Jumat, 07 Juni 2013

PENGARUH AKUNTABILITAS PUBLIK, PARTISIPASI MASYARAKAT DAN TRANSPARANSI KEBIJAKAN PUBLIK TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN ANGGARAN DENGAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH (APBD)

The purpose of this studi examined influence of public accountability, public participation and public policy transparancy on the relationship between budgeting knowledge and budgeting control. The sample study are legislative assembly at provincial (DPRD) and public such as Non Govermental Organization (NGO), public organization, public figure, academic, student and mass media in Kota Malang, Kabupaten Malang, and Kota Batu. Hypothesis are tested empirically used regression and Chow test. The result of study indicated that, first, budgeting knowledge are statically significant, positive coeficient indicated that high budgeting according legislative and public. The second, interaction between public accountability with budgeting knowledge are statically significant according legislative and public.The thrid, interaction between public participation with budgeting knowledge are statically significant according legislative, and not significant according public. The fourth, interaction public policy transparancy between with budgeting knowledge arestatically not significant.The Fifth, the result of chow test indicated that local financial control (APBD) funtion different are statically as well as council although public sample, so hyphothesis fifth are acceptance. 
Key Word: Public Accountability, Public Participation, Public Policy, Transparancy, Budgeting Knowledge, Budgeting Control (APBD)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
      Secara umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pernyataan tentang rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1 tahun). Pada awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah untuk satu periode. Sebelum anggaran dijalankan harus mendapat persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi anggaran juga sebagai alat pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan publik. Dengan melihat fungsi anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power relation antara eksekutif, legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah, 2004).
      Realitasnya, peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil bahkan tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan pengesahan atas RAPBD yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang untuk mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak positif dari reformasi, telah terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislaif dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki power. Dewan tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan eksekutif menyusun anggaran (fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling).
      Disamping itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah juga diikuti dengan pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana. Pelimpahan dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan reformasi sistem akuntansi keuangan daerah (Halim, 2003). Reformasi penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan anggaran yang mengedepankan prinsip akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi anggaran. Disamping itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo, 2003).
      Pelaksanaan reformasi anggaran yang mengedepankan akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi memerlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal didaerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.
      Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan yang akan memperkuat atau memperlemah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah akuntabillitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
      Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2002) menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh dewan. Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan adalah adanya reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
      Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh (Sopanah dan Mardiasmo, 2003) dan hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya semakin tinggi pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin meningkat. Disamping itu, interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD yang dilakukan oleh dewan. Sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan.
      Penelitian ini merupakkan lanjutan dari penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003) dengan menambah variabel akuntabilitas publik dan memperbandingkan analisis menurut sampel dewan seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan analisis menurut sampel masyarakat. Disamping itu, peneliti juga akan membandingkan apakah terdapat perbedaan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?.
  1. Perumusan Masalah
    Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
    1. Apakah pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD menurut dewan dan masyarakat?
    2. Apakah akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
    3. Apakah partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
    4. Apakah transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
    5. Apakah terdapat perbedaan signifikan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat?
  1. Tujuan Penelitian
    Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
  1. Untuk memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan anggaran mempengaruhi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
  2. Untuk memberikan bukti empiris bahwa akuntabilitas publik mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan  pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
  3. Untuk memberikan bukti empiris bahwa partisipasi masyarakat  mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan  pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
  4. Untuk memberikan bukti empiris bahwa transparansi mempengaruhi hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
  5. Untuk memberikan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan masyarakat.
  1. Manfaat Penelitian
      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris adanya pengaruh pengetahuan anggaran terhadap pengawasan anggaran (APBD) yang akan diperkuat atau diperlemah dengan adanya akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik. Bagi para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama pengembangan sistem pengendalian manajeman sektor publik. Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai acuan guna penelitian lanjutan.
    Sementara bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya akan meningkatkan peran dewan dalam pengawasan anggaran (APBD) sehingga dapat terwujud pemerintahan yang baik (good goverment). Sedangkan bagi partai politik dapat dijadikan acuan pada saat rekruitment anggota dewan dan pengembangan kader partai.
II.  LANDASAN TEORI  DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
  1. Pengawasan Keuangan Daerah
      Dalam pasal 1 PP. No. 105/ 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak &kewajiban daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengertian keuangan negara adalah semua hak &kewajiban negara serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban tersebut yang dapat dinilai dengan  uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian keuangan negara tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan “daerah”.
      Pengawasan keuangan daerah diperlukan untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah di susun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan menurut Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (6) menyebutkan, bahwa: “Pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
      Berdasarkan ruang lingkup pengawasan Fatchurrochman (2002) membedakanya menjadi dua, yaitu: (1). Pengawasan internal yang terdiri dari pengawasan melekat dan pengawasan fungsional, dan (2). Pengawasan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh baik atasan langsung dan aparat pengawas fungsional yang berasal dari lingkungan internal organisasi pemerintah, atau juga yang dikenal sebagai APIP (Aparat Pengawas Internal Pemerintah). APIP terdiri dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), Inspektorat Jendral Departemen (Irjen) atau Unit Pengawas Lembaga Non Departemen, Inspektorat Wilayah (Itwil), serta Satuan Pengawas Intern (SPI)
      Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk mengetahui atau menilai apakah kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat fungsional baik yang berasal dari lingkungan internal depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk pengawasan dari lembaga khusus pengawasan.
      Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
      Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap eksekutif  dimaksudkan agar terdapat jaminan terciptanya pola pengelolaan anggaran daerah yang terhindar dari praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) baik mulai dari proses perencanaan, pengesahan, pelaksanaan serta pertanggungjawabannya. Disamping DPRD mengawasi secara langsung tentang mekanisme anggaran, DPRD juga menggunakan aparat pengawasan eksternal pemerintah, yang independen terhadap lembaga eksekutif di daerah yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001).
  1. Pengetahuan Anggaran dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
      Pengetahuan erat kaitannya dengan pendididkan dan pengalaman. Ketiganya mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Pengalaman dan pengetahuan yang tinggi akan sangat membantu seseorang dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya sesuai dengan kedudukan anggota DPRD sebagai wakil rakyat (Truman, 1960). Seharusnya mereka adalah orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang tinggi dalam bidang kemasyarakatan dan kenegaraan.
      Dalam menjalankan fungsi dan peran anggota Dewan, kapasitas dewan sangat ditentukan oleh kemampuan bergaining position dalam memproduk sebuah kebijakan. Kapabilitas dan kemampuan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman menyusun berbagai Peraturan Daerah (PERDA).
       Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto, 2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas Dewan yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang.
      Yudoyono (2002) menyatakan, bahwa DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan publik dan lain sebagainya. Pengetahuan yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota Dewan dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran. Sehingga dapat dirumuskan hipotesis utama sebagai berikut:
H1:  Pengetahuan Dewan tentang anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap pengawasan keuangan daerah.
  1. Akutabilitas Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD).
      Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya pengendalian dari luar (external control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras. Birokrasi dikatakan accountable apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas.
      Menurut Sulistoni (2003) pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah.
      Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh pendapatnya Rubin (1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai berikut:
H2: Akuntabilitas publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
  1. Parisipasi Masyarakat dan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
      Penjaringan aspirasi masyarakat merupakan bagian integral dari upaya untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD yang merupakan misi utama dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Tahun 1999. Pada dasarnya ada tiga elemen penting yang segmental saling bersentuhan dan menentukan kinerja (performance) pengelolaan keuangan daerah yaitu stakeholder, Pemerintah Daerah, dan DPRD.
      Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin sukses pelakasanaan otonomi daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran (APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM), media masa, organisasi kemasyarakatan dan partai politik.
      Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi masyarakat akan memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka peranan Dewan dalam melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan meningkatkan  fungsi pengawasan. Sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai berikut:
H3: Partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
  1. Transparansi Kebijakan Publik dan Pengawasan Keuangan Daerah
      Selain adanya partisipasi masyarakat dalam siklus anggaran,  transparansi anggaran juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan. Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance. Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat di  mengerti dan di pantau.
      Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) Terdapat pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, (3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian informasi kepada pubik.Transparansi merupakan prasyarat untuk terjadinya partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena (Sulistoni, 2003): (a) Tanpa informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat tidak punya kesempatan untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan, (b) Transparansi memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi kebijakan dan alokasi anggaran dengan memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam debat anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan monitoring terhadap keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi fungsi pengawasan tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan bahwa semakin transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis utama penelitiannya adalah:
H4:  Transparansi kebijakan publik berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara pengetahuan anggaran dengan pengawasan keuangan daerah.
      Untuk mengetahui apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) berbeda secara signifikan antara sampel masyarakat dan sampel dewan maka perlu diuji, sehingga hipotesis kelima dari penelitian ini adalah:
H5: Terdapat perbedaan yang signifikan antara fungsi pengawasan keuangan daerah menurut sampel masyarakat dan sampel dewan.

      Berdasarkan hipotesis yang telah dikembangkan maka model penelitian yang berjudul Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Anggaran dengan Pengawasan Keuangan Daerah ditunjukan oleh gambar 1 dibawah ini:
BAB III.
 METODOLOGI PENELITIAN
  1. Desain Penelitian
      Desain penelitian ini adalah survei. Data penelitian yang dibutuhkan adalah data primer dalam bentuk persepsi responden (subjek) penelitian. Pengambilan data menggunakan survei langsung dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner (angket). Kuesioner yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait.
  1. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
      Populasi dalam penelitian ini ada dua yaitu semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berada di wilayah Malang Raya Jawa Timur yang terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu serta masyarakat yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, akademisi, mahasiswa dan media masa.
      Untuk responden anggota Dewan semua populasi dijadikan sebagai sampel. Sementara untuk responden masyarakat peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan sampel penelitian. Dalam penelitian ini kriteria yang dijadikan sampel untuk masyarakat adalah: (1) Berdomisili di wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu, (2) Terlibat dalam proses penyusunan, pemantauan, dan advokasi APBD, (3) Usia minimal 17 tahun, dan (4) Pendidikan terakhir minimal SLTA atau sederajat.
      Insert Tabel 1: Pengiriman dan Tingkat Pengembalian Kuesioner
  1. Identifikasi dan Pengukuran Variabel
      Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan anggaran. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengawasan keuangan daerah (APBD) pada tahap penyusunan, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik dijadikan sebagai variabel moderating.
      Pengetahuan Dewan tentang anggaran adalah persepsi responden tentang kemampuan Dewan dalam hal menyusun anggaran (RAPBD/APBD), deteksi serta identifikasi terhadap pemborosan atau kegagalan, dan kebocoran anggaran. Akuntabilitas publik adalah adanya pertanggungjawaban pemerintah secara terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas proses penganggaran yang dilakukan oleh DPRD dimulai dari penyusunan arah dan kebijakan, penentuan strategi dan prioritas serta  advokasi anggaran. Transparansi kebijakan publik adalah adanya keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat. Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan sebagai keputusan yang mempunyai tujuan tertentu. Pengawasan Keuangan Daerah adalah pengawasan terhadap keuangan daerah yang dilakukan oleh Dewan yang meliputi pengawasan pada saat penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban  anggaran (APBD).
  1. Pengukuran Variabel
      Masing-masing variabel diukur dengan model Skala Likert yaitu mengukur sikap dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4 (S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak Setuju), dan 1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
  1. Pengujian Reliabilitas dan Validitas
      Untuk  melihat reliabilitas masing-masing instrumen yang digunakan, peneliti menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally, 1967). Untuk mengetahui bahwa pertanyaan yang digunakan dalam instrumen valid, maka digunakan Factor Analysis. Instrumen dikatakan valid jika memiliki nilai Kaiser,s MSA lebih besar dari 0,5 sehingga construct validity tepat (Kaiser dan Rice, 1976). Disamping itu, instrumen dapat dikatakan valid jika Eigen value lebih dari satu (Breinstein,1994). Hasil pengujian reliabilitas dan validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2.
Insert Tabel 2: Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas menurut Dewan&Masyarakat
  1. Metode Analisis Data
      Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression untuk masing-masing sampel, yaitu berdasarkan nilai p value, dan R square dan menggunakan chow test. Untuk menganalisis data, digunakan software SPSS for window realesed 10.05 programe. Adapun persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:

Y= a + b1X1 + e         ……………………………………………..(1)

Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4+ b5X1X2 + b6X1X3 +b7X1X4+ e  .........(2)

 
 

      Keterangan:
 Y : Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
 a : Konstanta
 b1, b2, b3, b4, b5, b6,b7 : Koefisien regresi
 X1  : Pengetahuan tentang Anggaran
 X2 : Akuntabilitas Publik
 X3 : Partisipasi Masyarakat
 X4 : Transparansi Kebijakan Publik
X1, X2 : Interaksi antara pengetahuan anggaran dan akuntabilitas publik
X1, X3 : Interaksi antara pengetahuan tentang anggaran dan partisipasi Masyarakat
X1, X4 : Interaksi antara pengetahuan tentang anggaran dan transparansi kebijakan publik
e : Eror 

<<<<<<<<<<<<<<Selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<<<<<<<

0 komentar:

Posting Komentar