Selasa, 04 Juni 2013

Hubungan Kerja dan Norma Kerja

Perjanjian Kerja dan hubungan Industrial
Dalam Hukum Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang jelas tentang definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa : hubungan kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana pekerja atau serikat pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan pada pengusaha atau organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu waktu, dengan menerima upah.
Peraturan yang mengatur perjanjian kerja adalah sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan.
Pengertian hubungan kerja antara pelaku proses produksi baik barang maupun jasa pada dewasa ini lebih dikenal dengan istilah “Hubungan Industrial” yang merupakan suatu peningkatan tata nilai kaidah hukum ketenagakerjaan.

Peraturan Perusahaan
Kesepakatan Kerja adalah perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha atau organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun 2003
Istilah Kesepakatan Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja sebagai pencerminan Hubungan Industrial Pancasila.
Kesepakatan Kerja merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila yang dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.

Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan salah satu sarana hubungan Industrial Pancasila yang pada hakikatnya merupakan perjanjian perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang _ Undang Nomor 13 Tahun 2003
Permintaan pembuatan PKB selain harus diajukan oleh salah satu pihak, juga harus diikuti oleh itikad baik, jujur, tulus, dan terbuka. Sedang tempat pembuatannya dilakukan di Kantor Perusahaan yang bersangkutan dengan biaya perusahaan, kecuali bila Serikat Pekerja mampu ikut membiayai.

Pembinaan Norma Kerja
Pemerintah membina perlindungan kerja termasuk norma kerja yang meliputi : perlindungan tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti, pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut agama dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan sebagainya. Hal ini wajib dilakukan untuk memelihara kegairahan dan noral kerja yang dapat menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Sedang yang dimaksud dengan pembinaan norma perlindungan adalah pembentukan, pengertian dan pengawasannya. Norma adalah standard/ukuran tertentu yang harus dijadikan pegangan.

Literatur :
Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang-    Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta

Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Djumialdji,F.X., Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta
Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rachmat, Martoyo, 1991, Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit Fikahati Aneska, Jakarta
Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja.
Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja



Pertemuan 4 : Tutorial 2.
Discussion Task - Study Task

      Setelah pembelajaran pokok bahasan hubungan kerja dan norma kerja serta sub-sub pokok bahasan , mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini, sebagai berikut :
1.   Diskusikan, apa yang anda ketahui tentang Perjanjian Kerja
1        Diskusikan prosedur dan syarat-syarat pembuatan peraturan perusahaan.
3    Apa yang saudara ketahui tentang Perjanjian Kerja Bersama
4    Jelaskan Prosedur pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
5    Diskusikan  bidang-bidang yang termasuk pembinaan norma   kerja
6    Diskusikan  pengertian yang dicakup dalam norma kerja.

Literatur :
Syahputra tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang-    Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia, Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Djumialdji,F.X., Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta
Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rachmat, Martoyo, 1991, Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit Fikahati Aneska, Jakarta
Khakim, Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja.
Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat Kerja.


Pertemuan 5 : Perkuliahan 3
Perlindungan Tenaga Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bukanlah masalah kecil bagi pengusaha. Kecelakaan kerja sangat merugikan baik pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat.
Dengan terjadinya kecelakaan kerja , maka akan menimbulkan kerugian yang berupa hilang atau berkurangnya kesempatan kerja, modal, dan lain sebagainya.
Pengusaha diwajibkan untuk mengatur dan memelihara tempat kerja yang menyangkut ruangan , alat, perkakas dimana pekerja melakukan tugasnya, termasuk petunjuk-petunjuk bagi pekerja agar pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Terhadap pengusaha yang tidak mengindahkan hal ini, maka mereka wajin mengganti kerugian apabila terjadi musibah terhadap pekerja.
Sedang disisi lain  harus diadakan kesehatan kerja yaitu perlindungan terhadap tenaga kerja dari eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha.

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sasaran utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan bangsa secara merata.
Tenaga kerja sebagai salah satu unsure pembangunan yang mempunyai kegiatan produktif perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap  kesejahteraannya
Perlindungan tersebut diberikan baik semasa pekerja ada dalam hubungan kerja maupun setelah berakhirnya hubungan kerja.

Perlindungan Upah
Kebijakan ketenagakerjaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat-syarat kerja, kondisi kerja , dan hubungan kerja.
Sistem pengupahan ditujukan  kepada system pembayaran upah secara keseluruhan tidak termasuk uang lembur.
Sistem ini didasarkan atas  prestasi kerja dan tidak dipengaruhi oleh tunjangan-tunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi kerja. Pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang, namun tidak mengurangi kemungkinan pembayaran dapat berupa barang  yang jumlahnya dibatasi.
Upah pada dasarnya merupakan imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan.
Kualitas tingkat upah dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti, kondisi perusahaan, keterampilan, standard hidup, dan jenis pekerjaan.

Literatur :
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan Peraturan-Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI (ASABRI).
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Rajaguguk, H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, (Co-determination), Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan, Jakarta
Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.



Pertemuan 6 : Tutorial 3
Discussion Task – Study Task

      Setelah mempelajari, mengetahui, dan memahami perlindungan tenaga kerja sebagai pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasannya, mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :
  1. Diskusikan  tentang keselamatan kerja dan kesehatan kerja
  2. Bandingkan pengertian keselamatan kerja dengan kesehatan kerja
  3. Diskusikan, apa yang saudara ketahui tentang jaminan social
  4. Bagaimana ketentuan-ketentuan jaminan social yang ada sekarang ini
  5. Ceritakan perkembangan jaminan social tenaga kerja.
  6. Jelaskan tentang kebijakan pengupahan
  7. Diskusikan, aspek-aspek apa yang mempengaruhi system pengupahan.

Literatur :
Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan Peraturan-Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI (ASABRI).
Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Rajaguguk, H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, (Co-determination), Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Soepomo, Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo, Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan, Jakarta
Manulang, Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Maimun, 2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


Pertemuan 7 : Perkuliahan 4
Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja

Kebijakan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja selama ini belum mewujudkan penyelesian perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Menurut undang-undang ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial diupayakan jalan damai melalui musyawarah dan sejauh mungkin dihindarkan pemutusan hubungan kerja
Apabila hal ini tidak tercapai, maka pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Upaya tersebut dilakukan dengan menyediakan mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak yang berselisih.
Disamping itu perlu diakomodasikan keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi atau arbitase.
Lain dari pada itu pemerintah juga mengatur cara dan tingkat penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU No.2 Tahun 2004, telah diterapkan prinsip-prinsip terciptanya suatu penyelesaian yang didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga penyelesaian tersebut sedapat mungkin tidak menimbulkan konplik antara para pihak.
Dengan diterapkannya Hubungan Industrial Pancasila dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, bukan berarti tidak lagi terjadi PHK. Akan tetapi fungsi dan peranan HIP telah mengubah pola hubungan ketenagakerjaan antara pihak-pihak, bukan lagi sebagai lawan, melainkan sebagai partner dalam proses produksi

Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja harus sedapat mungkin dicegah, akan tetapi apabila hal ini tidak dapat dihindari, maka pengusaha harus merundingkan maksud dan tujuan dari pemutusan hubungan kerja dengan serikat pekerja atau kepada pekerja secara perorangan kelau mereka tidak menjadi anggota dari serikat pekerja.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pemutusan hubungan kerja :
  • mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pekerja yang akan di PHK
  • mengajukan permohonanpenetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial
  • Sebelum adanya penetapan, maka masing-masing pihak tetap melakukan kewajibannya
  • Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap hal diatas berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK

0 komentar:

Posting Komentar