Jumat, 07 Juni 2013

Bab I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Dalam kehidupan berbagai Negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan Negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional.
Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan scenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukkan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.
Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak factor lainnya. Di antara factor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan Negara, baik unsur aparatur Negara maupun warga negaea dalam mewujudkan clean government dan good governancem serta dalam mengaktualisasian dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi Negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam Negara dan bermasyarakat bangsa. Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, dan dianggap pula telah menhadi suatu penyakit yang sangat parang yang tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hokum, dan memundurkan pembangunan serta memudarkan masa depan bangsa. Dalam hubungan itu, KKN tidak hanya mengandung pengertian penyalahgunakaan kekuasaan ataupun kewenangan yang mengakibatkan kerugian  keuangan dan asset Negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan depresiasi nilai public, baik disengaja atau pun tidak sengaja.

B.       Pokok Permasalahan



Konsep-konsep tentang nilai moral dan etika dalam administrasi pemerintahan dirumuskan untuk diterapkan dalam kehidupan kenegaraan dan lingkup administrasi yang sesungguhnya. Keanfaatan konsepsi etika tersebut hanya akan terasa apabila ia benar-benar dapat menjadi bagian dari dinamika administrasi modern. Dalam banyak hal, konsep dan teori filosofis mengenai moralitas dalam bidang administrasi negara itu juga berasal dari praktek adinistrasi sehari-hari. Oelh sebab itu, pembahasan mengenai etika administrasi negara tidak berada dalam ruang hampa, ia harus selalu menyertakan pembahasan tentang aplikasinya, bagaimana para birokrat dan administrator bertindak atau harus bertindak menurut kaidah-kaidah etis yang ada guna mencapai good governance.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang ingin diketahui adalah :
  1. Bagaimana penerapan konsep etika administrasi dalam pejabat pemegang birokrasi ?
  2. Apa azas-azas birokrasi yang baik untuk mencapai good governance ?
  3. Bagaimana implementasi etika dalam praktek?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Mengetahui penerapan konsep etika dalam administrasi
  2. Mengetahui asas-asas birokrasi yang baik
  3. Mengetahui implementasi etika dalam praktek.

D.      Sistematika Penulisan
BAB I      PENDAHULUAN
Dalam Bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Pokok Permasalah, Tujuan Penulisan, serta Sistematika Penulisan terkait dengan judul makalah yang ditulis.
BAB II     KERANGKA TEORI
Dalam Bab inni akan dijelaskan teori-teori yang mendukung dalam Penulisan, yang kemudian akan digunakan dalam analisa Penulis.
BAB III   ANALISIS ETIKA PEJABAT BIROKRASI INDONESIA
Dalam Bab ini akan menggambarkan dan menjelaskan lebih dalam mengenai kasus yang akan dianalisis oleh Penulis, serta menjawab pokok permasalahan atau pertanyaan penulisan yang sudah disebutkan sebelumnya.
BAB IV   KESIMPULAN
Dalam Bab ini Penulis akan menyimpulkan semua analisa penulisan dan menjawab pokok permasalahan.

Bab II
KERANGKA TEORI

A.      Pengertian
         Etika, dari bahasa Yunani ethos, artinya: kebiasaan atau watak
         Moral, dari bahasa Latin mos (jamak: mores), artinya: cara hidup atau kebiasaan.
         Norma, dalam bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris, norm, berarti aturan atau kaidah.
         Nilai, dalam bhs Inggris value, berarti konsep tentang baik dan buruk baik yang berkenaan dengan proses (instrumental) atau hasil (terminal)

A.1  Definisi Etika Administrasi Publik
  • Ethics is the rules or standards governing, the moral conduct of the members of an organization or management profession (Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary, 1982)
  • Aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen
  • Aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat

B.       Posisi Etika dalam Studi Administrasi Publik
  • Teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, Urwick) kurang memberi tempat pada pilihan-pilihan moral (etika).
  • Kebutuhan moral administrator hanyalah keharusan untuk menjalankan tugas sehari-hari secara efisien.
  • Dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik tidak hanya harus efisien, tapi juga harus dapat mendefinisikan kepentingan publik, barang publik dan menentukan pilihan-pilihan kebijakan atau tindakan secara bertanggungjawab.


B.1 Aliran Pemikiran Etika
            Terdapat empat Aliran pemikiran dalam etika, antara lain :
  • Teori Empiris: etika diambil dari pengalaman dan dirumuskan sebagai kesepakatan
  • Teori Rasional: manusia menentukan apa yang baik dan buruk berdasar penalaran atau logika.
  • Teori Intuitif: Manusia secara naluriah atau otomatis mampu membedakan hal yang baik dan buruk.
  • Teori Wahyu: Ketentuan baik dan buruk datang dari Yang Maha Kuasa


B.2 Hukum dan Etika
            Terdapat hubungan anatara Hukum dengan Etika sebagai berikut :
  • Keduanya mengatur perilaku individu
  • Terdapat perbedaan: ilegalitas tidak selalu berarti tidak etis
  • Hukum bersifat eksternal dan dapat ditegakkan tanpa melibatkan perasaan, atau kepercayaan orang (sasaran hukum), sementara etika bersifat internal, subyektif, digerakkan oleh keyakinan dan kesadaran individu
  • Hukum dalam konteks administrasi adalah soal pemberian otoritas atau instrumen kekuasaan
  • Basis dari hukum adalah etika, dan ketika hukum diterapkan harus dikembalikan pada prinsip-prinsip etika
  • Banyak kasus, secara hukum dibenarkan tapi secara etika dipermasalahkan [trend anak politisi yang jadi calon anggota legislatif


B.3 Debat Herman Finer Vs. Carl Friedrich
  • Finer (1936): Untuk menjamin birokrasi yang bertanggungjawab yang diperlukan adalah penegakan sistem kontrol melalui undang-undang dan peraturan yang dapat mendisiplinkan para pelanggar hukum.
  • Friedrich (1940): Birokrasi yang bertanggungjawab hanya bisa ditegakkan dengan dengan menseleksi orang yang benar dengan kriteria profesionalisme yang jelas, dan mensosialisasikannya ke dalam nilai-nilai pelayanan publik



B.4 Perilaku tidak etis di birokrasi pemerintah
Konsep awal yang mendasari gagasan modern tentang birokrasi berassal dar tulisan-tulisan Max Weber, seorang Sosiolog Jerman, yang menyatakan beberapa ciri dari Birokrasi,antara lain :
  • Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan tersebut dilakukan pembagian tugas dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh para ahli sesuai spesialisasinya.
  • Pengorganisasian kantor berdasar prinsip hierarkhi.
    Dalam prinsip hierarkhi unit yang besar membawahi dan membina beberapa unit kecil. Setiap unit kecil dipimpin oleh seorang pejabat yang diberi hak, wewenang, dan pertanggungjawaban untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
  • Pelaksanaan tugas diatur dengan suatu peraturan formal dan aturan tersebut mencakup tentang keseragaman dalam melaksanakan tugas.
  • Pejabat yang melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat pengabdian yang tinggi.
  • Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kompetensi teknis dan dilindungi dari pemutusan kerja secara sepihak. Menganut suatu jenjang karier berdasar senioritas dan prestasi kerja.
  • Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi.

            Sebagai dasar pemikiran dalam penulisan ini, maka Perilaku tidak etis di Birokrasi pemerintah antara lain :
         Bohong kepada publik
         Korupsi, kolusi, nepotisme
         Melanggar nilai-nilai publik: responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, keadilan, dan lain-lain
         Melanggar sumpah jabatan
         Mengorbankan, mengabaikan, atau merugikan  kepentingan publik

B.5 Moralitas Pribadi
  • Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah terinternalisasi dalam diri individu
  • Produk dari sosialisasi nilai masa lalu
  • Moralitas pribadi adalah superego atau hati nurani yang hidup dalam jiwa dan menuntun perilaku individu
  • Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas kepribadian individu
  • Moralitas pribadi menjadi basis penting dalam kehidupan sosial dan organisasi


B.6 Etika profesi
         Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan pekerjaan profesional
         Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip profesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja, komitmen pada profesi)
         Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesional yang berlaku secara universal
         Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi (pencabutan lisensi)

B.7 Etika Organisasi
  • Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait dengan kehidupan organisasi
  • Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadilan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi)
  • Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yang berlaku secara universal
  • Dalam praktek penegakan kode etik organisasi dipengaruhi oleh kepentingan sempit organisasi, kepentingan birokrat, atau kepentingan politik dari politisi yang membawahi birokrat
  • Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasi


Peraturan Etika dibutuhkan untuk meredam kecenderungan kepentingan pribadi. Selain itu Etika bersifat kompleks, dalam banyak kasus bersifat dilematis, karena itu diperlukan yang bisa memberikan kepastian tentang mana yang benar dan salah, baik dan buruk. Penerapan peraturan etika juga dapat membuat perilaku etis menimbulkan efek reputasi. Yang mana hal ini terjadi dalam Organisasi publik sekarang yang banyak dicemooh karena kinerjanya dinilai buruk, karena itu perlu etika.
Perilaku tidak etis di dalam Birokrasi bisa terjadi karena alasan berikut :
         Kecenderungan mengedepankan etika personal ketimbang etika yang lebih besar (sosial).
         Kecenderungan mengedepankan kepentingan diri sendiri
         Tekanan dari luar untuk berbuat tidak etis.

C. Good Governance
Prinsip-prinsip good governance :
  1. Berwawasan ke depan
    1. Pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit pemerintahan
    2. Mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program-program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya.

  1. Bersifat terbuka
    1. Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan
    2. Adanya aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik.
    3. Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan alokasi anggaran & pelaksanaannya maupun hasil-hasilnya mutlak harus diinformasikan kepada publik atau dapat diakses oleh publik selengkap-lengkapnyamelalui berbagai media dan forum untuk mendapat respon.




  1. Cepat tanggap
    1. Selalu adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan.
    2. Tidak ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam rangka pelayanan publik perlu segera disempurnakan atau diambil langkah-langkah penanganan segera.
    3. Bentuk kongkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat.

  1. Akuntabel
    1. Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya.
    2. Akuntabilitas juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat di atas.
    3. Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan:
                                                              i.      sistem dan prosedur tertentu
                                                            ii.      memenuhi ketentuan perundangan
                                                          iii.      dapat diterima secara politis
                                                          iv.      berdasarkan nilai-nilai etika tertentu
                                                            v.      dapat menerima konsekuensi bila keputusan yang diambil tidak tepat.

  1. Profesionalitas dan kompetensi
    1. Mengisi posisi-posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya.
    2. Terdapat upaya-upaya sistematik untuk mengembangkan profesionalitas SDM yang dimiliki unit ybs melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan

  1. Efisien & efektif
    1. Menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif
    2. Merupakan salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas.
    3. Kinerja penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumberdaya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan organisasi lain.

  1. Desentralisasi
    1. Adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat dibawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup tugasnya.
    2. Pendelegasian wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat

  1. Demokratis dan berorientasi pada Konsensus
    1. Menjunjung tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain
    2. Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati

  1. Mendorong partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat pada hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

  1. Kemitraan dengan swasta dan masyarakat
Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan "public goods" dan pemberian pelayanan terhadap publik.

  1. Menjunjung supremasi hukum
    1. Penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan
    2. Bersih dari unsur “KKN” dan pelanggaran HAM
    3. Ditegakkannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum.

  1. Komitmen pada pengurangan kesenjangan
Berpihak kepada kepentingan kelompok masyarakat yang tidak mampu, tertinggal atau termarjinalkan.

  1. Memiliki komitmen pada pasar
Prinsip ini menyatakan dibutuhkannya keterlibatan pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar

  1. Komitmen pada lingkungan hidup
Prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk melakukan analisis secara konsisten dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan.


C.       Etos Kerja
Menurut Geertz etos kerja adalah “sikap yang mendasar terhada diri dan dunia yang dipancarkan hidup”. Artinya etos kerja adalah aspek evaluative, yang bersifat menilai.

Dengan demikian yang dipersoalkan dalam etos kerja adalah kemungkinan-kemungkinan sumber motivasi seseorang dalam berbuat apakah pekerjaan di anggap sebagi keharusan demi hidup, apakah pekerjaan terikat pada identitas diri, atau apakah yang menjadi sumber pendorong partisipasi dalam pembangunan. Etos juga merupakan landasan ide, cita, atau pikiran yang akan menentukan system tindakan. Karena etos kerja menentukan penilaian manusia terhadap suatau pekerjaan maka ia akan menentukan pula hasil-hasilnya. Semakin progresif etos kerja suatu masyarakat, semakin baik hasil-hasil yang akan dicapai baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

<<<<<<<<<<<<<<Selanjutnya klik di bawah<<<<<<<<<<<<<<<<

0 komentar:

Posting Komentar