METODE PENELITIAN SOSIAL
METODOLOGI dan PARADIGMA PENELITIAN
Penelitian sosial mengenal dua
metodologi, yakni penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif
adalah pendekatan yang naturalistik dan interpretatif yang memfokuskan diri
untuk mengerti fenomena-fenomena dalam dunia social manusia.[1]
Sementara, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pengumpulan datanya
mengandalkan survey sehingga dipaparkan dalam bentuk angka-angka statistik.
Meskipun penelitian kualitatif dan
kuantitatif berbeda secara metodologis, hendaknya seorang peneliti social dapat
menggabungkan kedua metode ini dalam penelitiannya karena jika suatu penelitian
hanya mengandalkan angka-angka statistic ia akan menjadi membosankan sementara
jika penelitian tersebut hanya mengandalkan observasi dan wawancara, penelitian
tersebut menjadi sangat subjektif. Dalam penelitian social, selanjutnya dikenal
tiga pendekatan utama agar kedua metodologi yang saling bertolak belakang ini
dapat disatukan, yakni positivism, interpretive social science, dan critical social science.[2]
Positivism
menurut Auguste Comte adalah cara pandang yang menyatakan bahwa mempelajari
dunia social dapat dilakukan dengan metode yang sama dengan metode yang
digunakan dalam mempelajari alam.[3]
Sementara menurut Neuman, positivism
adalah metode terorganisasi untuk mengombinasikan logika deduktif dengan
observasi empiric akurat mengenai perilaku individu dengan tujuan menemukan dan
membuktikan seperangkat hukum sebab akibat yang dapat digunakan untuk
memprediksi pola umum dari aktivitas manusia.
Interpretive
social science adalah pendekatan yang berawal dari pemikiran Immanuel Kant
dalam Critique of Pure Reason yang
diterbitkan pada tahun 1781 dan disempurnakan oleh Max Weber. Pendekatan ini
mengritisi positivism yang dianggap gagal untuk memahami kapabilitas manusia dalam
berpikir dan merasakan karena terpaku pada metode-metode sains. Selain kedua
ahli di atas, Neuman mendefinisikan pendekatan ini sebagai analisa sistematis
dari aksi-aksi bermakna social melalui observasi yang dilakukan secara
mendetail terhadap masyarakat dengan tujuan untuk dapat memahami dan
menginterpretasikan bagaimana manusia membangun dan menjaga dunia sosial
mereka.
Critical
social science adalah pendekatan yang diperkenalkan oleh Karl Marx dan dikembangkan oleh Sekolah Frankfurt di
Jerman pada tahun 1930an yang mana pendekatan ini mengkritisi dua pendekatan
sebelumnya. Menurut penganut pendekatan ini, positivism dilihat sebagai pendekatan yang sempit, antidemokrasi,
dan tidak humanis dalam penerapannya.
Sementara pendekatan interpretive social
science dinilai oleh pendekatan ini terlalu subjektif, amoral, dan pasif
karena tidak membantu masyarakat dalam membedakan ilusi palsu di sekitar mereka
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Pendek kata, menurut Neuman, critical social science mendefinisikan
ilmu sosial sebagai media penyelidikan yang bertujuan mengungkap struktur asli
dari dunia material ini dengan tujuan membantu masyarakat membangun dunia yang
lebih baik untuk mereka sendiri.
Selain ketiga pendekatan utama di
atas, ada dua pendekatan alternatif lainnya, yakni feminist dan postmodern.
Kedua pendekatan ini sama-sama mengritisi positivism
dan menawarkan alternatif yang berdasarkan pendekatan interpretive dan critical
social science. Keduanya masih berada dalam tahap pengembangan dan baru
muncul di akhir 1980an.[4]
Di dalam metodologi penelitian
kualitatif sendiri ada dua dimensi yang dapat mempengaruhi peneliti dalam
menentukan pendekatan dalam penelitiannya, yakni ontologi dan epistemologi.
Ontologi memfokuskan diri pada sifat dasar dari dunia sosial dan apa yang dapat
diketahui tentang itu serta mencakup tiga sudut pandang, yakni realisme,
materialisme, dan idealisme. Sementara dimensi epistemologi memfokuskan diri
pada sifat dasar dari pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan tersebut dapat
diperoleh. Epistemologi mencakup dua sudut pandang, yakni positivism dan interpretivism
yang telah dibahas sebelumnya.[5]
Dengan mempelajari metodologi-metodologi penelitian beserta dimensi-dimensinya
diharapkan seorang peneliti sosial dapat menghasilkan penelitian yang tepat
guna bagi kepentingan masyarakat.
Terakhir, hal yang menjadi pertanyaan
bagi penulis adalah penulis menemukan bahwa aksiologi, yang seharusnya
merupakan dimensi penting dari ilmu pengetahuan sejalan dengan ontology dan
epistemologi, tidak dibahas baik dalam buku tulisan Jane Ritchie maupun L.
Neuman.
DAFTAR PUSTAKA
Neuman, W. L. (1997) Social
Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches in Social Works.
New York: Columbia University.
Ritchie, Jane dan Jane Lewis,. (2003) Qualitative
Research Practice: A Guide For Social Science Students and Researchers.
London: National Centre for Social Research.
0 komentar:
Posting Komentar