A.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Di
zaman yang serba canggih dan sudah maju seperti sekarang ini, tentu semakin
banyak muncul penyakit-penyakit baru seiring dengan semakin berkembangnya
tegnologi maupun gaya hidup seseorang. Selain itu, semakin banyak pula makanan
yang memicu tumbuhnya berbagai penyakit –penyakit seperti gagal ginjal yang
harus diobati maupun dilakukan penyembuhan dengan alat-alat yang serba canggih.
Sehingga tidak menutup kemungkinan seseorang yang terkena penyakit parah akan
dirawat dengan menggunakan banyak alat-alat modern yang terpasang pada tubuhnya
dan hidup bergantung dari alat-alat yang terpasang pada tubuhnya tersebut. Tidak jarang seseorang yang telah
berhenti pernapasannya dan telah berhenti denyut jantungnya, berkat intervensi
medis misalnya alat bantu nafas (respirator), dapat bangkit kembali.
Terkadang upaya penyelamatan berhasil sempurna tanpa cacat, tetapi terkadang fungsi pernapasan & jantung kembali normal, tanpa disertai pulihnya kesadaran, yang terkadang bersifat permanen. Secara klinis seseorang tergolong hidup, tetapi secara sosial dapat dikatakan jika seseorang tersebut hanya bertahan hidup dengan bantuan berbagai alat medis. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi dari berbagai kalangan mengenai hal tersebut.
Terkadang upaya penyelamatan berhasil sempurna tanpa cacat, tetapi terkadang fungsi pernapasan & jantung kembali normal, tanpa disertai pulihnya kesadaran, yang terkadang bersifat permanen. Secara klinis seseorang tergolong hidup, tetapi secara sosial dapat dikatakan jika seseorang tersebut hanya bertahan hidup dengan bantuan berbagai alat medis. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi dari berbagai kalangan mengenai hal tersebut.
Apakah seseorang harus terus dipertahankan hidupnya
dengan berbagai bantuan alat yang terpasang dalam hidupnya ? Ataukah boleh
keluarga meminta untuk melepaskan alat-alat bantu untuk menunjang hidup
seseorang yang sedang dalam kondisi yang sangat buruk ? Hal yang demikian
berkaitan dengan suatu hal yang bernama euthanasia, yaitu praktik pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya
dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Kematian sebagai akhir dari rangkaian
kehidupan adalah merupakan hak dari Tuhan. Tak seorangpun yang berhak
menundanya sedetikpun, termasuk mempercepat waktu kematian. Lalu, bagaimana
dengan hak pasien untuk mati guna menghentikan penderitaannya?
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap dibicarakan oleh para ahli dan menimbulkan perdebatan. Para ahli baik di bidang medis, agama, maupun hukum belum menemukan kata sepakat untuk tindakan euthanasia yang berkaitan dengan keinginan pasien untuk lebih memilih mengakhiri hidupnya untuk menghentikan penderitaan yang dialami atas perijinan dari keluarga. Situasi ini menimbulkan dilema bagi para tenaga medis, karena tindakan euthanasia mempunyai konsekuensi hukum. Selain konsekuensi hukum, tentu tenaga media juga akan mengalami konflik dalam batinnya. Makalah ini akan mengulas secara lebih detail mengenai masalah euthanasia atas permintaan dari keluarga pasien.
Hak pasien untuk mati, yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap dibicarakan oleh para ahli dan menimbulkan perdebatan. Para ahli baik di bidang medis, agama, maupun hukum belum menemukan kata sepakat untuk tindakan euthanasia yang berkaitan dengan keinginan pasien untuk lebih memilih mengakhiri hidupnya untuk menghentikan penderitaan yang dialami atas perijinan dari keluarga. Situasi ini menimbulkan dilema bagi para tenaga medis, karena tindakan euthanasia mempunyai konsekuensi hukum. Selain konsekuensi hukum, tentu tenaga media juga akan mengalami konflik dalam batinnya. Makalah ini akan mengulas secara lebih detail mengenai masalah euthanasia atas permintaan dari keluarga pasien.
2. Rumusan Masalah
- Apa definisi dari euthanasia ?
- Bagaimana euthanasia jika ditinjau dari berbagai sudut ?
- Baaimana sejarah dari euthanasia ?
- Apa saja praktik-pratik euthanasia yang ada di dunia ?
- Bagaimana aturan euthanasia yang berlaku di berbagai negara lain?
- Bagaiman hukum yang mengatur euthanasia di Indonesia?
- Apakah euthanasia atas ijin dari keluarga ?
- Apa contoh euthanasia yang pernah ada di Indonesia?
3. Tujuan
- Mengetahui definisi euthanasia
- Mengetahui euthanasia ditinjau dari berbagai segi
- Mengetahui sejarah dari euthanasia
- Mengetahui praktik-praktik euthanasia pernah terjadi
- Mengetahui aturan aturan euthanasia yang ada di berbagai dunia
- Mengetahui hukum yang mengatur euthanasia di Indonesia
- Mengetahui euthanasia atas ijin dari keluarga
- Mengetahui contoh euthanasia yang pernah ada di Indonesia
1. Pengertian
Eutanasia yang berasal dari
kata “atos” yang berarti kematian adalah
praktik pencabutan kehidupan manusia melalui
cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan. Aturan mengenai
masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan
perubahan norma-norma
budaya maupun
ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia
dianggap legal,
sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum.
2. Euthanasia dapat dtinjau dari berbagai sudut
a. Eutanasia ditinjau dari
sudut cara pelaksanaannya
Bila ditinjau dari cara
pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eutanasia
agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
1) Eutanasia
agresif,
disebut
juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat
dilakukan dengan pemberian suatu senyawa
yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh
senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2) Eutanasia
non agresif,
disebut juga
eutanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas
dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa
penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat
sebuah "codicil"
(pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu
praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3) Eutanasia
pasif
dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk
mengakhiri kehidupan seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien
secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotik kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit
seperti morfin yang disadari justru akan
mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara
terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang menghendaki
kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus
keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada
permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang
paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah
sebagai upaya defensif medis.
b.
Eutanasia
ditinjau dari sudut pemberian izin
Ditinjau dari sudut
pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1)
Eutanasia
di luar kemauan pasien:
yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan
keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat
disamakan dengan pembunuhan.
2)
Eutanasia secara tidak sukarela:
Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun
juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak
untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari
si pasien. Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku
memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
3)
Eutanasia
secara sukarela :
dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih
merupakan hal kontroversial.
c. Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan
Beberapa tujuan pokok dari
dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
- Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
- Eutanasia hewan
- Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
d. Eutanasia
ditinjau dari sejarah :
Asal-usul kata eutanasia
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (baik) and "thanatos"
(maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti ”kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia"
ini pada "sumpah
Hippokrates" yang ditulis
pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan
menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun
telah dimintakan untuk itu". Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri"
ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.
Euthanasia menurut sejarahnya dibagi menjadi 3 :
a.
Eutanasia
dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya
perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara
bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun
demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan diAmerika maupun Inggris. Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan
beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan
eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas
kasihan". Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program"
eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita
keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan
hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action
T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap
anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia.
b. Eutanasia pada masa setelah perang dunia
Setelah dunia
menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap
tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena
disebabkan oleh cacat genetika.
>>>>>>>>>>>selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<<
0 komentar:
Posting Komentar