Selasa, 11 Juni 2013

A.    PENDAHULUAN

1.   Latar Belakang
Di zaman yang serba canggih dan sudah maju seperti sekarang ini, tentu semakin banyak muncul penyakit-penyakit baru seiring dengan semakin berkembangnya tegnologi maupun gaya hidup seseorang. Selain itu, semakin banyak pula makanan yang memicu tumbuhnya berbagai penyakit –penyakit seperti gagal ginjal yang harus diobati maupun dilakukan penyembuhan dengan alat-alat yang serba canggih. Sehingga tidak menutup kemungkinan seseorang yang terkena penyakit parah akan dirawat dengan menggunakan banyak alat-alat modern yang terpasang pada tubuhnya dan hidup bergantung dari alat-alat yang terpasang pada tubuhnya tersebut. Tidak jarang seseorang yang telah berhenti pernapasannya dan telah berhenti denyut jantungnya, berkat intervensi medis misalnya alat bantu nafas (respirator), dapat bangkit kembali.
Terkadang upaya penyelamatan berhasil sempurna tanpa cacat, tetapi terkadang fungsi pernapasan & jantung kembali normal, tanpa disertai pulihnya kesadaran, yang terkadang bersifat permanen. Secara klinis seseorang tergolong hidup, tetapi secara sosial dapat dikatakan jika seseorang tersebut hanya bertahan hidup dengan bantuan berbagai alat medis.
Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi dari berbagai kalangan mengenai hal tersebut.
Apakah seseorang harus terus dipertahankan hidupnya dengan berbagai bantuan alat yang terpasang dalam hidupnya ? Ataukah boleh keluarga meminta untuk melepaskan alat-alat bantu untuk menunjang hidup seseorang yang sedang dalam kondisi yang sangat buruk ? Hal yang demikian berkaitan dengan suatu hal yang bernama euthanasia, yaitu praktik pencabutan kehidupan manusia  melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Kematian sebagai akhir dari rangkaian kehidupan adalah merupakan hak dari Tuhan. Tak seorangpun yang berhak menundanya sedetikpun, termasuk mempercepat waktu kematian. Lalu, bagaimana dengan hak pasien untuk mati guna menghentikan penderitaannya?
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap dibicarakan oleh para ahli dan menimbulkan perdebatan. Para ahli baik di bidang medis, agama, maupun hukum belum menemukan kata sepakat untuk tindakan euthanasia yang berkaitan dengan keinginan pasien untuk lebih memilih mengakhiri hidupnya untuk menghentikan penderitaan yang dialami atas perijinan dari keluarga. Situasi ini menimbulkan dilema bagi para tenaga medis, karena tindakan euthanasia mempunyai konsekuensi hukum. Selain konsekuensi hukum, tentu tenaga media juga akan mengalami konflik dalam batinnya. Makalah ini akan mengulas secara lebih detail mengenai masalah euthanasia atas permintaan dari keluarga pasien.

2.      Rumusan Masalah
  •  Apa definisi dari euthanasia ?
  • Bagaimana euthanasia jika ditinjau dari berbagai sudut ?
  • Baaimana sejarah dari euthanasia ?
  • Apa saja praktik-pratik euthanasia yang ada di dunia ?
  • Bagaimana aturan euthanasia yang berlaku di berbagai negara lain?
  • Bagaiman hukum yang mengatur euthanasia di Indonesia?
  • Apakah euthanasia atas ijin dari keluarga ?
  • Apa contoh euthanasia yang pernah ada di Indonesia?


3.      Tujuan
  1. Mengetahui definisi euthanasia
  2. Mengetahui euthanasia ditinjau dari berbagai segi
  3. Mengetahui sejarah dari euthanasia
  4. Mengetahui praktik-praktik euthanasia pernah terjadi
  5. Mengetahui aturan aturan euthanasia yang ada di berbagai dunia
  6. Mengetahui hukum yang mengatur euthanasia di Indonesia
  7. Mengetahui euthanasia atas ijin dari keluarga
  8. Mengetahui contoh euthanasia yang pernah ada di Indonesia

 B.     PEMBAHASAN

1.      Pengertian
Eutanasia yang berasal dari kata “atos” yang berarti kematian adalah praktik pencabutan kehidupan manusia  melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Aturan mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya  maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum.
2.   Euthanasia dapat dtinjau dari berbagai sudut
a.      Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
1)     Eutanasia agresif,
disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2)     Eutanasia non agresif,
disebut juga eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3)     Eutanasia pasif
dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotik kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

b.                        Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1)     Eutanasia di luar kemauan pasien:
yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
2)     Eutanasia secara tidak sukarela:
Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien. Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
3)     Eutanasia secara sukarela :
dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.

c.            Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
  1. Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
  2. Eutanasia hewan
  3. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela


d.         Eutanasia ditinjau dari sejarah :

Asal-usul kata eutanasia

Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti ”kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan. Euthanasia menurut sejarahnya dibagi menjadi 3 :

a.                  Eutanasia dalam dunia modern

Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan diAmerika maupun Inggris. Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan". Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.

b.         Eutanasia pada masa setelah perang dunia


Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.
>>>>>>>>>>>selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<<

0 komentar:

Posting Komentar