
khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan
keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang
sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,
mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan
pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat
meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Dilihat dari asal kata-nya, Reksa Dana berasal dari kosa kata “reksa” yang
berarti jaga atau pelihara dan kata “dana” yang berarti kumpulan uang, sehingga
reksa dana dapat diartikan sebagai “kumpulan uang yang dipelihara bersama untuk
suatu kepentingan”. Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai wadah yang
dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Manfaat
yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:
a.
Pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat
melakukan diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil
risiko. Sebagai contoh, seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki
portfolio obligasi, yang tidak mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana
besar. Dengan Reksa Dana, maka akan terkumpul dana dalam jumlah yang besar
sehingga akan memudahkan diversifikasi baik untuk instrumen di pasar modal
maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada berbagai jenis instrumen
seperti deposito, saham, obligasi.
b.
Reksa Dana
mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal. Menentukan
saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah, namun
memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal
memiliki pengetahuan tersebut.
c.
Efisiensi
waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana tersebut dikelola
oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repot-repot untuk
memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada
manajer investasi tersebut.
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping
mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai
peluang risiko, antara lain:
a.
Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko
ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat
berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.
b.
Risiko Likuiditas
Risiko
ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian
besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas
unit-unit yang dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang
tunai atas redemption tersebut.
c.
Risiko Wanprestasi
Risiko
ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan
asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti
rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan
Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang
dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.
Dilihat
dari bentuknya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:
a.
Reksa Dana Berbentuk Perseroan (Corporate
Type)
Dalam bentuk Reksa Dana ini, perusahaan penerbit Reksa
Dana menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari hasil
penjualan tersebut di investasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan
di pasar modal maupun pasar uang. Reksa Dana bentuk Perseroan dibedakan lagi
berdasarkan sifatnya menjadi Reksa Dana Perseroan yang tertutup dan Reksa Dana
Perseroan yang terbuka. Bentuk ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Bentuk hukumnya adalah Perseroan Terbatas (PT).
2)
Pengelolaan kekayaan Reksa Dana didasarkan pada kontrak antara
Direksi Perusahaan dengan Manajer Investasi yang ditunjuk.
3)
Penyimpanan kekayaan Reksa Dana didasarkan pada kontrak antara
Manajer Investasi dengan Bank Kustodian.
b.
Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi
Kolektif (Contractual Type)
Reksa
Dana bentuk ini, merupakan kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank
Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan, di mana Manajer Investasi
diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank
Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Bentuk inilah
yang lebih populer dan jumlahnya semakin bertambah dibandingkan dengan Reksa
Dana yang berbentuk Perseroan. Bentuk ini bercirikan:
- Bentuk hukumnya adalah Kontrak Investasi Kolektif.
- Pengelolaan Reksa Dana dilakukan oleh Manajer Investasi berdasarkan kontrak.
- Penyimpanan kekayaan investasi kolektif dilaksanakan oleh Bank Kustodian berdasarkan kontrak.
5.
Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (Indonesian
Depository Receipt)
Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (SPEI) adalah Efek
yang memberikan hak kepada pemegangnya atas Efek Utama yang dititipkan secara
kolektif pada Bank Kustodian yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Bapepam
telah mengeluarkan peraturan tentang SPEI ini, namun sampai saat ini belum ada
perusahaan yang menerbitkan Efek jenis ini di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar