Sabtu, 08 Juni 2013

Perkembangan dan Dinamika Administrasi Negara di Indonesia:
Pergulatan Wacana Administrasi “Negara” vis a vis Administrasi “Publik”

Pendahuluan
Sejak Woodrow Wilson “menggegerkan” publik Amerika Serikat melalui tulisannya yang berjudul The Study of Administration (1887) pada jurnal Political Science Quarterly, administrasi negara[1] mulai berkembang sampai ke antero dunia, termasuk ke Indonesia. Sejak dekade 1990an, administrasi negara telah berkembang pesat dibandingkan zamannya Wilson. Tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan ilmu administrasi negara begitu masif terjadi di negara asalnya Amerika Serikat dan negara-negara Anglo-Saxon lainnya seperti Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Sedangkan di negara-negara berkembang, dinamika administrasi negara tidak begitu intens karena masih kuatnya kontrol politik, birokrasi dan budaya.
Secara teori, konsep dan paradigma, administrasi negara mengalami perkembangan yang cukup cepat. Banyak bermunculan teori-teori kontemporer di dalam khasanah administrasi negara yang mengkritik dan memperkaya teori-teori klasik seperti teori tentang organisasi dan birokrasi. Perkembangan itu adalah sesuatu yang wajar mengingat administrasi negara merupakan bagian dari ilmu sosial yang memiliki karakteristik yang dinamis, tidak seperti halnya ilmu-ilmu alam yang cenderung pasif dan positivistik. Perkembangan ini patut diapresiasi karena hal ini menandakan administrasi negara mampu eksis di tengah persoalan-persoalan masyarakat yang semakin kompleks dan butuh solusi yang konkrit.
Perkembangan teori, konsep dan paradigma di dalam administrasi juga begitu beragam (distinct) dan unik. Setiap cerdik-cendikia administrasi negara memiliki teori dan konsep administrasi negara dengan argumentasi dan penafsiran yang berbeda satu sama lain, sehingga dinamika pemikiran administrasi negara begitu terasa gezah-nya. Di samping itu, kondisi dunia yang sudah semakin menglobal dimana semakin tidak jelasnya batas-batas geografis negara berkat revolusi teknologi informasi, ikut mempengaruhi perkembangan teori, konsep dan paradigma administrasi negara. Sedikit-banyaknya teori, konsep dan paradigma administrasi negara telah terkooptasi dengan ideologi globalisasi yang menginginkan setiap negara, menjadi satu kesatuan teritorial secara non-fisik. Artinya, tidak ada lagi sekat-sekat atau batas negara yang terlalu jauh untuk dijangkau karena semuanya dapat dijelajahi dalam waktu singkat dengan memanfaatkan media teknologi informasi.
Dinamika ini membawa pengaruh besar dalam keilmuwan administrasi negara di berbagai belahan dunia. Tidak saja di negara asalnya dan di negara maju lainnya, di negara-negara sedang berkembang, terutama Indonesia wacana keilmuwan administrasi negara berkembang dengan cepat dan begitu dinamis. Secara konseptual telah terjadi perkembangan yang sangat signifikan dalam teori dan paradigma administrasi negara di Indonesia. Perkembangan ini tentu saja dipelopori oleh kalangan akademisi kampus yang menggeluti administrasi negara maupun masyarakat luas yang memiliki concern terhadap administrasi negara. Fakta ini bisa dilacak dari dinamika keilmuwan yang berkembang di berbagai perguruan tinggi negeri, swasta dan perguruan tinggi kedinasan yang menyelenggarakan program administrasi negara.[2] Setiap tempat yang menyelenggarakan pendidikan administrasi negara memiliki horison tersendiri dan berbeda satu sama lain. Dinamika ini lebih disebabkan karena interpretasi yang berbeda tentang teori, konsep dan paradigma administrasi negara yang berkembang dalam keilmuwan administrasi negara.
Tidak bisa dinafikan bahwa teori, konsep dan paradigma administrasi negara yang berkembang di Indonesia diimpor dari luar. Teori tentang kebijakan publik, teori manajemen publik dan teori governance adalah teori yang lahir di Barat, yang kemudian diadopsi oleh kalangan akademisi dan praktisi administrasi negara di Indonesia. Sampai saat ini, penulis belum menemukan satu pun tulisan atau pun buku tentang teori administrasi negara yang ”asli” Indonesia. Kebanyakan, buku-buku tentang teori administrasi negara yang ditulis oleh orang Indonesia dan beredar di Indonesia merupakan buku-buku yang mencuplik teori-teori administrasi negara dari luar dengan sedikit modifikasi (threatment) dan tambahan di sana-sini dengan kasus Indonesia.[3] Fenomena ini jika dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan hilangnya kemandirian dan identitas administrasi negara Indonesia.
Keilmuwan administrasi negara di Indonesia berlangsung dalam kondisi yang dinamis sudah terasa sejak terjadinya reformasi politik di Indonesia yang ditandai dengan lengsernya Orde Baru tahun 1998 hingga saat ini., dialektika keilmuwan administrasi terjadi begitu hangat. Masing-masing jurusan/departemen/program studi yang menawarkan pendidikan administrasi negara di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia memiliki cakrawala keilmuwan yang berbeda satu sama lain. Labih jauh, hal ini menimbulkan perspentif yang berbeda dalam memandang dan menjalankan pendidikan administrasi negara. Dalam konteks kekinian, perkembangan dan dinamika yang sangat menarik untuk disoroti adalah dialektika dan perdebatan tentang administrasi ”negara” dan administrasi ”publik”. Sekilas, persoalan ini terkesan sederhana karena hanya menyangkut masalah nama (label). Namun, lebih dari itu, perkembangan dan dinamika ini memiliki akar filosofis dan historis yang panjang serta layak untuk dianalisis karena berkaitan dengan identitas administrasi negara Indonesia itu sendiri.   
Tulisan ini pada intinya akan menyoroti perkembangan dan dinamika administrasi negara di Indonesia, termasuk wacana keilmuwannya-dalam hal ini dimotori oleh dunia kampus- yang dikembangkan oleh masing-masing perguruan tinggi di Indonesia, pemikirannya dan utamanya pada pergulatan wacana administrasi ”negara” vis a vis administrasi publik. Sebelum masuk pada persoalan pokok, tulisan ini sedikit akan mengulas hakikat (nature) administrasi negara, perkembangan paradigmanya dan teorinya dalam rangka menemukan state of the art administrasi negara. Sebagai bahan perbandingan tulisan ini juga akan melihat perkembangan keilmuwan administrasi negara di Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia, Singapura dan Malaysia sebagai upaya outward looking dan menemukenali dinamika wacana keilmuwan administrasi negara di negara-negara maju yang karena pengaruh globalisasi sering menjadi ”kiblat” administrasi negara bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada akhirnya tulisan ini akan ditutup dengan sebuah masukan bagi perkembangan ilmu administrasi negara di Indonesia dalam rangka mencari identitas administrasi negara ”Indonesia”.

Nature Administrasi Negara
Sebenarnya, jauh sebelum Wilson menulis tentang The Study of Administration, administrasi negara itu sudah ada sejak abad ke-15. Namun, praktik administrasi Negara sudah ada sejak dikenalnya Negara Kota di Athena jauh sebelum abad ke-15. Untuk mengurus dan melaksanakan pemerintahan, tentu membutuhkan administrator publik yang handal, administrator inilah yang sekarang dikenal dengan birokrasi. Perbedaannya adalah permasalahan publik pada masa itu belum sekompleks sekarang sehingga tugas dan fungsi administrasi negara belum terlalu menonjol.
Sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan terpisah dari ilmu politik, administrasi negara baru menemukan jati dirinya sebagai sebuah ilmu pada abad ke-19, yaitu ketika Wilson menulis The Study of Administration. Pada zamannya Wilson administrasi dipamahi sebagai pelaksanaan tugas-tugas rutin pemerintah dan mengimplementasikan kebijakan publik. Dengan demikian, administrasi harus dipisahkan dengan politik. Pemikiran inilah yang mengilhami munculnya paradigma dikotomi politik-administrasi. Lebih jauh, dalam tulisannya Wilson mengatakan bahwa,
Administration is the most obvious part of government; it is the executive, the operative, the most visible side of government, and is of course as old as government itself. It is government in action, and one might very naturally expect to find that government in action had arrested  the attention and provoked the scrutiny of writers of politics very early in the history of systematic thought.

Dalam pengertiannya yang klasik, administrasi negara dipahami sebagai implementasi kebijakan yang dibuat oleh pejabat publik, penggunaan kekuasaan untuk memaksakan aturan untuk menjamin kebaikan publik dan relasi antara publik dan birokrasi yang telah ditunjuk untuk melaksanakan kepentingan bersama.[4] Administrasi negara dibentuk untuk menyelenggarakan kepentingan publik dan melayani publik. Pada prinsipnya, administrasi negara dibentuk untuk mengabdi kepada publik dan tidak boleh memihak kepada salah satu kepentingan politik apapun, dengan alasan apapun. Administrasi negara harus netral dan tidak partisan agar pelayanan kepada publik dapat dilakukan dengan adil tanpa membeda-bedakan satus sosial, jabatan dan preferensi politik seseorang.
Lalu pada titik ini muncul pertanyaan, siapa publik itu? Publik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat luas dan kepentingan orang banyak. Publik bisa berarti negara berserta otoritas dan alat kelengkapannya, organisasi masyarakat sipil, organisasi privat, organisasi pendidikan, organisasi keagamaan, bahkan organisasi terkecil seperti RT sekalipun merupakan manifestasi dari publik. Jadi adalah keliru apabila ada pendapat yang menyatakan bahwa publik itu hanyalah negara, di luar negara bukanlah publik. Konsep publik itu sendiri tidak hanya menjadi monopoli negara, tetapi lebih dari itu publik merupakan domain yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat secara luas.
  
Perkembangan Paradigma dan Teori Administrasi Negara
Paradigma merupakan cara pandang sekelompok akademisi tentang suatu permasalahan atau fenomena sosial. Paradigma digunakan sebagai alat analisis untuk memotret dan memecahkan masalah-masalah sosial. Paradigma mencapai statusnya karena paradigma lebih berhasil memecahkan persoalan-persoalan yang gawat dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya atau para kelompok praktisi.[5] Konsep paradigma sendiri sebenarnya berasal dari ilmu-ilmu alam yang kemudian diadopsi oleh scientists ilmu sosial guna memecahkan masalah-masalah sosial yang semakin rumit.
Administrasi negara juga memiliki paradigma atau cara pandang yang dapat dibagi berdasarkan konteks waktu kemunculannya. Henry membagi paradigma administrasi negara atas lima paradigma secara diakronis. Menurut Henry paradigma dalam administrasi negara terdiri atas:[6]
1.      Dikotomi politik-administrasi (1900-1926)
2.      Prinsip-prinsip administrasi (1927-1937)
3.      Administrasi sebagai ilmu politik (1950-1970)
4.      Administrasi negara sebagai manajemen (1956-1970)
5.      Administrasi negara sebagai administrasi Negara (1970-?)

Mencermati pendapat Henry dalam Public Administration and Public Affairs, terlihat ada keterputusan ide pada paradigma kelima karena Henry hanya menyebutkan bahwa paradigma kelima dimulai pada tahun 1970, tetapi tidak jelas berakhir sampai kapan. Bahkan dalam revisi yang keenam kali terhadap bukunya itu, Henry belum berani mengungkapkan apakah paradigma administrasi negara sebagai administrasi negara masih relevan sampai saat ini. Padahal dinamika administrasi negara berlangsung sangat cepat karena perkembangan zaman yang semakin bergejolak (turbulence). Pertanyaan yang harus kita ajukan adalah, apakah administrasi negara masih berada pada paradigma kelima? Apakah paradigma kelima masih relevan atau tidak untuk situasi saat ini?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, tulisan Denhardt dan Denhardt,  The New Public Service: Serving, not Steering, yang ditulis pada tahun 2003, dapat dijadikan sebagai rujukan. Denhardt dan Denhardt membagi paradigma administrasi negara tersebut atas 3 paradigma yaitu, Old Public Administration (OPA), New Public Management (NPM) dan New Public Service (NPS). Paradigma OPA tidak bisa dilepaskan dari paradigma-paradigma klasik dalam administrasi negara yang dikemukakan oleh Henry, sedangkan gagasan mengenai NPM dicover dari pemikiran-pemikiran entrepreneurial governmentnya Osborne dan Gaebler.
Paradigma yang paling mutakhir dalam administrasi negara menurut Denhardt dan Denhardt adalah NPS. Secara umum alur pikir NPS menentang paradigma-paradigma sebelumnya (OPA dan NPM). Dasar teoritis paradigma NPS ini dikembangkan dari teori tentang demokrasi, dengan lebih menghargai perbedaan, partisipasi dan hak asasi warga negara. Dalam NPS konsep kepentingan publik merupakan hasil dialog berbagai nilai yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai seperti keadilan, transparansi dan akuntabilitas merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pelayanan publik. Paradigma NPS berpandangan bahwa responsivitas (tanggung jawab) birokrasi lebih diarahkan kepada warga negara (citizen’s) bukan clients, konstituen (constituent) dan bukan pula pelanggan (customer). Pemerintah dituntut untuk memandang masyarakatnya sebagai warga negara yang membayar pajak. Dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi, sebenarnya warga negara tidak hanya dipandang sebagai customer yang perlu dilayani dengan standar tertentu saja, tetapi lebih dari itu, mereka adalah pemilik (owner) pemerintah yang memberikan pelayanan tersebut.[7]
Tabel 1. Pergeseran Paradigma Administrasi Negara
Aspek
Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
Teori politik
Teori ekonomi
Teori demokrasi
Konsep kepentingan publik
Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan diekspresikan dalam aturan hukum
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik adalah hasil dialog berbagai nilai
Responsivitas birokrasi publik
Clients dan constituent
Customer
Citizen’s
Peran pemerintah
Rowing
Steering
Serving
Akuntabilitas
Hierarki administratif dengan jenjang yang tegas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, standar profesional
Struktur organisasi
Birokratik yang ditandai dengan otoritas top-down
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator
Gaji dan keuntungan, proteksi
Semangat entrepreneur
Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat
Sumber: Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29).

Perkembangan paradigma tersebut pada gilirannya memberikan pengaruh pada perkembangan teori administrasi negara. Perkembangan teori administrasi negara dapat dilacak dari aliran atau paradigma yang berkembang dalam ilmu administrasi negara. Tjokrowinoto dengan sangat runtut mencatat tentang aliran (schools) yang berkembang dalam ilmu administrasi negara yang mempengaruhi teori-teori administrasi negara.
Sharma misalnya melihat adanya aliran (schools) dalam ilmu administrai Negara, yaitu aliran proses administrasi, empiris, perilaku manusia, sistem social, mate-matika dan teori keputusan. Sedang Bailey mengidentifikasi sejumlah variasi teori dalam ilmu administrasi negara  yaitu descriptif-explanatory, normatif, asumptif dan instrumental. Henry membagi berdasarkan tinjauan diakronik, yaitu (i) Paradigma 1: Dikotomi politik-administrasi (1900-1926), (ii) Paradigma 2: Prinsip-prinsip administrasi (1927-1937), (iii) Paradigma 3: Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970) (iv) Paradigma 4: administrasi negara sebagai manajemen, (v) Paradigma 5: Administrasi negara sebagai administrasi negara. Cendikiawan lain, Frederickson 1976 mendeskripsikan peta pemikiran yang disebutnya sebagai ”model” dalam ilmu administrasi negara yang mencakup: (i) model birokrasi klasik, (ii) model Neo-Birokrasi, (iii) model kelembagaan, (iv) model hubungan kemanusiaan dan (v) model administrasi negara baru. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo menemukan alur pikir dalam ilmu administrasi negara yaitu: (i) alur pikir administrasi negara klasik, (ii) alur pikir manajemen dalam ilmu administrasi negara, (iii) alur pikir pendekatan behavioral, (iv) alur pikir ekologi administasi, dan (v) alur pikir administrasi pembangunan.[8]

Teori-teori administrasi negara tidak muncul dengan sendirinya, tetapi ia lahir karena perkembangan dialektika paradigma, pemikiran dan aliran dalam administrasi negara. Dari perkembangan paradigma dan aliran (schools) muncul banyak teori dalam administrasi negara. Namun, dewasa ini hanya beberpa teori saja yang menjadi mainstream dalam administrasi negara. Teori-teori tersebut adalah teori kebijakan publik, teori manajemen publik dan teori governance.

Referensi
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2003. The New Public Service: Serving not Steering. ArmonkNew York: M.E Sharpe.

Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2009. Public Administration: An Action Orientation (Sixth Edition)BelmontCalifornia: Thomson Wadsworth.

Dunn, William N. 2004. Public Policy Analysis: An Introduction (Second Edition)New Jersey: Prentice Hall.

Dwiyanto, Agus. 2004. “Reorientasi Ilmu Administrasi Publik: Dari Government ke Governance”. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FISIPOL UGM, Yogyakarta.

Dye, Thomas R.. 1975. Understanding Public PolicyNew JerseyEnglewood Cliffs.

Gerald E. Caiden. 1982. Public Administration (Second Edition)California: Pacific Palisasdes, Palisades.

Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs (Sixth Edition)New JerseyEnglewood Cliffs.

Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep Teori dan IsuYogyakarta: Gava Media.

Kuhn, Thomas. 23. The Structure of Scientific Revolution (Second Edition). ChicagoUniversity of Chicago Press.

Parsons, Wayne. 2006. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, Penerjemah: Tri Wibowo Budi Santoso. Jakarta: Prenada Media.

Pasalong, Harbani. 2007. Teori Administrasi Publik., Bandung: Alfabeta.

Purwanto, Erwan Agus. 2005. “Pelayanan Publik Partisipatif ”. Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik. Editor: Agus Dwiyanto. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Putra, Fadillah. 2009. Senjakala Good GovernanceMalang: Averroes Press.

0 komentar:

Posting Komentar