Jumat, 07 Juni 2013

LANGKAH-LANGKAH PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN ISSUE

1. Fungsi yang dibutuhkan Manajemen Issue
US Public Affairs Council (Regester & Larkin, 2003:44-46) menyatakan bahwa fungsi-fungsi yang dibutuhkan bagi manajemen issue adalah pengidentifikasian berbagai issue dan tren, mengevaluasi dampak mereka dan menempatkan prioritas, menetapkan posisi suatu perusahaan, merancang tindakan dan respon dari perusahaan untuk membantu mendapatkan posisi tersebut serta mengimplementasikan rencana.
Fungsi-fungsi ini harus ada secara konstan dan terintegrasi serta terfokus pada tugas utama yakni membantu organisasi, melalui manajemennya. Kunci dari tugas-tugas tersebut adalah merencanakan, memonitor, menganalisa dan mengkomunikasikan.
Heath & Cousino mengidentifikasikan empat kebutuhan fungsi umum agar sebuah perusahaan dapat memaksimalkan posisinya serta memelihara lingkungan kebijakan publiknya secara positif, dengan sebuah fokus utama yakni memperhatikan hubungan dengan para stakeholder-nya:
a. Perencanaan dan operasi yang cerdas
Bila para ahli manajemen issue cakap dalam menangkap perubahan penting di lingkungan kebijakan publik, maka informasi itu harus diintegrasikan ke dalam rencana bisnis strategis dan strategi manajemen korporat, karena informasi seperti itu dapat menawarkan kesempatan bisnis, membenarkan pembatasan atau perubahan atas kegiatan bisnis serta mengarahkan standar bagi operasi perusahaan.
b. Pertahanan yang kuat dan penyerangan yang cerdas
Manajemen issue menawarkan landasan, alat dan dorongan agar terlibat dalam diskusi issue kebijakan publik sedini mungkin. Jika perusahaan bisa terlibat sebelum issue meluas, mereka dapat meningkatkan kemungkinan kesuksesan kampanye komunikasi mereka.
c. “Getting the house in order
Artinya adalah memeriksa permintaan untuk mendapatkan komitmen yang layak atas masalah-masalah tanggungjawab sosial perusahaan. Riset di AS menemukan bahwa kekuatan pasar tidak menentukan nasib perusahaan, tapi perubahan kebijakan publiklah yang memegang peranan. Para praktisi humas harus sensitif terhadap kekuatan kebijakan publik dan membantu dalam perencanaan perusahaan serta dalam pembentukan etika bisnis. Esensi menjadi organisasi yang bertanggungjawab dalam dunia modern ini adalah dengan bergerak dari menangani permintaan-permintaan eksternal hingga bagaimana memenuhi permintaan-permintaan tersebut sebaik-baiknya dalam konteks teknis dan ekonomis perusahaan.
d. Mengeksplorasi landasan
Apa yang dipercaya perusahaan sebagai karakter dari pasar mungkin adalah untuk mempengaruhi rencana bisnis strategis mereka. Hal yang sama dapat dikatakan terhadap bisnis yang menggunakan pemonitoran issue untuk mengukur lingkungan kebijakan publik. Kompleksitas yang lebih tinggi telah digunakan dalam usaha untuk memproses sistem manajemen informasi yang strategis. Sebagai tambahan terhadap polling pengumpulan pendapat langsung dan survey, para pakar menggunakan teknik ilmiah sosial untuk menawarkan cara melihat bagaimana issue dapat diidentifikasi, dimonitor dan dianalisa. Kunci menjadikan kegiatan ini efektif adalah pemahaman kultur perusahaan, struktur organisasi dan politisnya serta karakter dari analisa issue kebijakan publik. Setelah itu, perusahaan akan dapat menentukan issue apa yang akan dimonitor dan dianalisa ketika mereka memproses rencana kebijakan publik dan strategis mereka. Proses ini membutuhkan lebih dari sekedar survey pendapat publik yang diadakan secara periodik.
2. Model Proses Manajemen Issue dari Chase & Jones
(Regester & Larkin, 2003:59-60; Chase, 1984:38-68; Harrison, 2001)
a. Identifikasi Issue:
Tujuan utama identifikasi issue adalah untuk menempatkan prioritas awal atas berbagai issue yang mulai muncul. Issue-issue tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan:
Jenis: sosial, ekonomis, politis, teknologis
Sumber Respon: sistem bisnis, industri, perusahaan, anak perusahaan, departemen
Geografi: internasional, nasional, regional, daerah, lokal
Jarak terhadap kontrol: tak terkontrol, agak terkontrol, terkontrol
Kepentingan: segera, penting
Faktor seperti tingkat dampak serta kemungkinan bahwa issue akan berkembang dalam periode waktu yang dapat diprediksi juga harus dipertimbangkan.
b. Analisis Issue:
Setelah issue yang muncul diidentifikasi dan diprioritaskan, tahap kedua dimulai. Tujuannya adalah menentukan asal issue tersebut yang seringkali sulit karena biasanya issue tidak muncul hanya dari satu sumber saja. Untuk itu, sebaiknya diadakan riset kualitatif dan kuantitatif. Pengalaman organisasi di masa lampau dan saat ini baik internal maupun eksternal juga harus disertakan. Menganalisa situasi saat ini akan menentukan intensitas issue yang tengah berlangsung. Riset aplikasi tentang hubungan issue terhadap perusahaan harus ditargetkan pada para pembentuk opini dan penanggungjawab media. Tahap riset dan analisa awal ini akan membantu mengidentifikasi apa yang dikatakan oleh para individu dan kelompok berpengaruh tentang issue-issue dan memberikan ide yang jelas pada manajemen tentang asal serta perkembangan issue-issue tersebut.
Pengecekan terhadap posisi perusahaan pada saat ini serta kekuatan dan kelemahannya dalam memposisikan diri untuk berperan dalam pembentukan issue akan membantu untuk memberikan fokus yang jelas bagi tahap perencanaan tindakan.
c. Pilihan Strategi Perubahan Issue:
Tahap yang melibatkan pembuatan keputusan-keputusan dasar tentang respon organisasi. Terdapat tiga pilihan untuk menghadapi perubahan tersebut sebagai berikut:
1) Strategi Perubahan Reaktif:
Mengacu pada keengganan suatu organisasi untuk berubah dengan penekanan pada melanjutkan sikap lama, contohnya dengan berusaha untuk menunda keputusan kebijakan publik yang tidak bisa dihindari. Keengganan untuk berubah ini jarang menyisakan ruang bagi kompromi terhadap masalah legislatif.
2) Strategi Perubahan Adaptif:
Menyarankan pada keterbukaan terhadap perubahan serta kesadaran bahwa hal ini tidak bisa dihindari. Pendekatan ini berlandaskan pada perencanaan untuk mengantisipasi perubahan serta menawarkan dialog konstruktif untuk menemukan sebuah bentuk kompromi atau akomodasi.
3) Strategi Respon Dinamis:
Mengantisipasi dan mengusahakan untuk membentuk arah keputusan kebijakan publik dengan menentukan bagaimana berkampanye melawan issue akan dilakukan. Pendekatan ini menjadikan organisasi sebagai pelopor pendukung perubahan.
d. Pemrograman Tindakan terhadap Issue:
Setelah memilih satu dari ketiga pendekatan di atas untuk merespon setiap issue, organisasi harus memutuskan kebijakan yang mendukung perubahan yang diinginkan untuk masuk ke tahap keempat. Tahap ini membutuhkan koordinasi sumber-sumber untuk menyediakan dukungan maksimal agar tujuan dan target dapat tercapai.
e. Evaluasi Hasil:
Akhirnya, dibutuhkan riset untuk mengevaluasi hasil program yang didapat (actual) dibandingkan dengan hasil program yang diinginkan.
Regester& Larkin (2003:60-61) mengingatkan bahwa semakin lama issue bertahan, semakin sedikit pilihan yang tersedia dan semakin mahal biayanya
3. Pengendalian dan Pengelolaan Issue
Proses tambahan bagi model manajemen issue dalam Modul 1 (siklus issue dari Hainsworth & Meng) dapat dipetakan untuk menggambarkan peran pembuatan keputusan manajemen pada setiap fase (Regester & Larkin, 2003:99-102):
a. Fase Kesadaran:
dipetakan pada tahap 1 dari siklus issueissue potensial. Di sini, penekanan dalam tim manajemen adalah pada mendengarkan dan mempelajari. Mereka yang terlibat harus terjaga, terbuka, rendah hati, penasaran serta tertantang. Latar belakang informasi dan riset harus digunakan selengkapnya serta mengadakan pemonitoran infrastruktur.
b. Fase Eksplorasi:
Tahap ini mengindikasikan urgensi yang meningkat terhadap pentingnya issue. Tanggungjawab khusus harus dibagikan, kesadaran organisasi ditingkatkan dan proses analisa serta pembentukan opini dimulai. Suatu gugus tugas dapat dibentuk untuk memudahkan alokasi tanggungjawab. Berikut adalah karakteristik contoh gugus tugas:
Senioritas untuk mengambil keputusan, mengalokasikan sumber serta mengarahkan implementasi program.
Ukuran disiplin direpresentasikan dan akses yang sesuai atas informasi untuk tujuan pengambilan keputusan.
Akses yang mudah untuk mengatur rapat serta ‘jaringan’ informasi; fleksibilitas dan informalitas dalam metode bekerja.
Kemampuan untuk mengkombinasikan keahlian analitis dan kreatif dengan tindakan serta pengambilan keputusan yang terfokus dan cepat.
Meminimalisir arus kertas untuk menghindari birokrasi, respon yang lamban serta kebocoran informasi yang sensitif.
Kesadaran yang lebih luas atas issue tersebut di dalam perusahaan ditingkatkan pada tahap ini dan analisis serta proses pembentukan opini dimulai.
c. Fase Pembuatan Keputusan:
Pada tahap ini perusahaan harus mempertimbangkan tindakan. Tim manajemen harus mengukur dan memutuskan secara objektif terhadap beberapa alternatif yang diperlihatkan seraya mendorong pemikiran yang luas dan kreatifitas dalam memformulasikan suatu rencana tindakan.
d. Fase Implementasi:
Tahap ini melibatkan pengambilan langkah-langkah yang sesuai untuk membuat keputusan manajemen dilaksanakan.
e. Fase Modifikasi:
Pengukuran dan evaluasi dari tindakan yang tengah dijalankan serta hasilnya, sehingga penyesuaian atau perbaikan terhadap rencana tindakan dapat dibuat.
f. Fase Penyelesaian:
Tahap ini adalah periode relaksasi yang harus menurunkan tingkat keterlibatan manajemen senior. Kegiatan kunci melibatkan delegasi yang sesuai dan menjamin implementasi atas perubahan yang dihasilkan manajemen dalam organisasi.
Manajemen issue yang efektif dapat membantu membangun manfaat dan penjualan yang kompetitif, terutama dalam pasar yang baru; juga dapat membantu mengeksploitasi kesempatan atau melindungi kebijakan organisasi ketika terdapat potensi bagi perubahan sosial yang penting. Tekanan-tekanan dari pasar yang dinamis, kegiatan kompetitor serta ketersediaan sumber daya dapat menyulitkan dalam mengantisipasi, memulai atau merencanakan berbagai issue penting.
Kerry Tucker & Bill Trumpfheller (Regester & Larkin, 2003:102-112), menetapkan sebuah rencana lima langkah untuk membantu mencanangkan sebuah sistem manajemen issue yang telah berhasil dipraktekkan di lapangan:
a. Mengantisipasi issue dan menetapkan prioritas
Membentuk gugus tugas internal, berdasarkan kerangka pendekatan dalam proses terdahulu merupakan titik awal vital. Sesi pertukaran pikiran dan analisa database harus memfokuskan pada penjawaban pertanyaan-pertanyaan berikut:
Siapa kompetitor langsung dan tak langsung serta faktor sosial atau regulasi apa yang harus kita hadapi?
Perubahan apa yang harus kita antisipasi dalam pasar serta dalam lingkungan politis dan sosial yang lebih luas 12 bulan mendatang dan masa-masa ke depan?
Faktor-faktor apa yang mungkin berdampak pada cara kita bekerja?
Peristiwa khusus apa yang mungkin terjadi dan memiliki dampak pada kemampuan kita untuk memelihara dan mengembangkan pasar kita?
Sekali issue-issue ini dapat teridentifikasi, kita dapat menempatkan prioritas dan mengambil keputusan tentang berapa lama dan berapa besar sumber daya yang diperlukan untuk mengatasi issue-issue tersebut.
b. Menganalisa Issue
Kembangkan analisa issue yang singkat dan formal, lihatlah pada kesempatan-kesempatan serta ancaman terhadap serangkaian skenario yang berbeda. Hal ini harus mencakup apa yang terjadi bila issue dibiarkan, serta pengukuran bagaimana khalayak kunci mungkin terkena dampak oleh issue tersebut. Juga harus ada ringkasan kemana arah issue mungkin berkembang. Hal ini akan memberikan pada manajemen pandangan yang luas atas issue serta efeknya pada sejumlah area seperti penempatan posisi produk di pasar, kinerja keuangan, reputasi perusahaan serta prospektif bagi regulasi atau bahkan pengadilan.
c. Merekomendasikan posisi organisasi terhadap issue
Analisa dari langkah sebelumnya harus menyediakan database untuk mengembangkan suatu posisi yang direncanakan untuk menciptakan dukungan mayoritas terbesar dari para individu atau kelompok-kelompok yang terkena dampak. Database tersebut dibentuk berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut:
Siapa yang terkena dampak?
Bagaimana kelompok atau para individu yang terkena dampak ini memandang issue tersebut?
Apa kemungkinan posisi dan kecenderungan sikap mereka?
Apa informasi/data yang dapat kita kumpulkan untuk mendukung kasus kita?
d. Mengidentifikasikan kelompok dan pembentuk opini yang dapat memperbaiki posisi kita
Kelompok-kelompok dan para individu ini akan terlihat melalui pertanyaan berikut:
Siapa yang membuat keputusan atas issue tersebut?
Siapa yang mungkin mendukung posisi kita?
Siapa yang mungkin tidak akan mendukung posisi kita?
Siapa yang dapat menjadi target kita untuk membuat perubahan terbesar dalam memperbaiki posisi kita?
Jika mungkin, riset harus dilaksanakan untuk memvalidasikan asumsi yang dibuat tentang kelompok-kelompok selama tahap analisa. Para pembentuk opini, diikuti oleh industri berpengaruh atau asosiasi karyawan, konsumen dan kelompok-kelompok berkepentingan serta media massa yang sudah mendapatkan informasi, dapat menjadi pendukung kuat dalam berurusan dengan khalayak yang bervariasi, serta kriteria untuk menyeleksi mereka termasuk:
Siapa yang dimintai nasehat/saran oleh anggota kelompok target kita atas issue tersebut?
Siapa yang akan dipercayai oleh komunitas (konsumen, pelanggan) dan masyarakat luas atas issue tersebut?
Siapa yang mempunyai kredibilitas paling baik untuk memperbaiki posisi kita terhadap issue tersebut?
Siapa yang mungkin terbuka terhadap posisi kita atas issue tersebut?
e. Mengidentifikasi sikap yang dikehendaki
Hal ini merupakan poin yang sering gagal diperhatikan. Memperbaiki sikap khusus yang berhubungan dengan posisi perusahaan akan membawa perkembangan pada sisa proses perencanaan, yakni: strategi komunikasi dan pemasaran, tujuan, target, pesan, taktik, alokasi sumber daya serta anggaran.
Akhirnya, evaluasi kemajuan harus dimasukkan ke dalam rencana untuk menjamin bahwa target-target kunci dipenuhi, arah issue tergambarkan serta penyesuaian-penyesuaian dibuat jika memungkinkan.
Implementasi kegiatan-kegiatan berikut ini sedini mungkin baik untuk memperoleh inisiatif dan perlindungan terhadap berbagai perkembangan yang tidak diharapkan:
1) Pembentukan gugus tugas:
Identifikasikan gugus tugas yang berpengalaman/berasal dari sumber yang sesuai untuk menggambarkan serta mengelola strategi respon terhadap issue.
Menjaga pendekatan yang fleksibel dan kreatif untuk mempertimbangkan ukuran perlawanan, perubahan regulasi serta inisiatif untuk posisi perusahaan yang positif.
Berpikir secara positif dan proaktif secara menyeluruh, sangat mudah terjebak menggunakan strategi defensive sehingga kehilangan kesempatan untuk mengamankan atau memperoleh kesempatan dukungan dari pra pembentuk opini, media serta publik.
2) Pertukaran pikiran dan analisa yang cerdas:
Memonitor, mengumpulkan dan memeriksa kembali data/riset yang relevan.
Menilai kegiatan kompetitor/regulasi secara konstan serta merujuk pada pengalaman praktis yang sama dari perusahaan-perusahaan lain sebagai petunjuk pendekatan.
Memperoleh dan memonitor publikasi rekanan/publikasi para pakar yang relevan sedini mungkin untuk penilaian dan tindakan yang dibutuhkan; kejarlah bisnis serta media massa yang lebih luas.
3) Juara issue:
Salah satu cara mengelola kebutuhan bagi pengumpulan dan analisis data adalah dengan menugaskan tiap issue kepada seseorang di dalam organisasi yang berpengalaman sesuai. Pakar-pakar internal ini, para “juara issue”, harus bertindak sebagai sumber informasi yang bisa dipercaya untuk membantu gugus tugas dan manajemen lain dalam perencanaan serta koordinasi aktivitas-aktivitas terkait.
4) Materi latar belakang untui briefing:
Siapkan informasi latar belakang yang relevan dengan pemosisian organisasi yang diinginkan seperti pesan-pesan kunci, latar belakang perusahaan/produk/servis, Q&A, kontak referensi dan database riset, perlengkapan contoh presentasi, dan lain-lain.
5) Database riset:
Dalam sektor industri dimana ada potensi bagi resiko terhadap kesehatan, keamanan publik atau lingkungan, penting untuk membuat dan menyimpan database teknis dan ilmiah tentang berbagai informasi yang terkait, contohnya keamanan jangka panjang sebuah obat, ketatnya sistem pemonitoran higienis dalam pemrosesan makanan, frekuensi pengecekan keamanan rutin serta peristiwa aktual yang terjadi pada fasilitas manufaktur, penggunaan pakar audit keamanan dan penilaian dampak independen untuk mendorong teknik praktek terbaik agar meminimalkan resiko kebocoran kimiawi atau minyak, dan lain-lain.
6) Manajemen hubungan:
Membangun kesamaan dini melalui pengembangan dan pengelolaan hubungan berpengaruh dengan:
o Para akademisi pendukung serta pembentuk opini lainnya
o Wartawan yang terpelajar
o Otoritas regulasi
o Asosiasi industri dan karyawan
o Unit-unit kebijakan
o Kelompok politis pada tingkat lokal, nasional dan internasional
o Kelompok-kelompok lokal dan kelompok-kelompok penekan/berkepentingan lainnya
Lakukan hubungan melalui kontak dan briefing informal; distribusi informasi; pensponsoran program-program pendidikan serta riset, dan lain-lain. Kelompok-kelompok di atas berkomunikasi secara formal dan informal bersamaan, sehingga penting untuk memahami relasi di antara mereka serta potensi bagi agenda-agenda umum atas issue yang terkait dengan pemosisian organisasi. Cobalah untuk menilai persepsi/opini mereka atas issue-issue potensial dengan mengklasifikasikan mereka ke dalam kelompok positif/netral/negatif.
7) Pengembangan pembentuk opini:
  • Kontak dan bangun hubungan dengan para pembentuk opini potensial suportif yang bisa menjadi pendukung independent dan berpengaruh terhadap pemosisian perusahaan yang diinginkan.
  • Pertimbangkan penggunaan taktik seperti pensponsoran riset dan publikasi, undangan untuk menghadiri simposium, atur atau berikan data pada rapat-rapat serta diskusi meja bundar jika memungkinkan.

8)Program informasi/pendidikan:
Membangun dukungan pada lapisan paling bawah melalui pengorganisasian rapat komunitas, korespondensi, roadshow serta penyediaan pelatihan/bantuan pendidikan untuk mendorong pemahaman dan minat yang lebih efektif. Kegiatan yang serupa dapat dipertimbangkan bagi kelompok-kelompok pelanggan dan pemasok.
9) Masalah regulasi:
  • Persiapkan diri untuk merespon secara proaktif terhadap pertanyaan-pertanyaan peraturan potensial yang terkait dengan kinerja organisasi, produk & servis.
  • Siapkan respon dan kembangkan informasi terkini yang relevan yang dapat dikirimkan secra teratur kepada otoritas yang sesuai.
  • Organisasikan program rapat untuk membangun hubungan serta menetralkan pelaporan tak menyenangkan yang potensial.

10) Manajemen media:
  • Bekerja sama dengan berbagai media massa (spesialis atau umum pada tingkat nasional/ regional/internasional) secara proaktif dengan membangun kontak, menjamin ketersediaan juru bicara, mengeluarkan pernyataan pers, surat kepada publikasi spesialis, artikel bylined, briefing dan lokakarya media.
  • Monitor liputan editorial dan jurnalis individual atau publikasi bagi kepentingan tertentu; klasifikasikan ke dalam sikap editorial yang positif/netral/negatif dengan menggunakan ongoing basis dan segera ikuti dengan pernyataan penting.
  • Melatih juru bicara yang sesuai, perusahaan, teknis dan pemasaran, bahkan pembentuk opini independen yang mendukung jika memungkinkan.

11) Pendekatanglocal”:
  • Bertindak secara lokal namun berpikir secara global dalam mengelola issue. Pertimbangkan implikasi bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang serupa, juga industri secara keseluruhan, untuk memutuskan apakah pendekatan koalisi mungkin lebih efektif.
  • Harus menyadari ketika dampak sebuah issue terjadi di suatu pasar, akan dapat melintasi perbatasan nasional serta mulai secara cepat di negara-negara lain ketika agenda politis lokal atau kompetitor dapat menyebabkan ancaman-ancaman baru.

12) Membuat checklist untuk mempermudah perencanaan program manajemen issue.

DAFTAR REFERENSI
Caywood, Clarke L., Ph.d, Ed. The Handbook of Strategic Public Relations & Integrated Communications. U.S.A: McGraw-Hill, 1997.
Chase, W. Howard. Issue Management: origins of the future. U.S.A.: Issue Actions Publications Inc., 1984.
Crable, R.E., Vibert, S.L., ‘Managing Issues & Influencing Public Policy’, Public relations Review, Summer 1985.
Gregory, Anne. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations. Terjemahan Dewi Damayanti, S.S., M.Sc. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004.
Harrison, Kim. Strategic Public Relations: A Practical Guide to Success – 2nd Edition. Vineyard Publishing, 2001.
Heath, R.L., Nelson, R.A., Issue Management. Newbury Park: 1986.
Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT. Pusaka Utama Grafiti, 2003.
Putra, I Gusti Ngurah. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999.
Regester, Michael, Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management in Public Relations. New Delhi: Crest Publishing House, 2003.
White, John, Laura Mazur. Strategic Communications Management: Making Public Relations Work. Great Britain: Addison-Wesley Publishers Ltd., 1995.

Wongsonagoro, Maria. “Crisis Management & Issues Management” (The Basics of Public Relations). Jakarta: IPM Public Relations, 24 Juni 1995.

0 komentar:

Posting Komentar