Hubungan Kerja dan Norma Kerja
Perjanjian Kerja dan
hubungan Industrial
Dalam Hukum
Ketenagakerjaan memang belum dapat diberikan batasan yang jelas tentang
definisi dari hubungan kerja, namun dapat diperoleh pengertian bahwa : hubungan
kerja itu timbul sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian kerja, dimana
pekerja atau serikat pekerja disatu pihak mengikatkan dirinya untuk melakukan
pekerjaan pada pengusaha atau organisasi pengusaha dilain pihak selama suatu
waktu, dengan menerima upah.
Peraturan yang mengatur
perjanjian kerja adalah sebagaimana diatur dalam KUHPerdata tentang perjanjian
untuk melakukan pekerjaan.
Pengertian hubungan
kerja antara pelaku proses produksi baik barang maupun jasa pada dewasa ini
lebih dikenal dengan istilah “Hubungan Industrial” yang merupakan suatu
peningkatan tata nilai kaidah hukum ketenagakerjaan.
Peraturan Perusahaan
Kesepakatan Kerja adalah
perjanjian perburuhan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha atau
organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud oleh UU No.13 Tahun 2003
Istilah Kesepakatan
Kerja merupakan perubahan istilah perjanjian perburuhan atau perjanjian kerja
sebagai pencerminan Hubungan Industrial Pancasila.
Kesepakatan Kerja
merupakan salah satu sarana pendukung pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila
yang dari waktu kewaktu perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Perjanjian Kerja Bersama
Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) merupakan salah satu sarana hubungan Industrial Pancasila yang pada
hakikatnya merupakan perjanjian perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang _
Undang Nomor 13 Tahun 2003
Permintaan pembuatan PKB
selain harus diajukan oleh salah satu pihak, juga harus diikuti oleh itikad
baik, jujur, tulus, dan terbuka. Sedang tempat pembuatannya dilakukan di Kantor
Perusahaan yang bersangkutan dengan biaya perusahaan, kecuali bila Serikat
Pekerja mampu ikut membiayai.
Pembinaan Norma Kerja
Pemerintah membina
perlindungan kerja termasuk norma kerja yang meliputi : perlindungan tenaga
kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, system pengupahan, istirahat, cuti,
pekerja anak dan wanita, tempat kerja, perumahan, kesusilaan, beribadat menurut
agama dan kepercayaan yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial dan
sebagainya. Hal ini wajib dilakukan untuk memelihara kegairahan dan noral kerja
yang dapat menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Sedang yang dimaksud
dengan pembinaan norma perlindungan adalah pembentukan, pengertian dan
pengawasannya. Norma adalah standard/ukuran tertentu yang harus dijadikan
pegangan.
Literatur :
Syahputra
tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia,
Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI,
Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo,
Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit Djambatan,
Jakarta .
Soepomo, Iman, 1980,
Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Manulang,
Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta .
Djumialdji,F.X.,
Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila,
Bina Aksara, Jakarta
Maimun,
2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita,
Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi
Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rachmat, Martoyo, 1991,
Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit
Fikahati Aneska, Jakarta
Khakim,
Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga
Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek
Penembangan Syarat-Syarat Kerja.
Anonim, 2003, Pedoman
Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan tramsmigrasi R.I.,
Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek Penembangan Syarat-Syarat
Kerja
Pertemuan 4 : Tutorial 2.
Discussion Task - Study
Task
Setelah
pembelajaran pokok bahasan hubungan kerja dan norma kerja serta sub-sub pokok
bahasan , mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan dibawah ini, sebagai berikut :
1. Diskusikan, apa yang anda ketahui tentang
Perjanjian Kerja
1
Diskusikan
prosedur dan syarat-syarat pembuatan peraturan perusahaan.
3 Apa yang saudara ketahui tentang Perjanjian
Kerja Bersama
4 Jelaskan
Prosedur pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
5 Diskusikan bidang-bidang yang termasuk pembinaan norma kerja
6 Diskusikan pengertian yang dicakup dalam norma kerja.
Literatur :
Syahputra
tnggal, Iman dan Amin Widjaja Tunggal, Peraturan Perundang- Undangan Ketenagakerjaan baru di Indonesia,
Buku.I, Harvarindo, 2003 Soepomo, Iman, 1996, Hukum Perburuhan, Cet.XVI,
Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo,
Iman, 1980, Hukum Perburuhan – Bidang Hubungan Kerja, Cet.VI, Penerbit
Djambatan, Jakarta .
Soepomo, Iman, 1980, Pengantar
Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Manulang,
Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta .
Djumialdji,F.X.,
Wiwoho Soejono, 1982, Perjanjian Perburuhan dan hubungan Perburuhan Pancasila,
Bina Aksara, Jakarta
Maimun,
2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita,
Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi
Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rachmat, Martoyo, 1991,
Serikat Pekerja, Pengusaha dan Kesepakatan Kerja Bersama, Cet.II, Penerbit
Fikahati Aneska, Jakarta
Khakim,
Abdul, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 (edisi Revisi), PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung Anonim, 2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga
Kerja dan tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek
Penembangan Syarat-Syarat Kerja.
Anonim,
2003, Pedoman Penyuluh Perjanjian Kerja, Departemen Tenaga Kerja dan
tramsmigrasi R.I., Dirjen embinaan Hubungan Industrial, Bagian Proyek
Penembangan Syarat-Syarat Kerja.
Pertemuan 5 : Perkuliahan 3
Perlindungan Tenaga Kerja
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Masalah keselamatan dan
kesehatan kerja bukanlah masalah kecil bagi pengusaha. Kecelakaan kerja sangat
merugikan baik pengusaha, tenaga kerja, pemerintah, dan masyarakat.
Dengan terjadinya
kecelakaan kerja , maka akan menimbulkan kerugian yang berupa hilang atau
berkurangnya kesempatan kerja, modal, dan lain sebagainya.
Pengusaha diwajibkan
untuk mengatur dan memelihara tempat kerja yang menyangkut ruangan , alat, perkakas
dimana pekerja melakukan tugasnya, termasuk petunjuk-petunjuk bagi pekerja agar
pekerja terhindar dari kecelakaan kerja. Terhadap pengusaha yang tidak
mengindahkan hal ini, maka mereka wajin mengganti kerugian apabila terjadi
musibah terhadap pekerja.
Sedang disisi lain harus diadakan kesehatan kerja yaitu
perlindungan terhadap tenaga kerja dari eksploitasi tenaga kerja oleh
pengusaha.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Dalam rangka pelaksanaan
pembangunan nasional sasaran utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan bangsa
secara merata.
Tenaga kerja sebagai
salah satu unsure pembangunan yang mempunyai kegiatan produktif perlu mendapat
perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan terhadap kesejahteraannya
Perlindungan tersebut
diberikan baik semasa pekerja ada dalam hubungan kerja maupun setelah
berakhirnya hubungan kerja.
Perlindungan Upah
Kebijakan
ketenagakerjaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan
upah, syarat-syarat kerja, kondisi kerja , dan hubungan kerja.
Sistem pengupahan
ditujukan kepada system pembayaran upah
secara keseluruhan tidak termasuk uang lembur.
Sistem ini didasarkan
atas prestasi kerja dan tidak
dipengaruhi oleh tunjangan-tunjangan yang tidak ada hubungannya dengan prestasi
kerja. Pembayaran upah diberikan dalam bentuk uang, namun tidak mengurangi
kemungkinan pembayaran dapat berupa barang
yang jumlahnya dibatasi.
Upah pada dasarnya
merupakan imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau
jasa yang telah dilakukan.
Kualitas tingkat upah
dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti, kondisi perusahaan, keterampilan,
standard hidup, dan jenis pekerjaan.
Literatur :
Undang
– Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang
– Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan
Peraturan-Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK),
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI (ASABRI).
Undang-Undang
RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Rajaguguk,
H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan,
(Co-determination), Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Soepomo,
Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo,
Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan, Jakarta
Manulang,
Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta .
Maimun,
2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita,
Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi
Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pertemuan 6 : Tutorial 3
Discussion Task –
Study Task
Setelah
mempelajari, mengetahui, dan memahami perlindungan tenaga kerja sebagai pokok
bahasan dan sub-sub pokok bahasannya, mahasiswa diharapkan dapat menjawab dan
mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :
- Diskusikan
tentang keselamatan kerja dan
kesehatan kerja
- Bandingkan
pengertian keselamatan kerja dengan kesehatan kerja
- Diskusikan,
apa yang saudara ketahui tentang jaminan social
- Bagaimana
ketentuan-ketentuan jaminan social yang ada sekarang ini
- Ceritakan
perkembangan jaminan social tenaga kerja.
- Jelaskan
tentang kebijakan pengupahan
- Diskusikan,
aspek-aspek apa yang mempengaruhi system pengupahan.
Literatur :
Undang
– Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang
– Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial dilengkapi dengan
Peraturan-Peraturan Tahun 1993 dan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK),
Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, dan Asuransi Sosial ABRI (ASABRI).
Undang-Undang
RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Rajaguguk,
H.P., 2002, Peranserta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan,
(Co-determination), Edisi.I, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Soepomo,
Iman, 1980, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet.XVI, Penerbit Djambatan, Jakarta
Soepomo,
Iman, 1980, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja, Jambatan, Jakarta
Manulang,
Sendjun H., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cet.II,
Penerbit Rineka Cipta, Jakarta .
Maimun,
2004,Hukum Ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cet, Pertama, PT.Pradnya Paramita,
Jakarta.Lalu Husni, 2003, Pengatar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Edisi
Rivisi), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pertemuan 7 : Perkuliahan 4
Perselisihan Hubungan Industrial dan
Pemutusan Hubungan Kerja
Kebijakan dan
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja selama ini belum mewujudkan
penyelesian perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah sehingga dicabut
dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Menurut undang-undang
ini penyelesaian perselisihan hubungan industrial diupayakan jalan damai
melalui musyawarah dan sejauh mungkin dihindarkan pemutusan hubungan kerja
Apabila hal ini tidak
tercapai, maka pemerintah dalam upayanya untuk memberikan pelayanan masyarakat
khususnya kepada masyarakat pekerja dan pengusaha, berkewajiban memfasilitasi
penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Upaya tersebut dilakukan dengan
menyediakan mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah
pihak yang berselisih.
Disamping itu perlu
diakomodasikan keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan melalui
konsiliasi atau arbitase.
Lain dari pada itu
pemerintah juga mengatur cara dan tingkat penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Tata Cara
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Penyelesaian
perselisihan hubungan industrial berdasarkan UU No.2 Tahun 2004, telah
diterapkan prinsip-prinsip terciptanya suatu penyelesaian yang didasarkan atas
musyawarah untuk mencapai mufakat, sehingga penyelesaian tersebut sedapat
mungkin tidak menimbulkan konplik antara para pihak.
Dengan diterapkannya
Hubungan Industrial Pancasila dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004, bukan berarti tidak lagi terjadi PHK. Akan tetapi fungsi dan peranan HIP
telah mengubah pola hubungan ketenagakerjaan antara pihak-pihak, bukan lagi
sebagai lawan, melainkan sebagai partner dalam proses produksi
Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja
harus sedapat mungkin dicegah, akan tetapi apabila hal ini tidak dapat
dihindari, maka pengusaha harus merundingkan maksud dan tujuan dari pemutusan
hubungan kerja dengan serikat pekerja atau kepada pekerja secara perorangan
kelau mereka tidak menjadi anggota dari serikat pekerja.
Hal lain yang harus
diperhatikan dalam pemutusan hubungan kerja :
- mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu kepada pekerja yang akan di PHK
- mengajukan permohonanpenetapan secara tertulis disertai dasar dan alasan-alasannya kepada pengadilan hubungan industrial
- Sebelum adanya penetapan, maka masing-masing pihak tetap melakukan kewajibannya
- Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap hal diatas berupa tindakan skorsing kepada pekerja yang sedang dalam proses PHK
0 komentar:
Posting Komentar