KAJIAN HUKUM
MENGENAI
UNDANG – UNDANG NO. 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
A.
Latar Belakang
Perkembangan jaman saat ini sangatlah pesat bila
dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan
yang ada sudah cukup berkembang apalagi dengan hadirnya era internet. Kebutuhan
akan dunia yang serba praktis ini mendukung semakin berkembanganya dunia maya.
Semua orang saat ini butuh sesuatu yang serba cepat. Untuk mencari sesuatu
didalam jaringan Internet semua orang bisa mengakses dan mendapatkan informasi
dengan mudah.
Informasi sangat mudah didapat pada saat era internet
seperti saat ini. Mulai dari anak kecil sampai orang tua sering menggunakan
layanan jaringan internet. Setiap
infomasi yang mereka butuhkan sangat cepat dan mudah didapat. Hanya menggunakan
tombol Klik saja maka informasi yang mereka inginkan bisa didapat di dalam
jaringan Internet.
Dunia maya memastikan untuk kita berhubungan dengan
banyak orang. Informasi yang kita peroleh pun juga bertambah banyak. Cara kita
memperoleh informasi inilah sekarang dilindungi melalui suatu peratutan
perundangann yang ada di UU no. 11 Tahun 2008. Begitu banyak cara kita
memperoleh informasi di dalam dunia maya. Informasi mengenai apa saja dapat
dicari di Jaringan Internet Dunia Maya. Banyak
orang yang sering menyalah gunakan penggunaan Informasi secara elektonik ini olek
karena itu dibutuhkan sesuatu aturan perundang – undangan untuk melindunginya.
Selain untuk mencari informasi maka kita dapat juga
melakukan trasaksi melalui jaringan Internet. Transaksi elektronik saat ini sudah
sering dilakukan karena orang begitu ingin praktisnya. Sebagai contohnya seseorang ingin membeli tas pada masa kini,
maka orang tersebut tidak perlu keluar rumah untuk pergi ke Toko Tas. Cukup
didepan Komputer yang sudah terhubung dengan jaringan Internet orang tersebut dapat membeli tas. Dengan melihat spesifikasi
dan harga tas yang diinginkan maka dengan menekan tombol klik saja orang itu
sudah dapat memesan tas yang diinginkan. Proses pembayarannya dilakukan dengan
sistem transfer antar rekening bank dan tas pun dikirim ke alamat tujuan
setelah proses pembayaran selesai. Proses transaksi seperti ini lah yang
dilindungi dalam UU no. 11 Tahun 2008.
Sesuai dengan penjelasan umum UU no. 11 Tahun 2008 Pemanfaatan
Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku
masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa
batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana
efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru
yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber
law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika
yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media,
dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi
informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world
law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan
yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik
dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah
ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi
secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem
komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan
perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau
sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun
bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi
tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan
keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang
berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi
merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau
menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen
sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam
suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan
pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang
lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem
antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat
lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam
pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan
communication. Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama
memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan
yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan
pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya
tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun
dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun
pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana
kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian
merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja
belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,
melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan
dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian,
dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang
keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui
sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan
nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di
bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang
terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di
bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut
juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan
sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada
ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional
saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal
yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan
virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang
yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce
antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan
dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu
diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi,
media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu,
terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu
pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk
mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,
pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan
pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
B.
Pembahasan.
Pembahasan mengenai kajian hukum yang akan kami
lakukan ini adalah kajian hukum berupa pasal demi pasal yang akan dijadikan
sebagai pedoman untuk sosialisasi atas telah disahkannya UU no. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elekronik. Penulis bukan seorang akademisi dari
kalangan sistem Informasi tapi hanya seorang praktisi hukum saja yang tahu akan
sebuah sistem informasi dan suka menggunakan mencari Informasi dan melakukan
Transaksi Elektronik jadi mohon maaf sebelumnya bila ada kekurangan dalam
pembahasan ini.
Pada Pasal 1 sudah cukup jelas pemaparan mengenai
Ketentuan Umum yang akan di atur dalam UU no. 11 Tahun 2008 ini. Sedangakan
pada pasal 2 mengandung makna bahwa Undang-Undang ini memiliki jangkauan
yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia
dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia
baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum
Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia”
adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi
nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan
dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum
Indonesia.
Pada pasal 3 “Asas kepastian hukum” berarti landasan
hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta
segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses
berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang
bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan
kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para
pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa
sepengetahuan pihak lain tersebut.
“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral
teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat
mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pada pasal 4 ini membahasa mengenai Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah jelas dalam pemanfaatannya.
Sedangkan dalam pasal 5 dibahas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah pada
ayat (1). Segala data yang berasal dari elektronik bila diprint atau dicetak
maka itu dapat menjadi alat bukti yang sah dalam proses persidangan di
Pengadilan. Hal ini dapat dikategorikan sebagai alat bukti Surat.
Pada pasal 6 sudah jelas dibahas bahwa bentuk
informasi tidak hanya tertulis dikertas saja tetapi dapat dituangkan dalam
bentuk data secara elektronik. Pada pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan bahwa
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai
alasan timbulnya suatu hak. Pada pasal 8 ada perkecualian – perkecualin yang
ditentukan lain.
Pada Pasal 9 Yang dimaksud dengan “informasi yang
lengkap dan benar” meliputi:
a. informasi yang memuat identitas
serta status subjek hukum dan kompetensinya,
baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b. informasi
lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan
deskripsi barang/jasa.
Pada Pasal 10 adanya suatu sertifikasi yang memberikan
suatu suatu sertifiasi mengenai
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang
melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui
penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi
Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada
laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Pada pasal 11 ini dibahasa mengenai Tandatangan
elektronik dimana Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa
meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan
yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum
dan akibat hukum. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan
persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik.
Ketentuan ini membuka kesempatan seluas – luasnya kepada siapa pun untuk
mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode,
sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Pada Pasal 12 ini dibahas
mengenai siapa yang berhak dan dapat menggunakan tanda tangan elektronik ini.
Batasan – batasan untuk keamanan juga diperlukan dalam tanda tangan elektonik
ini.
Pada Pasal 13 membahas mengenai perlunya
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan
berdomisili di Indonesia.
Pada pasal 14 Penyelenggara Elektronik harus
menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti. Informasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pada pasal 15 ini
membahas mengenai penyelenggaraan Sistem Elektronik harus menyelenggarakan
Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap
beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya. “Andal” artinya Sistem
Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
“Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan
sesuai dengan spesifikasinya. “Bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum yang
bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut. Pasal 16 membahas mengenai syarat minimum untuk dapat sebagai
Penyelenggaraan Sistem Elektronik.
Pasal 17 membahas
mengenai Trasnsaksi Elektronik dan Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat
dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Undang-Undang ini memberikan
peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi harus
dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar
dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Pada pasal 18 membahas mengenai Transaksi Elektronik yang
dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. Kewenangan
penyelesain sengketa bisa memilih dimana mana menyelesaikan sengketa tersebut
dilakukan menggunakan kewenangan pengadilan. Pilihan hukum yang dilakukan oleh
para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara
elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai
hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam
Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur
asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional
(HPI).
Dalam hal tidak ada
pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum
perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada
kontrak tersebut.
Apabila tidak memilih
tempat penyelesaian sengketa maka berlaku hukum Internasional. Forum yang
berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan
secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut
dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya.
Dalam hal para pihak
tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip
atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat
tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan
pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness).
Pada pasal 19 Para
pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik
yang disepakati. Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga
mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang
bersangkutan. Pada pasal 20 membahas mengenai Pengecualian dari para pihak yang
membuat transaksi elektronik. Transaksi Elektronik terjadi pada saat
kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data,
identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Pada Pasal 21 membahas
mengenai Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri,
melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. Yang
dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam
surat kuasa.
Pada Pasal 22 membahas
mengenai Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada
Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan
perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
Yang dimaksud dengan
“fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen
Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya,
misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Pada Pasal 23
berhubungan dengan nama domain yang berhak memiliki nama domain adalah Setiap penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan
prinsip pendaftar pertama. Nama Domain berupa alamat atau jati diri
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang
perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first
serve).
Prinsip pendaftar
pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti
pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Yang dimaksud dengan
“melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan
hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya
merugikan Orang lain.
Yang dimaksud dengan
“penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan
Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang
lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau
nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau
ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.
Pada pasal 24 membahas
mengenai Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam hal
terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak
mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
Pada pasal 25 membahas
mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi
karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya
dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya
intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan
sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang - Undang ini dengan memperhatikan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pada Pasal 26 ada
pengecualian mengenai hak pribadi yang dimaksud adalah Dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari
hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai
berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan
bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang
lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang
kehidupan pribadi dan data seseorang.
Perbuatan – perbuatan
yang dilarang oleh Peraturan perundang – undangan ini :
Pada Pasal 27
membahas mengenai perbuatan yang
dilarang oleh Undang – Undang ini yaitu Perbuatan sesorang yang dilakukan
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar
kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan dan pengancaman.
Pada pasal 28
membahas mengenai perbuatan yang
dilarang oleh Undang – Undang ini yaitu Perbuatan sesorang yang dilakukan
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat berita bohong dan yang
mengakibatkan permusuhan SARA.
Pada pasal 29 Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang
ditujukan secara pribadi.
Pada pasal 30 Setiap
orang yang secara melawan hukum mengakses komputer atau sistem elektonik milik
orang lain dengan cara apapun baik untuk tujuan memperoleh data elektronik
maupun untuk membobol sistem pengamanaan.
Pada pasal 31 Setiap
orang yang secara melawan hukum menyadap, menghentikan yang sedang
ditransmisikan data elektronik kecuali petugas penegak hukum.
Pada Pasal 32 Setiap
orang yang secara melawan hukum menghilangkan atau merubah istem informasi.
Pasal 33 melarang
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja membuat sistem informasi
itu bekerja tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 34 melarang
setiap orang yang membuat atau memproduksi setiap perangkat keras dan perangkat
lunak yang dapat mengakibatkan perbuatan dari pasal 27 – 33.
Pada pasal 35 membahas
mengenai Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pada pasal 36 membahas
mengenai Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pada Pasal 37 membahas
mengenai Loctus Delikti yaitu Setiap
Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem
Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pembahasan berikutnya
menganai Penyelesaian Sengketa.
Pada Pasal 38 setiap
orang dapat mengajukan Gugatan apabila dirugikan dengan adanya perbuatan
melawan hukum sesuai dalam peraturan perundang – undangan ini dan dapat
diselesaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku atau melalui lembaga
arbiterase.
Pasal 39 Gugatan
secara perdata dapat dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang – undangan
yang berlaku.
Pada pasal 40 sampai
41 mengatur peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan teknologi
ini.
Proses Penyelidikan :
Pada pasal 42 sampai
44 membahas masalah mengenai penyidikan. Yang bertugas untuk melakuakan
penyidikan yaitu Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan
ketentuan dalam Undang- Undang ini.
Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana
untu melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Alat bukti penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang
ini adalah sebagai berikut:
a.
alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b.
alat bukti lain
berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).
Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana
berserta sanksinya diatur dalam pasal 45 sampai pasal 51.
Pada Pasal 52 diatur
mengenai pemberatan Pidana. Maksud dari pemberatan Pidana adalah penambahan
sanksi pidana karena perbuatan pidana itu cukup membahayakan dan merugikan bagi
korban kejahatan.
Ketentuan Peralihan
Pada pasal 53
Pada saat berlakunya
Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang
berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
Ketentuan Penutup
Pada pasal Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan
Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya
Undang-Undang ini.
C. Penutup.
Demikianlah kajian
hukum ini mengenai Undang – Undang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik. Semoga dapat bermanfaat bagi semuanya.
0 komentar:
Posting Komentar