Kriteria Pengukuran Implementasi Kebijakan
Menurut Grindle (1980: 10) dan
Quade (1984: 310), untuk mengukur kinerja implementasi suatu kebijakan publik
harus memperhatikan variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan. Perhatian
itu perlu diarahkan karena melalui pemilihan kebijakan yang tepat maka masyarakat
dapat berpartisipasi memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih
diperlukan organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan
berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi pelayanan
publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya yang positif
atau negatif. Jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan
akan menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan akan berpengaruh
terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan
berpandangan negatif maka akan terjadi benturan sikap, sehingga proses
implementasi terancam akan gagal. Lebih daripada tiga aspek tersebut, kepatuhan
kelompok sasaran kebijakan merupakan hasil langsung dari implementasi kebijakan
yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.
Kriteria pengukuran
keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin (1986: 12) didasarkan
pada tiga aspek, yaitu: (1) tingkat kepatuhan birokrasi terhadap birokrasi di
atasnya atau tingkatan birokrasi sebagaimana diatur dalam undang-undang, (2)
adanya kelancaran rutinitas dan tidak adanya masalah; serta (3) pelaksanaan dan
dampak (manfaat) yang dikehendaki dari semua program yang ada terarah.
Sedangkan menurut Goggin et al. (1990: 20-21, 31-40), proses
implementasi kebijakan sebagai upaya transfer informasi atau pesan dari
institusi yang lebih tinggi ke institusi yang lebih rendah diukur keberhasilan
kinerjanya berdasarkan variabel: (1) dorongan dan paksaan pada tingkat federal,
(2) kapasitas pusat/negara, dan (3) dorongan dan paksaan pada tingkat pusat dan
daerah.
Variabel dorongan dan paksaan
pada tingkat pusat ditentukan oleh legitimasi dan kredibilitas, yaitu semakin
sahih kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat di mata daerah maka
semakin besar kredibilitasnya, begitu pula sebaliknya. Untuk mengukur kekuatan
isi dan pesan kebijakan dapat dilihat melalui: (i) besarnya dana yang
dialokasikan, dengan asumsi bahwa semakin besar dana yang dialokasikan maka
semakin serius kebijakan tersebut dilaksanakan dan (ii) bentuk kebijakan yang
memuat antara lain, kejelasan kebijakan, konsistensi pelaksanaan, frekuensi
pelaksanaan dan diterimanya pesan secara benar. Sementara itu, untuk mengetahui
variabel kapasitas pusat atau kapasitas organisasi dapat dilihat melalui
seberapa jauh organisasi pelaksana kebijakan mampu memanfaatkan wewenang yang
dimiliki, bagaimana hubungannya dengan struktur birokrasi yang ada dan
bagaimana mengkoordinasikan berbagai sumberdaya yang tersedia dalam organisasi
dan dalam masyarakat.
Model kesesuaian implementasi
kebijakan atau program dari Korten juga relevan digunakan (lihat kembali Gambar
3 dan penjelasannya) sebagai kriteria pengukuran implementasi kebijakan. Dengan
kata lain, keefektifan kebijakan atau program menurut Korten tergantung pada
tingkat kesesuaian antara program dengan pemanfaat, kesesuaian program dengan
organisasi pelaksana dan kesesuaian program kelompok pemanfaat dengan
organisasi pelaksana.
Selain kriteria pengukuran
implementasi kebijakan di atas, perlu pula dipahami adanya hubungan pengaruh
antara implementasi kebijakan dengan faktor lain. Hal ini sesuai dengan
pendapat Van Meter dan Van Horn (lihat Grindle, 1980: 6) bahwa terdapat
variabel bebas yang saling berkaitan sekaligus menghubungkan antara kebijakan
dengan prestasi kerja. Variabel yang dimaksud oleh keduanya meliputi: (i)
ukuran dan tujuan kebijakan, (ii) sumber kebijakan, (iii) ciri atau sifat
badan/instansi pelaksana, (iv) komunikasi antar organisasi terkait dan
komunikasi kegiatan yang dilaksanakan, (v) sikap para pelaksana, dan (vi)
lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Menurut Quade (1984: 310),
dalam proses implementasi kebijakan yang ideal akan terjadi interaksi dan
reaksi dari organisasi pengimplementasi, kelompok sasaran dan faktor lingkungan
yang mengakibatkan munculnya tekanan dan diikuti dengan tindakan tawar-menawar
atau transaksi. Dari transaksi tersebut diperoleh umpan balik yang oleh
pengambil kebijakan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam perumusan
kebijakan selanjutnya. Quade memberikan gambaran bahwa terdapat empat variabel
yang harus diteliti dalam analisis implementasi kebijakan publik, yaitu: (1) Kebijakan
yang diimpikan, yaitu pola interaksi yang diimpikan agar orang yang menetapkan
kebijakan berusaha untuk mewujudkan; (2) Kelompok target, yaitu subyek yang
diharapkan dapat mengadopsi pola interaksi baru melalui kebijakan dan subyek
yang harus berubah untuk memenuhi kebutuhannya; (3) Organisasi yang melaksanakan,
yaitu biasanya berupa unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab
mengimplementasikan kebijakan; dan (4) Faktor lingkungan, yaitu elemen dalam
lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan.
Sebagai komparasi dapat
dipahami pemikiran Mazmanian dan Sabatier yang mengembangkan “kerangka kerja
analisis implementasi” (lihat Wahab, 1991: 117). Menurutnya, peran penting
analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel yang
mempengaruhi pencapaian tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi.
Variabel yang dimaksud oleh Mazmanian dan Sabatier diklasifikasikan ke dalam
tiga kategori umum, yaitu: (1) mudah atau sulitnya dikendalikan masalah yang
digarap; (2) kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses implementasinya;
dan (3) pengaruh langsung variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi
tujuan yang termuat dalam kebijakan. Ketiga variabel ini disebut variabel bebas
yang dibedakan dengan tahap implementasi yang harus dilalui sebagai variabel
terikat.
Variabel mudah atau sulitnya
suatu masalah dikendalikan mencakup: (i) kesukaran teknis, (ii) keragaman
perilaku kelompok sasaran, (iii) persentase kelompok sasaran dibandingkan
dengan jumlah penduduk, dan (iv) ruang lingkup perubahan perilaku yang
diinginkan. Variabel kemampuan kebijakan untuk mensistematisasi proses
implementasi mencakup: (i) kejelasan dan konsistensi tujuan, (ii) ketepatan
alokasi sumber daya, (iii) keterpaduan hirarki dalam dan di antara lembaga
pelaksana, (iv) aturan keputusan dari badan pelaksana, (v) rekruitmen pejabat
pelaksana, dan (vi) akses formal pihak luar. Variabel di luar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi mencakup: (i) kondisi sosial ekonomi dan
teknologi, (ii) dukungan publik, (iii) sikap dan sumber daya yang dimiliki kelompok,
(iv) dukungan dari pejabat atasan, dan (v) komitmen dan kemampuan kepemimpinan
pejabat pelaksana (Keban, 2007: 16). Sedangkan variabel terikat yang
ditunjukkan melalui tahapan dalam proses implementasi mencakup: (i) output
kebijakan badan pelaksana, (ii) kesediaan kelompok sasaran mematuhi output
kebijakan, (iii) dampak nyata output kebijakan, (iv) dampak output kebijakan
sebagaimana yang dipersepsikan, dan (v) perbaikan.
Penutup
Artikulasi
konsep implementasi kebijakan ini menunjukkan adanya perpaduan sejumlah elemen dari
model-model implementasi kebijakan, khususnya elemen model proses politik dan
administrasi, model kesesuaian, model linier dan model interaktif ke dalam
suatu konstruksi model deskriptif sistem determinan implementasi kebijakan.
Kerangka konseptual yang telah dibicarakan di atas mencakup dimensi dan
indikator dari keempat model implementasi kebijakan yang diperkenalkan. Aspek
yang secara langsung mengacu pada model proses politik dan administrasi adalah
kesesuaian isi kebijakan dengan apa yang dilaksanakan, jenis manfaat yang
dirasakan oleh kelompok target dan perubahan yang terjadi melalui implementasi
kebijakan. Tiga aspek tersebut merupakan elemen dari dimensi isi kebijakan
dalam model proses politik dan administrasi. Sedangkan aspek yang secara tidak
langsung mengacu pada keempat model implementasi kebijakan tersebut adalah
sebagian besar dari aspek kebijakan yang dibicarakan, seperti aspek kejelasan
tujuan kebijakan bagi pelaksana, kesesuaian isi kebijakan dan konsistensi isi
kebijakan dengan program dan pelaksanaannya. Tiga aspek kebijakan tersebut
implisit dalam makna dari kata kepentingan yang berpengaruh sebagai elemen dari
dimensi isi kebijakan dalam model proses politik dan administrasi. Begitu pula
aspek lain yang dibicarakan, seperti hubungan sosial yang solid, kerjasama
dengan lembaga mitra, kepemimpinan berdasarkan hati nurani dan politik,
implisit dalam makna kata daya tanggap, kekuasaan, kepentingan dan strategi
aktor serta kepatuhan. Aspek-aspek tersebut merupakan bagian dari dimensi
konteks implementasi dalam model proses politik dan administrasi sebagai faktor
yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan.
Daftar Pustaka
Baedhowi.
2004. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan: Studi Kasus
di Kabupaten Kendal dan Kota Surakarta, Disertasi Departemen Ilmu
Administrasi FISIP Universitas Indonesia, Jakarta.
Edward III,
George C (edited), 1984, Public Policy Implementing, Jai Press Inc,
London-England.
Goggin, Malcolm L et al. 1990. Implementation, Theory and
Practice: Toward a Third Generation, Scott, Foresmann and Company, USA.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in The
Third World, Princnton University Press, New Jersey.
Keban,
Yeremias T. 2007. Pembangunan Birokrasi di Indonesia: Agenda Kenegaraan yang
Terabaikan, Pidato Pengukuran Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Korten, David C dan Syahrir. 1980. Pembangunan Berdimensi
Kerakyatan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Mazmanian,
Daniel A and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy,
Scott Foresman and Company, USA.
Nakamura,
Robert T and FrankSmallwood. 1980. The Politics of Policy Implementation,
St. Martin Press, New York.
Quade, E.S. 1984. Analysis For Public
Decisions, Elsevier Science Publishers, New York.
Ripley, Rendal
B. and Grace A. Franklin. 1986. Policy Implementation and Bureaucracy,
second edition, the Dorsey Press, Chicago-Illionis.
Sabatier, Paul. 1986. “Top down and Bottom
up Approaches to Implementation Research” Journal of Public Policy 6,
(Jan), h. 21-48.
Tarigan1, Antonius. 2000. Implementasi
Kebijakan Jaring Pengaman Sosial: Studi Kasus Program Pengembangan Kecamatan di
Kabupaten Dati II Lebak, Jawa Barat, Tesis Masigter Administrasi Publik UGM
Yogyakarta.
Wahab, Solichin A. 1991. Analisis
Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara Jakarta.
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik,
Intermedia Jakarta.
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses
Kebijakan Publik, Media Pressindo Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar