Sabtu, 08 Juni 2013



BAB V
MATERI MUATAN DAN  SISTEMATIKA RANCANGAN UNDANG-UNDANG

A.   Ketentuan Umum
Ketentuan umum dalam undang-undang ini memuat definisi sebagai berikut:
  1. Keuangan mikro adalah kegiatan sektor keuangan berupa penghimpunan dana dan  pemberian pinjaman dalam skala mikro dengan suatu prosedur yang sederhana kepada masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
  2. Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang menyediakan jasa keuangan mikro bukan bank yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
  3. Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan orang dan didirikan untuk mewujudkan kesamaan tujuan, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
  4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat dan/atau anggotanya kepada LKM berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk tabungan.
  5. Tabungan adalah simpanan di LKM yang penyetorannya dilakukan berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati antara penyimpan dana dengan LKM yang bersangkutan dengan menggunakan tanda terima dan/atau buku tabungan.
  6. Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk suatu kegiatan usaha yang harus dikembalikan berdasarkan perjanjian dengan disertai pendampingan.
  7. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk suatu kegiatan usaha yang harus dikembalikan berdasarkan perjanjian sesuai prinsip keuangan syariah dengan disertai pendampingan.
  8. Penyimpan adalah pihak yang menyimpan dananya di LKM dalam bentuk simpanan.
  9. Penerima adalah pihak yang menerima dana dari LKM.
  10. Anggota adalah anggota koperasi dan anggota perkumpulan.
  11. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
  12. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang usaha dan keuangan mikro.
  13. Orang adalah orang perorangan dan/atau badan hukum.


B.   Asas dan Tujuan
Penyelenggaraan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berlandaskan pada asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, dan pemerataan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional dengan tujuan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
Adapun uraiannya sebagai berikut:
1.    Asas
a.    Yang dimaksud dengan “asas kemudahan” adalah bahwa prosedur pembiayaan dan penyimpanan dana dalam LKM dibuat sesederhana mungkin.
b.    Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama.   
c.    Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah suatu usaha yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu.
d.   Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa banyak bergantung kepada pihak lain baik dari aspek sumber daya manusia dan permodalan.
e.    Yang dimaksud dengan “asas pemerataan” adalah suatu kegiatan usaha yang dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
f.     Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah suatu kegiatan usaha yang proses pengelolaannya dapat diketahui oleh masyarakat.
2.    Tujuan
Adapun tujuan dari penyelenggaraan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah untuk:
a.         memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah;
b.        mempermudah akses masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah terhadap jasa keuangan mikro; dan
c.         meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

C.   Bentuk Hukum, Pendirian, Permodalan, Kepemilikan dan Perizinan

1.        Bentuk Hukum
Di Indonesia telah tumbuh berbagai model atau bentuk LKM yang begitu beragam dan sangat kaya, serta sulit ditemukan bandingannya dengan negara lain.[1] Skema di bawah ini memperlihatkan status hukum dari LKM yang ada di Indonesia. Skema ini mendasarkan LKM yang berbentuk bank dan non bank, dimana kategori non bank masih dibagi menjadi formal dan non formal.

Namun demikian, belum diakuinya keberadaan LKM non bank secara legal, membuat keraguan bagi pelakunya untuk mengembangkan diri dan melakukan ekspansi secara maksimal. Dikhawatirkan keberadaannya akan "diganggu" oleh aparat keamanan atau aparat pemerintah setempat, sebab dianggap melakukan "ilegal banking'. Disamping itu, akibat statusnya yang belum legal, membuat kerjasama dengan pihak-pihak lain (misalnya perbankan) ataupun mencari investor menjadi lebih sulit.[3]
Saat ini LKM non bank belum memilki bentuk badan hukum yang jelas. LKM tersebut hanya memiliki akta pendirian dari notaris. Berdasarkan masukan dari daerah bagi LKM yang non bank diarahkan untuk mengacu kepada salah satu bentuk hukum yang diatur dalam SKB LKM (sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya) yaitu Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa.[4]
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya di Indonesia bisa dibagi menjadi 4 model pendekatan, yaitu:[5]
a.    Saving Led Microfinance
Model pendekatan LKM ini bertumpu dari mobilisasi keuangan (tabungan) yang mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin (pengusaha mikro) itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership based atau sangat bertumpu pada anggota, dimana keanggotaan dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang sangat penting. Sebagai contoh, bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain : Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama (Kube), Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dan lain-lain.
Credit Union adalah institusi yang sangat menekankan pinjaman anggota harus berasal dari simpanan atau tabungan para anggota sendiri. Aspek yang sangat ditonjolkan dalam pendekatan saving led microfinancem\ adalah soal pendidikan dan kemandirian, dimana para anggota dididik untuk menggunakan uang secara hati-hati dan terencana melalui tabungan.
b.    Credit Led Microfinance
Sumber pendanaan dari model pendekatan LKM ini terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat miskin, namun memperoleh dari sumber-sumber lain yang memang ditujukan untuk pengembangan usaha mikro. Pengumpulan tabungan dari masyarakat miskin membutuhkan waktu yang lama agar bisa memenuhi kebutuhan pinjaman seluruh anggota. Dan seringkali kebutuhan pengusaha mikro terutama bukanlah untuk menabung, akan tetapi lebih untuk mendapatkan akses kredit.
Dengan ketersediaan dana yang memadai, memungkinkan melakukan kegiatan pelayanan keuangan mikro kepada pengusaha mikro yang lebih cepat dan banyak. Namun salah satu persoalan yang sulit bagi LKM model pendekatan ini adalah mencari "investor" yang bersedia melakukan pendanaan. Adapun contoh-contoh bentuk ini adalah : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), baiful mat wattanwil(BMJ), LKM model Grameen Bank, LKM model Association for Social Advancement (ASA), dan bentuk lainnya.
c.    Micro Banking
Model pendekatan dari LKM ini adalah sektor perbankan yang didesain untuk melakukan pelayanan keuangan mikro. Bank yang didesain untuk melakukan ini adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Akan tetapi kini ada kecenderungan pula bank umum yang mulai melayani sektor ekonomi rakyat dan melakukan desain agar mampu menjangkau usaha mikro dan kecil, misalnya Bank Danamon melalui Danamon Simpan Pinjam. llustrasi di bawah ini akan memperlihatkan kinerja BRI yang kemudian membuat Danamon ikut terjun ke sektor ekonomi rakyat dan ternyata berhasil.
d.    Lingkage Model
Model pendekatan melalui linkage pada prinsipnya memanfaatkan kelembagaan yang telah ada. Dalam hal ini ada dua macam linkage, pertama linkage antar lembaga keuangan dimana lembaga keuangan (perbankan atau lembaga pembiayaan lain) berhubungan dengan LKM. Sebagai contoh saja: linkage antara bank-bank umum dengan BPR, linkage antara Permodalan Nasional Madani (PNM) dan BPR, dll. Link­age yang kedua adalah antara lembaga keuangan (bank) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Linkage ini sering disebut sebagai Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat.

Hasil studi SMERU juga menunjukkan adanya kesulitan yang dihadapi pelaku LKM non formal karena ketidakjelasan status hukumnya, terutama karena tidak dapat memobilisasi dana serta tidak dapat melakukan penegakan hukum terhadap nasabahnya yang bermasalah.[6] Akan tetapi mobilisasi tabungan publik melalui LKM akan berbenturan dengan hukum, sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau BPR dari Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. Dengan demikian bila tidak ada aturan hukum LKM non bank jelas investor dan penabung juga akan terancam, sebab pemerintah tidak bisa melindungi mobilisasi dana (tabungan) masyarakat.
Lembaga keuangan formal (bank) pada umumnya kurang menyentuh sektor yang marjinal ini. Jadi letak permasalahannya bukan besar kecilnya LKM, namun pada fungsi dari keberadaan LKM. Apabiila LKM melayani sektor usaha menengah atau besar, maka sudah tidak bisa dikatakan sebagai LKM. Semakin besar suatu LKM sesuai dengan fungsinya tentu patut didukung, sebab LKM tersebut akan melayani semakin banyak pula pengusaha mikro (masyarakat miskin).
Dengan demikian, untuk melayani pengusaha mikro yang jumlahnya puluhan juta diperlukan capital resources yang cukup besar, namun tidak harus diwujudkan menjadi bank (BPR), karena apabila berwujud menjadi bank, pengusaha mikro akan kesulitan untuk mengakses dikarenakan harus berhadapan dengan prosedur yang konvensional.[7]
Permasalahan selanjutnya, apabila LKM menjadi besar dan tidak menjadi BPR, tetapi diarahkan menjadi koperasi. Kecenderungan koperasi yang dimaksud di sini adalah koperasi simpan pinjam (KSP) atau unit simpan pinjam koperasi, yang harus mengikuti aturan perkoperasian. Bentuk hukum KSP tidak bermasalah tetapi yang menjadi permasalahan apabila para pengusaha mikro yang bukan anggota dan ingin meminjam ke KSP. Apakah pengusaha mikro itu, harus menjadi anggota KSP dahulu? Prosedur ini terasa menjadi panjang dan dapat membuat enggan pengusaha mikro, sebagai pelaku bisnis biasanya ingin memperoleh dana secara cepat dan belum tentu semua pengusaha mikro ingin menjadi anggota koperasi.
Sesuai dengan masukan di lapangan, LKM non koperasi dan non bank tidak memiliki izin usaha untuk operasionalnya tetapi sudah memiliki akta pendirian sebagai badan usaha dari notaris. Untuk BPR dan Koperasi izin usahanya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Izin dicabut dan/atau dihentikan jika terjadi pelanggaran hukum terhadap ketentuan yang ada.[8]
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengakui, melindungi, memfasilitasi dan mendorong berbagai LKM bukan bank maka di dalam RUU LKM nanti LKM tersebut diarahkan kepada suatu bentuk hukum tersendiri bukan bank. Badan hukum lain selain BPR dalam SKB LKM diarahkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes merupakan instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam jenis potensi. Pendayagunaan potensi ini terutama bertujuan untuk peningkatan kesejahteran ekonomi warga desa melalui pengembangan usaha ekonomi. Disamping itu, keberadaan BUMDes juga memberikan sumbangan bagi peningkatan sumber pendapatan asli desa yang memungkinkan desa mampu melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal. (perlu ditambahkan kelemahan dari BUMDes).
Bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Bab VII bagian kelima yang menyatakan Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan pendirian BUMDes, maka berdasarkan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor  72 Tahun 2005 Tentang Desa, dijelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten-Kota perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa.
BUMDes diharapkan dapat menjadi instrument pemberdayaan masyarakat miskin melalui pengembangan peranan sebagai Lembaga Ekonomi Desa dengan fokus pelayanan keuangan dan pengembangan usaha micro finance. Kelompok atau jenis lembaga keuangan mikro bukan Bank bukan Koperasi yakni bentuk keuangan mikro yang merupakan kelompok atau gabungan beberapa orang yang diikat oleh faktor geografis dan kultur atau dasar kepentingan tertentu yang melakukan pola usaha sebagai lembaga atau jasa keuangan mikro kepada usaha-usaha mikro. pengelolaan keuangan oleh kelompok ini pada dasarnya merupakan wujud pengelolaan keuangan dengan sistem bergulir, modal yang digunakan dapat bersumber dari bantuan atau iuran langsung dari masyarakat dan/atau anggota kelompok tersebut.
Berdasarkan konsep tersebut BUMDes dikembangkan sesuai dengan potensi ekonomi lokal yang benar-benar prospektif dan sesuai dengan kemampuan yang ada. Organisasi BUMDes berada di luar struktur organisasi pemerintahan desa. Sedangkan kepengurusan BUMDes dipilih berdasarkan musyawarah desa dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa. Lembaga Sumber Permodalan, baik bank maupun non-bank. Dalam hal ini diperlukan fasilitasi yang memungkinkan BUMDes mampu menyusun bussines plann yang mampu menarik lembaga keuangan untuk mendukung permodalan dalam rangka pengembangan usaha.
Berdasarkan SKB LKM, selain bentuk hukum BPR, Koperasi atau BUMDes dapat diarahkan kepada suatu lembaga keuangan lainnya. Bentuk hukum bagi LKM bukan bank dan bukan koperasi dapat diarahkan kepada suatu bentuk hukum perkumpulan.
Perkumpulan dalam hal ini memiliki pengertian luas, yang berarti  meliputi suatu persekutuan dan perkumpulan saling menanggung.  Selanjutnya perkumpulan dalam pengertian ini pun terbagi atas 2 (dua) macam, yaitu berbentuk badan hukum dan tidak berbentuk badan hukum.
Perkumpulan dalam LKM ini akan diarahkan kepada perkumpulan yang berbentuk badan hukum. Perkumpulan yang tidak berbadan hukum memiliki kelebihan, yaitu mudah dalam proses pendiriannya. Namun, salah satu kelemahannya adalah sebagaimana disebutkan dalam Staatsblad 1933-84 Pasal 11 point 8: ”perkumpulan yang tidak didirikan sebagai badan hukum menurut peraturan umum tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata”, yang berarti, jika akan dibuat suatu perjanjian antara pihak ketiga dengan perkumpulan yang dimaksud, haruslah dilakukan oleh orang-orang yang bergabung dalam perkumpulan tersebut. Perjanjian tersebut baru mengikat perkumpulan dimaksud, jika seluruh anggotanya menandatangani perjanjian dimaksud atau seluruhnya memberikan kuasa kepada 1 (satu) orang anggotanya untuk membuat dan menandatangani perjanjian termaksud.
Perkumpulan yang berbadan hukum diatur dalam Pasal 1 Staatsblad 1870 No. 64 (berdasarkan Keputusan Raja tanggal 28 Maret 1870), yaitu perkumpulan yang akta pendiriannya disahkan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal (pada waktu itu Directeur van Justitie, sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia).
Anggaran dasar Perkumpulan yang berbadan hukum belum memiliki ketentuan baku yang mengatur. Namun, karena harus melalui proses pengesahan dari Menteri, maka tentu saja harus melalui proses yang hampir mirip dengan pendirian yayasan. Bisa dikatakan serupa tapi tak sama, karena dari sisi prosesnya memang hampir sama, juga untuk anggaran dasarnya harus mencantumkan ketentuan mengenai jangka waktu, modal yang dipisahkan, maksud dan tujuan, organ Perkumpulan yang terdiri dari pendiri, pembina, pengurus dan pengawas.
Perkumpulan yang berbadan hukum memiliki kelebihan yaitu dapat melakukan perbuatan perdata, sebagaimana halnya badan hukum lainnya dan dapat memiliki asset tetap (tanah dan/atau bangunan). Sedangkan kelemahannya antara lain belum terdapat format baku dan Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai tata cara pengesahan (juklak) Perkumpulan, dan prosesnya masih manual, maka dalam prakteknya untuk proses pengesahannya membutuhkan waktu yang lama. Jika sudah mendapatkan pengesahan dari Menteri, maka perkumpulan yang berbadan hukum juga harus diumumkan dalam Berita Negara RI. Sedangkan untuk kegiatannya, jika perkumpulan bergerak di bidang sosial, harus didaftarkan ke Dinas Sosial.
Bentuk hukum selanjutnya yaitu perusahaan daerah. Dengan adanya otonomi daerah telah memberikan nuansa baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan sistem otonomi, daerah memiliki keleluasaan mengatur dirinya sendiri. Tapi di sisi lain, daerah juga dituntut lebih mandiri, termasuk membiayai seluruh kegiatannya.[9]. Ciri utama yang menunjukan kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerahnya adalah terletak pada keuangan daerah. Dengan demikian daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan tersebut untuk penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin dikurangi sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi bagian sumber keuangan utama yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat dasar dalam sistem pemerintahan negara[10].
Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah adalah daerah harus mampu memanfaatkan hasil-hasil pembangunan agar dapat berfungsi sebagai daerah otonom yang mandiri dan mampu menjadi partner Pemerintah Pusat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang keuangan berdasarkan pada asas demokrasi dan kedaulatan rakyat, tanpa mengganggu stabilitas nasional dan keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.[11]
Salah satu bentuk kebijakan Pemerintah Daerah dalam bidang keuangan adalah memanfaatkan potensi daerah dengan membentuk perusahaan daerah. Tujuan dari Perusahaan Daerah tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan saja tetapi juga mempunyai tujuan yang lebih luas yaitu kesejahteraan rakyat melalui fungsi-fungsi sosial yaitu : pelayanan, pemberdayaan, pengembangan serta bantuan manajemen usaha bagi masyarakat luas. Hukum positif yang mengatur perusahaan daerah adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 2 Undang-Undang 37 Tahun 1969 menyebutkan bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah tetap berlaku sampai dibentuknya undang-undang baru yang mengatur mengenai perusahaan daerah. Pada kenyataannya sampai sekarang belum dibentuk undang-undang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962. Kondisi ini menimbulkan permasalahan legalitas bagi pengelolaan perusahaan daerah karena dasar hukum yang sekarang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat.
Tujuan dibentuknya perusahaan daerah tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ini diantaranya mengenai sifat, tujuan dan lapangan usaha perusahaan daerah, pengawasan perusahaan daerah , dan kepemilikan perusahaan daerah.
Berdasarkan konsep di atas maka LKM bukan bank akan diarahkan kepada salah satu bentuk badan hukum Indonesia meliputi:
a.         perkumpulan;
b.        koperasi;
c.         perseroan terbatas;
d.        perusahaan daerah; atau
e.         badan usaha milik desa.
Pembentukan masing-masing badan hukum Indonesia harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. LKM yang berbadan hukum perkumpulan berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini. LKM yang berbentuk badan hukum perkumpulan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang. Pembentukan LKM yang berbadan hukum perkumpulan dilakukan dengan akta pendirian yang memuat anggaran dasar. Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:
a.         daftar nama pendiri;
b.        susunan kepengurusan;
c.         nama dan tempat kedudukan;
d.        maksud dan tujuan serta kegiatan usaha;
e.         ketentuan mengenai cakupan wilayah;
f.         ketentuan mengenai pengelolaan;
g.        ketentuan mengenai permodalan;
h.        ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya; dan
i.          ketentuan mengenai sanksi.
LKM yang berbadan hukum perkumpulan memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh bupati/walikota. LKM berkedudukan di kabupaten/kota dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pendirian
Pendirian LKM harus memenuhi persyaratan yaitu berbadan hukum Indonesia, memiliki modal awal paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), dan mendapatkan izin usaha dari bupati/walikota.

3.    Permodalan
Permodalan LKM dapat berasal dari modal sendiri, simpanan, Pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa/kelurahan, pinjaman, dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.

4.    Kepemilikan
LKM hanya dapat dimiliki oleh
a.         warga negara Indonesia.
b.        perkumpulan yang didirikan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) warga negara Indonesia yang mempunyai kepentingan bersama;
c.         badan hukum Indonesia yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia,
d.        pemerintah daerah kabupaten/kota; atau
e.         masyarakat desa atau pemerintah desa/kelurahan.
Setiap orang hanya mendapatkan kepemilikan mayoritas untuk 1 (satu) LKM baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan mengenai persyaratan yang wajib dipenuhi pihak‑pihak, perubahan kepemilikan, dan perubahan modal diatur dalam Peraturan Pemerintah.

5.    Perizinan
Sebelum menjalankan kegiatan usahanya, LKM harus memiliki izin usaha dari bupati/walikota sesuai dengan cakupan wilayah. Untuk memperoleh izin usaha, LKM harus mengajukan permohonan kepada bupati/walikota setelah memenuhi persyaratan:
a.         memiliki akta pendirian bagi masing-masing badan hukum Indonesia;
b.        memiliki modal disetor minimum yang bukan berasal dari pinjaman.
 Bupati/walikota harus memberikan izin usaha kepada LKM yang telah memenuhi persyaratan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima. Apabila bupati/walikota tidak menjawab permohonan izin usaha melebihi batas waktu, bupati/walikota dianggap menyetujui permohonan dimaksud. Dalam hal permohonan izin usaha ditolak, bupati/walikota harus memberikan jawaban tertulis yang memuat alasan-alasan penolakan kepada pemohon. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan usaha diatur dalam Peraturan Pemerintah.


D.   Kegiatan Usaha Dan Cakupan Wilayah Usaha
Kegiatan usaha LKM pada dasarnya meliputi kegiatan pemberian pinjaman atau pembiayaan kepada perorangan, kelompok atau anggotanya yang menjalankan usaha mikro dan menerima simpanan. LKM dapat pula melakukan usaha jasa keuangan lainnya yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini. kegiatan yang dilarang dilakukan oleh LKM yakni:
a.    menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
b.    melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c.    melakukan usaha perasuransian sebagai  penanggung;
d.   bertindak sebagai penjamin;
e.    menempatkan dana dalam bentuk Simpanan pada LKM lain; dan
f.     memberi pinjaman kepada LKM lain
   Dalam melaksanakan kegiatan pinjaman dan pembiayaan, LKM wajib melakukan pendampingan yang tata cara pendampingannya diatur dalam Peraturan Menteri. Adapun penentuan besarnya pinjaman atau pembiayaan ditentukan berdasarkan kebutuhan dan skala usaha dari penerima dana. adanya pembatasan besarnya pinjaman atau pembiayaan untuk menghindari LKM meminjam diluar kebutuhan dan skala usahanya. kebutuhan dan skala usaha ini dengan mempertimbangan kondisi usaha dari penerima dana dengan criteria antara lain usaha pemula atau perintis, usaha pengembangan dan usaha yang mandiri. besaran nominal pembatasan pinjaman dan pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri.
   LKM dalam menjalankan kegiatan usahanya, dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip keuangan konvensional atau prinsip keuangan syariah. LKM hanya dapat memilih salah satu prinsip tersebut. Hal ini berarti satu LKM tidak dapat melakukan kegiatan usaha dengan dua prinsip sekaligus. Adapun LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip keuangan syariah wajib mematuhi prinsip syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LKM hanya dapat melakukan kegiatan usaha dalam cakupan wilayah usaha sesuai dengan izin usahanya. Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah kabupaten/kota. Sedangkan operasional usaha LKM berada di desa/kelurahan dalam wilayah kabupaten/kota tersebut. Hal ini dimaksudkan  agar kegiatan usaha LKM dilakukan di akar rumput (grass root) di masyarakat. Adapun Ketentuan mengenai standar minimum pengelolaan usaha LKM yang antara lain didasarkan pada skala usaha, total simpanan yang dihimpun dan total pinjaman yang diberikan, diatur dengan Peraturan Menteri. Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini menjadi dasar bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menetapkan kebijakan sesuai kondisi masing-masing daerah.
Terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah serta adanya LKM yang mengubah wilayah usahanya, LKM harus menjamin kesesuaian cakupan wilayah usaha selambat-lambatnya satu tahun sejak tanggal penetapan pemekaran atau penggabungan. Sedangkan LKM yang mengubah cakupan wilayah usahanya harus memberikan pemberitahuan kepada bupati/Walikota di wilayah yang lama dan melaporkan kepada bupati/walikota di wilayah yang baru.

E.   Penjaminan Simpanan  dan Pinjaman
Dalam rangka kepentingan nasabah, LKM dapat mengikuti program penjaminan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penjamin simpanan; melakukan mekanisme penjaminan sendiri sesama LKM;  atau mekanisme lain yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai tata cara penjaminan simpanan bagi LKM diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk penjaminan atas pinjaman atau pembiayaan yang diberikan, LKM dapat melakukan penjaminan terhadap pinjaman atau pembiayaan yang diberikan kepada  suatu lembaga penjamin pinjaman atau pembiayaan misalnya Askrindo, Jamkrindo, LPKD, atau Pegadaian. Dalam RUU ini juga diatur bahwa pemerintah dan pemerintah daerah kabupaten/kota berkewajiban memberikan subsidi premi bagi LKM yang mengikuti suatu program atau mekanisme penjaminan simpanan dan penjaminan pinjaman atau pembiayaan. Terkait dengan belum adanya suatu lembaga atau wadah yang memberikan penjaminan simpanan bagi LKM, pemerintah diupayakan melakukan suatu penjaminan baik dengan membentuk lembaga  penjamin, atau menunjuk BUMN/BUMD untuk melakukan penjaminan simpanan.

F.    Kepengurusan Dan Pertukaran Informasi
Pengaturan mengenai kepengurusan dalam Lembaga Keuangan Mikro disesuaikan dengan bentuk badan hukum yang dipilih untuk menjadi LKM, dimana ketentuannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Susunan kepengurusan dalam LKM sekurang-kurangnya meliputi pengawas internal, ketua, sekretaris, dan bendahara.
Dalam kepengurusan LKM, pengurus LKM dapat melakukan tukar menukar informasi antar LKM. Pengurus LKM dapat memberitahukan informasi dan data mengenai penerima kepada LKM lain. Tujuan dari pertukaran informasi ini untuk memajukan LKM.
Terkait dengan pemberian informasi, dalam hal penerima telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai setiap transaksi antara Nasabah dengan LKM.

G. Penggabungan, Peleburan, Dan Pembubaran
Dalam rangka optimalisasi kinerja LKM, LKM dapat melakukan penggabungan atau peleburan dengan satu atau lebih LKM lainnya dengan persetujuan bupati/walikota yang memberikan ijin usaha. Penggabungan  dapat dilakukan dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu LKM dan membubarkan LKM lainnya. Sedangkan Peleburan dapat dilakukan dengan cara mendirikan LKM baru dan membubarkan LKM lainnya. LKM hasil peleburan atau penggabungan harus menyesuaikan cakupan wilayah usahanya dengan melakukan perubahan anggaran dasar.
LKM dapat dibubarkan karena beberapa hal, yaitu:
  1. LKM yang dimaksud membubarkan diri atas persetujuan para pendirinya;
  2. bupati/walikota mencabut izin usaha LKM;
  3. instansi yang berwenang menyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
  4. tercapainya tujuan atau berakhirnya jangka waktu kegiatan usaha sesuai dengan anggaran dasar.

Pihak yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan seluruh simpanan yang telah dihimpun dalam hal terjadi pembubaran, adalah:
a. pengurus dalam hal LKM berbadan hukum perkumpulan;
b. seluruh pemegang saham pengendali dan direksi atau pihak yang disamakan dengan itu dalam hal LKM berbadan hukum perseroan terbatas, koperasi, perusahaan daerah, atau badan usaha milik desa.

H.   Pembinaan dan Kerjasama
Pengaturan mengenai pembinaan dalam RUU tentang LKM menjadi wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang menjalankan program yang berhubungan dengan kegiatan keuangan mikro mempunyai kewajiban untuk mengoptimalkan fungsi LKM dengan memperhatikan segala aspek keberlangsungan dan persaingan yang sehat LKM itu sendiri.
Pemerintah Daerah juga diwajib menyediakan bantuan teknis dalam rangka pembinaan dan pengembangan LKM. Bantuan teknis tersebut meliputi antara lain  tenaga penyuluh, pendidikan dan pelatihan tentang keuangan mikro, penyediaan database LKM, dan lain-lain. LKM juga dapat melakukan kerjasama antar LKM maupun dengan lembaga keuangan lain dalam rangka meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan memperluas jangkauan pelayanan.


I.       Pengawasan
Pengawasan LKM dilakukan oleh Bupati / Walikota. Bupati / Walikota mendelegasikan wewenang pengawasan kepada pejabat yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan. Pengawasan terhadap LKM dilakukan setiap saat atau secara berkala.
Untuk tertib pembukuan atau pencatatan LKM harus melakukan dan memelihara pencatatan/pembukuan atas segala aktivitas kegiatan usahanya sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Dalam melakukan dan memelihara pencatatan/pembukuan sebagaimana tersebut, Pengurus LKM dilarang:
  1. Membuat pencatatan palsu dalam pembukuan transaksi atau laporan dan atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
  2. Menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening LKM;
  3. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi.

Setiap LKM Desa/kelurahan dan LKM Kecamatan harus menyampaikan laporan keuangan kepada Bupati/Walikota. melakukan pengawasan pada stratifikasi terkait sekurang-kurangnya sekali dalam kurun waktu enam bulan.
Dalam rangka menerapkan prinsip keterbukaan, LKM harus mengumumkan Laporan Keuangannya kepada masyarakat. Menteri menetapkan standar minimum tatacara pengawasan, bentuk laporan, mekanisme penyampaian laporan serta mekanisme pengumuman Laporan Keuangan yang menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah untuk merumuskan ketentuan lebih rinci sesuai kondisi masing-masing daerah.

J.    Sanksi Administratif
   Sebagai instrumen penting dalam penegakan suatu aturan maka pemberian sanksi perlu diatur dalam RUU. Dalam RUU tentang LKM, sanksi dapat diberikan baik terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh LKM sebagai badan hukum (recht person) maupun oleh orang perorangan sebagai subyek hukum. Terhadap  LKM dapat dikenakan sanksi administratif yang dapat berupa: teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan ijin dan/atau denda administratif, yang akan dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan dan akan diatur lebih lanjut mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif tersebut dalam Peraturan Pemerintah. Diantara perbuatan hukum yang dapat dikenai sanksi administratif tersebut adalah mencakup :
a.         Kepemilikan LKM yang tidak dimiliki oleh warga negara Indonesia, perkumpulan yang didirikan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) warga negara Indonesia yang mempunyai kepentingan bersama, badan hukum Indonesia yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia, pemerintah daerah kabupaten/kota, atau masyarakat desa atau pemerintah desa/kelurahan.
b.         LKM yang tidak melakukan kegiatan usaha pemberian pinjaman atau pembiayaan kepada perorangan, kelompok, atau anggotanya yang menjalankan usaha mikro, menerima simpanan, dan melakukan usaha jasa keuangan lainnya yang tidak bertentangan dengan undang-undang.
c.         LKM yang tidak melakukan pendampingan kepada perorangan, kelompok, atau anggotanya yang menjalankan usaha mikro.
d.        LKM yang menjalankan 2 (dua) prinsip keuangan sekaligus yaitu prinsip keuangan konvensional dan prinsip keuangan syariah.
e.         LKM yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip keuangan syariah yang tidak mematuhi prinsip syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f.          LKM yang melanggar larangan:
1)        menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
2)        melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
3)        melakukan usaha perasuransian sebagai  penanggung;
4)        bertindak sebagai penjamin;
5)        menempatkan dana dalam bentuk Simpanan pada LKM lain;
6)        memberi pinjaman kepada LKM lain.
g.         LKM yang melakukan kegiatan usaha dalam cakupan wilayah usaha tidak sesuai dengan izin usahanya.
h.         LKM yang mengubah cakupan wilayah usahanya tidak memberikan pemberitahuan kepada bupati/walikota di wilayah yang lama dan melaporkan kepada bupati/walikota di wilayah yang baru.
i.           LKM yang tidak melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan perusahaan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
j.           LKM yang tidak menyampaikan laporan keuangan kepada bupati/walikota sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu ) tahun.
k.         LKM yang tidak mengumumkan laporan keuangannya kepada masyarakat.

K.   Ketentuan Pidana
Kepada orang perorangan sebagai subyek hukum dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara atau kurungan dan/atau denda apabila kedapatan melakukan pelanggaran dalam hal diantaranya:
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan hanya 1 orang mendapatkan kepemilikan mayoritas untuk 1 (satu) LKM baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu ancaman pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00(sepuluh juta rupiah).
  2. Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Setiap orang yang tidak bertanggung jawab mengembalikan seluruh dana simpanan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  4. Setiap pengurus dan/atau pegawai LKM yang melanggar ketentuan antara lain berupa:

  • membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
  • menghilangkan atau tidak memasukkan informasi yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
  • mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha.
  • dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.00,00.(lima puluh juta rupiah)


L.   Ketentuan Peralihan
Dalam  ketentuan peralihan ini diatur mengenai penyesuaian-penyesuaian status dan perbutatan hokum dari pelaku-pelaku LKM yang selama ini telah dan masih menjalankan aktivitasnya untuk memberi kesempatan bagi langkah-langkah persiapan dan penataan kembali sesuai dengan RUU ini, dengan ketentuan “setiap orang yang melakukan kegiatan usaha sebagai LKM yang tidak berbentuk bank dan belum memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini dapat tetap beroperasi dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku.

M. Ketentuan Penutup
Ketentuan ini memuat mengenai status peraturan perundang-undangan yang sudah ada, dan saat mulai berlakunya peraturan perundang-undangan beserta alternatifnya.
Disamping itu juga mengatur mengenai jangka waktu pembentukan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah untuk menjalankan Undang-Undang mengenai Lembaga Keuangan Mikro, sehingga pada akhirnya dapat berguna untuk memperlancar pelaksanaan Undang-Undang tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Baasir, Faisal (2003), Optimalisasi Regulasi Kerangka Kerja Bagi Keuangan Mikro. Gema PKM.

BI and GTZ ProFI (2000), Legislation, Regulation, and Supervision of Micro Institutions in Indonesia.

CGAP. Guiding Principles On Regulation and Supervision of Microfinance. CGAP.

Fatwa, A.M., Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa,(Jakarta: Yarsif Watampone, 2003).

Helms, Brigit (2006). Access for All: Building Inclusive Financial Systems, CGAP.

Holloh, Detlev and Prins, Hendriks. Regulation, Supervision & Support of Non-Bank,  Non Cooperative Micro-Finance Institution. ProfI-GTZ.

Holloh, Deltev. Microfinance Institution Study, Bank Indonesia, GTZ, dan  
        Departemen Keuangan.

Ismawan, Bambang (2003), Keuangan Mikro Dalam Penanggulangan Kemiskinan  dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Gema PKM.


Ismawan, Bambang dan Setyo Budiantoro, Keuangan Mikro Sebuah Revolusi Tersembunyi Dari Bawah, (Jakarta: Gema PKM Indonesia, 2005).

 JBIC (2003). JBIC & Microfinance: An Innovatie Financing Instrument to Support  
         Sustainability in the Industry and Greater Outreach to Poor & Low-Income Families. JBIC.

Ledgerwood, Joana (1999), Microfinance Handbook. The World Bank –            Washington.

Martowijoyo, Sumantoro (2002), Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Pedesaan. Jurnal Ekonomi Kerakyatan.

Nasution, Darmin (2003), Pointers Mengenai Kerangka Pengaturan Bagi Keuangan Mikro. Gema PKM.

Profi-GTZ (2005). Background Paper on Microfinance Policy and Strategy.          ProFIGTZ.

Republika, ed. 1 Maret 2006, 6 April 2006.

Rudjito (2003), Peranan Lemabaga Keuangan Mikro Dalam Menggerakan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemiskinan. Gema PKM.

Rudjito, Peran lembaga keuangan mikro dalam otonomi daerah guna menggerakkan ekonomi rakyat dan menanggulangi kemiskinan studi kasus: Bank Rakyat Indonesia, dalam http://www.indonesiaindonesia.com/f/8667-peran-lembaga-keuangan-mikro/, diakses tanggal 30 Agustus 2010.

Staschen, Stefan (1999), Regulation and Supervision of Microfinance Institutions:
           State of Knowledge. GTZ.

1 komentar:

  1. Anda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu JulietAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu JulietAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu JulietAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu JulietAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu JulietAnda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com


    Nama lengkap:
    jumlah pinjaman :
    Pinjaman Durasi:
    Pendapatan bulanan :
    negara:
    Seks:
    Nomor telepon:
    Tanggal lahir :

    Terima kasih dan Tuhan memberkati

    JULIETOWENLOANCOMPANY
    (Julietowenloancompany@gmail.com)
    Ibu Juliet

    BalasHapus