Jumat, 07 Juni 2013

METODE PENELITIAN SOSIAL

METODOLOGI dan PARADIGMA PENELITIAN

            Penelitian sosial mengenal dua metodologi, yakni penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah pendekatan yang naturalistik dan interpretatif yang memfokuskan diri untuk mengerti fenomena-fenomena dalam dunia social manusia.[1] Sementara, penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pengumpulan datanya mengandalkan survey sehingga dipaparkan dalam bentuk angka-angka statistik.
            Meskipun penelitian kualitatif dan kuantitatif berbeda secara metodologis, hendaknya seorang peneliti social dapat menggabungkan kedua metode ini dalam penelitiannya karena jika suatu penelitian hanya mengandalkan angka-angka statistic ia akan menjadi membosankan sementara jika penelitian tersebut hanya mengandalkan observasi dan wawancara, penelitian tersebut menjadi sangat subjektif. Dalam penelitian social, selanjutnya dikenal tiga pendekatan utama agar kedua metodologi yang saling bertolak belakang ini dapat disatukan, yakni positivism, interpretive social science, dan critical social science.[2]
            Positivism menurut Auguste Comte adalah cara pandang yang menyatakan bahwa mempelajari dunia social dapat dilakukan dengan metode yang sama dengan metode yang digunakan dalam mempelajari alam.[3] Sementara menurut Neuman, positivism adalah metode terorganisasi untuk mengombinasikan logika deduktif dengan observasi empiric akurat mengenai perilaku individu dengan tujuan menemukan dan membuktikan seperangkat hukum sebab akibat yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum dari aktivitas manusia.
            Interpretive social science adalah pendekatan yang berawal dari pemikiran Immanuel Kant dalam Critique of Pure Reason yang diterbitkan pada tahun 1781 dan disempurnakan oleh Max Weber. Pendekatan ini mengritisi positivism yang dianggap gagal untuk memahami kapabilitas manusia dalam berpikir dan merasakan karena terpaku pada metode-metode sains. Selain kedua ahli di atas, Neuman mendefinisikan pendekatan ini sebagai analisa sistematis dari aksi-aksi bermakna social melalui observasi yang dilakukan secara mendetail terhadap masyarakat dengan tujuan untuk dapat memahami dan menginterpretasikan bagaimana manusia membangun dan menjaga dunia sosial mereka.
            Critical social science adalah pendekatan yang diperkenalkan oleh Karl Marx  dan dikembangkan oleh Sekolah Frankfurt di Jerman pada tahun 1930an yang mana pendekatan ini mengkritisi dua pendekatan sebelumnya. Menurut penganut pendekatan ini, positivism dilihat sebagai pendekatan yang sempit, antidemokrasi, dan  tidak humanis dalam penerapannya. Sementara pendekatan interpretive social science dinilai oleh pendekatan ini terlalu subjektif, amoral, dan pasif karena tidak membantu masyarakat dalam membedakan ilusi palsu di sekitar mereka sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Pendek kata, menurut Neuman, critical social science mendefinisikan ilmu sosial sebagai media penyelidikan yang bertujuan mengungkap struktur asli dari dunia material ini dengan tujuan membantu masyarakat membangun dunia yang lebih baik untuk mereka sendiri.
            Selain ketiga pendekatan utama di atas, ada dua pendekatan alternatif lainnya, yakni feminist dan postmodern. Kedua pendekatan ini sama-sama mengritisi positivism dan menawarkan alternatif yang berdasarkan pendekatan interpretive dan critical social science. Keduanya masih berada dalam tahap pengembangan dan baru muncul di akhir 1980an.[4]
            Di dalam metodologi penelitian kualitatif sendiri ada dua dimensi yang dapat mempengaruhi peneliti dalam menentukan pendekatan dalam penelitiannya, yakni ontologi dan epistemologi. Ontologi memfokuskan diri pada sifat dasar dari dunia sosial dan apa yang dapat diketahui tentang itu serta mencakup tiga sudut pandang, yakni realisme, materialisme, dan idealisme. Sementara dimensi epistemologi memfokuskan diri pada sifat dasar dari pengetahuan dan cara bagaimana pengetahuan tersebut dapat diperoleh. Epistemologi mencakup dua sudut pandang, yakni positivism dan interpretivism yang telah dibahas sebelumnya.[5] Dengan mempelajari metodologi-metodologi penelitian beserta dimensi-dimensinya diharapkan seorang peneliti sosial dapat menghasilkan penelitian yang tepat guna bagi kepentingan masyarakat.
            Terakhir, hal yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah penulis menemukan bahwa aksiologi, yang seharusnya merupakan dimensi penting dari ilmu pengetahuan sejalan dengan ontology dan epistemologi, tidak dibahas baik dalam buku tulisan Jane Ritchie maupun L. Neuman.  

DAFTAR PUSTAKA
Neuman, W. L. (1997) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches in Social Works. New York: Columbia University.

Ritchie, Jane dan Jane Lewis,. (2003) Qualitative Research Practice: A Guide For Social Science Students and Researchers. London: National Centre for Social Research.

0 komentar:

Posting Komentar