PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI
MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP HUBUNGAN ANTARA
PENGETAHUAN ANGGARAN DENGAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH (APBD)
The purpose of this studi examined influence
of public accountability, public participation and public policy transparancy
on the relationship between budgeting knowledge and budgeting control. The
sample study are legislative assembly at provincial (DPRD) and public such as
Non Govermental Organization (NGO), public organization, public figure,
academic, student and mass media in Kota Malang, Kabupaten Malang, and Kota
Batu. Hypothesis are tested empirically used regression and Chow test. The result
of study indicated that, first, budgeting knowledge are statically significant,
positive coeficient indicated that high budgeting according legislative and
public. The second, interaction between public accountability with budgeting
knowledge are statically significant according legislative and public.The
thrid, interaction between public participation with budgeting knowledge are
statically significant according legislative, and not significant according
public. The fourth, interaction public policy transparancy between with
budgeting knowledge arestatically not significant.The Fifth, the result of chow
test indicated that local financial control (APBD) funtion different are
statically as well as council although public sample, so hyphothesis fifth are
acceptance.
Key Word: Public Accountability, Public
Participation, Public Policy, Transparancy, Budgeting Knowledge, Budgeting
Control (APBD)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara
umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pernyataan tentang
rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1 tahun). Pada
awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah untuk satu periode. Sebelum anggaran dijalankan harus mendapat
persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi anggaran juga sebagai
alat pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan publik. Dengan
melihat fungsi anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power
relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah,
2004).
Realitasnya,
peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil bahkan
tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan pengesahan
atas RAPBD yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang untuk
mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak
positif dari reformasi, telah terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan
legislaif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki
power. Dewan tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan
eksekutif menyusun anggaran (fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab
terhadap DPRD (fungsi controling).
Disamping
itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah juga diikuti dengan pelimpahan
wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana. Pelimpahan
dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan reformasi
sistem akuntansi keuangan daerah (Halim, 2003). Reformasi penganggaran yang
terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan anggaran yang
mengedepankan prinsip akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan
transparansi anggaran. Disamping itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan
kinerja (performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value
For Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin
anggaran (Mardiasmo, 2003).
Pelaksanaan
reformasi anggaran yang mengedepankan akuntabilitas publik, partisipasi
masyarakat, dan transparansi memerlukan internal control dan eksternal
control yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal
tersebut maka peran dari dewan menjadi semakin meningkat dalam mengontrol
kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun
2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1)
Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan
pemeriksa eksternal didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan
anggaran.
Pengawasan
anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh
dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh
dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor
eksternal adalah pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan yang akan
memperkuat atau memperlemah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan,
diantaranya adalah akuntabillitas publik, partisipasi masyarakat dan
transparansi kebijakan publik.
Penelitian
yang dilakukan oleh Andriani (2002) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran
berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang
dilakukan oleh dewan. Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang menunjang fungsi pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil
rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah
minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
Penelitian
sejenis pernah dilakukan oleh (Sopanah dan Mardiasmo, 2003) dan hasilnya
menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap
pengawasan APBD. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya semakin tinggi
pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin
meningkat. Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh
dewan. Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh
dewan.
Penelitian
ini merupakkan lanjutan dari penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003) dengan
menambah variabel akuntabilitas publik dan memperbandingkan analisis menurut
sampel dewan seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan analisis
menurut sampel masyarakat. Disamping itu, peneliti juga akan membandingkan
apakah terdapat perbedaan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut
dewan dan masyarakat?.
- Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
- Apakah pengetahuan anggaran
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD menurut
dewan dan masyarakat?
- Apakah akuntabilitas publik
berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran
dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
- Apakah partisipasi masyarakat
berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran
dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
- Apakah transparansi kebijakan publik
berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran
dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
- Apakah terdapat perbedaan signifikan
fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
- Tujuan Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
- Untuk memberikan bukti empiris bahwa
pengetahuan anggaran mempengaruhi pengawasan keuangan daerah (APBD)
menurut dewan dan masyarakat.
- Untuk memberikan bukti empiris bahwa
akuntabilitas publik mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran
dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan
masyarakat.
- Untuk memberikan bukti empiris bahwa
partisipasi masyarakat mempengaruhi hubungan antara pengetahuan
anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan
masyarakat.
- Untuk memberikan bukti empiris bahwa
transparansi mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan
pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
- Untuk memberikan bukti empiris bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi pengawasan keuangan
daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
- Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan bukti empiris adanya pengaruh pengetahuan anggaran
terhadap pengawasan anggaran (APBD) yang akan diperkuat atau diperlemah dengan
adanya akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan
publik. Bagi para akademisi hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan
literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama pengembangan sistem
pengendalian manajeman sektor publik. Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai
acuan guna penelitian lanjutan.
Sementara
bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan
otonomi daerah khususnya akan meningkatkan peran dewan dalam pengawasan
anggaran (APBD) sehingga dapat terwujud pemerintahan yang baik (good
goverment). Sedangkan bagi partai politik dapat dijadikan acuan pada saat
rekruitment anggota dewan dan pengembangan kader partai.
II.
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
- Pengawasan Keuangan Daerah
Dalam pasal 1
PP. No. 105/ 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak &kewajiban
daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut. Pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban negara serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban tersebut yang dapat dinilai dengan uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian keuangan negara
tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan
pengertian keuangan “daerah”.
Pengawasan
keuangan daerah diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah di
susun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan menurut
Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (6) menyebutkan, bahwa:
“Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Berdasarkan
ruang lingkup pengawasan Fatchurrochman (2002) membedakanya menjadi dua, yaitu:
(1). Pengawasan internal yang terdiri dari pengawasan melekat dan pengawasan
fungsional, dan (2). Pengawasan eksternal. Pengawasan internal adalah
pengawasan yang dilakukan oleh baik atasan langsung dan aparat pengawas
fungsional yang berasal dari lingkungan internal organisasi pemerintah, atau
juga yang dikenal sebagai APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). APIP
terdiri dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Inspektorat
Jendral Departemen (Irjen) atau Unit Pengawas Lembaga Non Departemen, Inspektorat
Wilayah (Itwil), serta Satuan Pengawas Intern (SPI)
Pengawasan
melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan langsung
suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk mengetahui atau
menilai apakah kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional
adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat fungsional baik yang
berasal dari lingkungan internal depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk
pengawasan dari lembaga khusus pengawasan.
Pengawasan
yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak
langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung
dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek
sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan
cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara
mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana. Pengawasan preventif
dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum pekerjaan dimulai. Pengawasan represif
dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan
ditempat (inspeksi).
Pengawasan
yang dilakukan oleh DPRD terhadap eksekutif dimaksudkan agar terdapat
jaminan terciptanya pola pengelolaan anggaran daerah yang terhindar dari
praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) baik mulai dari proses
perencanaan, pengesahan, pelaksanaan serta pertanggungjawabannya. Disamping
DPRD mengawasi secara langsung tentang mekanisme anggaran, DPRD juga
menggunakan aparat pengawasan eksternal pemerintah, yang independen terhadap
lembaga eksekutif di daerah yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan
merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan
APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi
saja (Mardiasmo, 2001).
- Pengetahuan Anggaran dan Pengawasan
Keuangan Daerah (APBD)
Pengetahuan
erat kaitannya dengan pendididkan dan pengalaman. Ketiganya mempengaruhi
seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengalaman dan pengetahuan yang
tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang
dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD sebagai wakil rakyat (Truman,
1960). Seharusnya mereka adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang tinggi dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.
Dalam
menjalankan fungsi dan peran anggota Dewan, kapasitas dewan sangat ditentukan
oleh kemampuan bergaining position dalam memproduk sebuah kebijakan.
Kapabilitas dan kemampuan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman menyusun berbagai Peraturan Daerah (PERDA).
Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan dengan
kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002;
Sutarnoto, 2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas Dewan yang
diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh
terhadap kinerja Dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan
fungsi pengawasan. Pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk
masa yang akan datang.
Yudoyono
(2002) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya secara tepat,
melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan
kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang
cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik
dan lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan
keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan
mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya
pemborosan dan kebocoran anggaran. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis utama
sebagai berikut:
H1: Pengetahuan Dewan tentang anggaran
berpengaruh signifikan positif terhadap pengawasan keuangan daerah.
- Akutabilitas Publik dan Pengawasan
Keuangan Daerah (APBD).
Azas
akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada
adanya pengendalian dari luar (external control) yang mendorong aparat
untuk bekerja keras. Birokrasi dikatakan accountable apabila dinilai
secara objektif oleh masyarakat luas.
Menurut
Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah
secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan
pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi
masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu
menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara
proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja
pemerintah. Melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat
pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.
Akuntabilitas
publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan masyarakat
berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh pendapatnya Rubin (1996)
yang menyatakan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan
partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan
pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi
akan memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, sehingga hipotesis
utamanya dirumuskan sebagai berikut:
H2: Akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
- Parisipasi Masyarakat dan Pengawasan
Keuangan Daerah (APBD)
Penjaringan
aspirasi masyarakat merupakan bagian integral dari upaya untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD yang merupakan misi utama
dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada tiga
elemen penting yang segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja (performance)
pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan DPRD.
Achmadi
dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari pelaksanaan
otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan
aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap pihak
eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin sukses pelakasanaan otonomi
daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu masyarakat berpartisipasi
secara aktif dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat
penyusunan anggaran (APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka
diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara
kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari
lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM),
media masa, organisasi kemasyarakatan dan partai politik.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi masyarakat akan
memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka peranan Dewan dalam
melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan
masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran
yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat
diharapkan akan meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga hipotesis
utamanya dirumuskan sebagai berikut:
H3: Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan
terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan
daerah.
- Transparansi Kebijakan Publik dan
Pengawasan Keuangan Daerah
Selain
adanya partisipasi masyarakat dalam siklus anggaran, transparansi
anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi merupakan
salah satu prinsip good governance. Transparansi dibangun atas dasar
arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan
informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan
informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di mengerti dan di
pantau.
Menurut
Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif
dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) Terdapat
pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses,
(3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya
suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian informasi kepada
pubik.Transparansi merupakan prasyarat untuk terjadinya partisipasi masyarakat
yang semakin sehat karena (Sulistoni, 2003): (a) Tanpa informasi yang memadai
tentang penganggaran, masyarakat tidak punya kesempatan untuk mengetahui,
menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan, (b) Transparansi memberi kesempatan
aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi kebijakan dan alokasi anggaran dengan
memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam debat anggaran, (c) Melalui
informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan monitoring terhadap
keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi fungsi pengawasan
tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan bahwa semakin
transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan
akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi
kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis utama penelitiannya adalah:
H4: Transparansi kebijakan publik
berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan
pengawasan keuangan daerah.
Untuk
mengetahui apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) berbeda secara
signifikan antara sampel masyarakat dan sampel dewan maka perlu diuji, sehingga
hipotesis kelima dari penelitian ini adalah:
H5: Terdapat perbedaan yang signifikan antara
fungsi pengawasan keuangan daerah menurut sampel masyarakat dan sampel dewan.
Berdasarkan
hipotesis yang telah dikembangkan maka model penelitian yang berjudul Pengaruh
Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik
terhadap Hubungan antara Pengetahuan Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah
ditunjukan oleh gambar 1 dibawah ini:
BAB III.
METODOLOGI
PENELITIAN
- Desain Penelitian
Desain
penelitian ini adalah survei. Data penelitian yang dibutuhkan adalah data
primer dalam bentuk persepsi responden (subjek) penelitian. Pengambilan data
menggunakan survei langsung dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner
(angket). Kuesioner yang digunakan
disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait.
- Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam
penelitian ini ada dua yaitu semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) yang berada di wilayah Malang Raya Jawa Timur yang terdiri dari Kota
Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu serta masyarakat yang terdiri dari
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, organisasi masyarakat,
akademisi, mahasiswa dan media masa.
Untuk responden anggota Dewan semua populasi
dijadikan sebagai sampel. Sementara untuk responden masyarakat peneliti
menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan sampel
penelitian. Dalam penelitian ini kriteria yang dijadikan sampel untuk
masyarakat adalah: (1) Berdomisili di wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang,
dan Kota Batu, (2) Terlibat dalam proses penyusunan, pemantauan, dan advokasi
APBD, (3) Usia minimal 17 tahun, dan (4) Pendidikan terakhir minimal SLTA atau
sederajat.
Insert
Tabel 1: Pengiriman dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
- Identifikasi dan Pengukuran Variabel
Variabel
Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan anggaran. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah pengawasan keuangan daerah (APBD) pada tahap
penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan
akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik
dijadikan sebagai variabel moderating.
Pengetahuan
Dewan tentang anggaran adalah persepsi responden tentang kemampuan Dewan dalam
hal menyusun anggaran (RAPBD/APBD), deteksi serta identifikasi terhadap
pemborosan atau kegagalan, dan kebocoran anggaran. Akuntabilitas publik adalah
adanya pertanggungjawaban pemerintah secara terbuka, cepat dan tepat kepada
masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap
aktivitas proses penganggaran yang dilakukan oleh DPRD dimulai dari penyusunan
arah dan kebijakan, penentuan strategi dan prioritas serta advokasi
anggaran. Transparansi kebijakan publik adalah adanya keterbukaan tentang
anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat. Kebijakan publik merupakan
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan sebagai keputusan yang mempunyai
tujuan tertentu. Pengawasan Keuangan Daerah adalah pengawasan terhadap keuangan
daerah yang dilakukan oleh Dewan yang meliputi pengawasan pada saat penyusunan,
pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran (APBD).
- Pengukuran Variabel
Masing-masing
variabel diukur dengan model Skala Likert yaitu mengukur sikap dengan
menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan
dengan skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4 (S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak
Setuju), dan 1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
- Pengujian Reliabilitas dan Validitas
Untuk
melihat reliabilitas masing-masing instrumen yang digunakan, peneliti
menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel
jika memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally,
1967). Untuk mengetahui bahwa pertanyaan yang digunakan dalam instrumen valid,
maka digunakan Factor Analysis. Instrumen dikatakan valid jika memiliki
nilai Kaiser,s MSA lebih besar dari 0,5 sehingga construct validity tepat
(Kaiser dan Rice, 1976). Disamping itu, instrumen dapat dikatakan valid jika
Eigen value lebih dari satu (Breinstein,1994). Hasil pengujian reliabilitas dan
validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2.
Insert Tabel 2: Hasil Uji Reliabilitas dan
Validitas menurut Dewan&Masyarakat
- Metode Analisis Data
Hipotesis dalam
penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression untuk
masing-masing sampel, yaitu berdasarkan nilai p value, dan R square dan
menggunakan chow test. Untuk menganalisis data, digunakan software SPSS for
window realesed 10.05 programe. Adapun persamaan regresi dalam penelitian
ini adalah:
Y= a + b1X1 + e ……………………………………………..(1)
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4+ b5X1X2 + b6X1X3 +b7X1X4+ e .........(2)
Keterangan:
Y : Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
a : Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6,b7 : Koefisien regresi
X1 : Pengetahuan tentang Anggaran
X2 : Akuntabilitas Publik
X3 : Partisipasi Masyarakat
X4 : Transparansi Kebijakan Publik
X1, X2 : Interaksi antara pengetahuan anggaran dan akuntabilitas
publik
X1, X3 : Interaksi antara pengetahuan tentang anggaran dan partisipasi
Masyarakat
X1, X4 : Interaksi antara pengetahuan tentang anggaran dan
transparansi kebijakan publik
e : Eror
<<<<<<<<<<<<<<Selanjutnya
klik di bawah<<<<<<<<<<<<<<<<
0 komentar:
Posting Komentar