BAB II – PENJELESAN ISI CEDAW
1. Hukum
Internasional dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Hukum
internasional melindungi HAM melalui konvensi atau perjanjian internasional dan
kebiasaan international.[1] Ketentuan hukum internasional terhadap HAM
yang paling lama adalah Maklumat Sedunia Tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
(UDHR). UDHR dikeluarkan pada tahun
1948. UDHR telah mempengaruhi serta
diakui Republik Indonesia.[2] UDHR bukan konvensi atau perjanijian
internasional, melainkan itu Ketetapan Majelis Bangsa Bangsa yang lembaga
tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Sebagaimana demikian, UDHR sendiri tidak wajib dilaksanakan negara
anggota PBB.[3] Bagaimanapun, UDHR sudah lama diumumkan. Ada orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan
UDHR menjadi kebiasaan internasional dan, oleh sebabnya, ketentuan UDHR wajib
dipenuhi semua negara dunia.[4]
Kebiasaan
hukum internasional terhadap HAM ditambah dengan Konvensi. Konvensi tentang HAM diundangkan negara
negara dunia dengan bantuan PBB.
Konvensi atau perjanjian internasional wajib dilaksanakan secara
tersebut. Di bidang Konvensi tentang HAM
terdapat Konvensi bersifat umum dan Konvensi bersifat khusus. Konvensi bersifat umum adalah Konvensi
Internasional Tentang Hak Hak Asasi Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) (ICCPR) dan Konvensi Internasional
Tentang Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International
Covenant on Economic Social and Cultural Rights) (ICESCR) yang akan
disahkan Indonesia.[5]
Konvensi
bersifat khusus tercantum Konvensi terhadap hak hak asasi wanita. Konvensi itu termasuk Konvensi Tentang Hak
Hak Politik Wanita (Convention on the
Political Rights of Women) yang telah disahkan Indonesia dengan Undang
Undang No.18/1956 maupun CEDAW.[6]
2. Ketentuan
CEDAW Bersifat Umum
CEDAW
dimaksud menghapuskan diskriminasi terhadap wanita dan melindungi hak
wanita. Pasal 1 CEDAW menegaskan istilah
“diskriminasi” berarti setiap perbedaan, pengecualian atau pembatasan
berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi
dan menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan HAM di bidang apapun
berdasarkan persamaan antara pria dan wanita.
Namun demikian, Pasal 4 menetapkan "diskriminasi” tersebut dianggap
tidak terjadi dengan peraturan khusus sementara untuk mencapai persamaan antara
pria dan wanita (affirmative action).
Pasal 2 CEDAW memuat ketetentuan umum yang akan
dilaksanakan oleh Negara Negara Peserta CEDAW.
Pertama, Pasal 2 butir a
menetapkan kaidah persamaan wanita dengan pria
wajib dicantumkan dalam Undang Undang Dasar dan perundang-undangan
Negara Negara Peserta, kecuali kalau itu sudah dilaksanakan.
Kedua, Pasal 2
butir b berbunyi Undang Undang dan peraturan perundangan lain yang melarang
diskriminasi terhadap wanita akan diundangkan.
Jika dianggap perlu, peraturan perundangan tersebut akan menetapkan
hukuman untuk diskriminasi terhadap wanita.
Selain itu, Pasal 2 butir e menyatakan Negara Negara Peserta akan
menjamin diskriminasi terhadap wanita tidak
dilakukan oleh seorang, badan hukum perdata atau sekelompok di mana
pun.
Ketiga, Pasal 2
butir d menentukan kegiatan atau kebiasaan yang bersifat diskriminatif tidak
akan dilakukan oleh segala pejabat dan lembaga pemerinatah Negara Negara
Peserta. Keempat, Pasal 2 butir f menyatakan Undang Undang, peraturan
perundangan, kebiasaan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap wanita
akan diubah atau dicabut. Sebagaimana
demikian, Pasal 5 butir a berbunyi kebudayaan Negara Negara Peserta akan diubah
sesuai dengan CEDAW. Jadi, kebiasaan atau praktek yang bersifat
diskriminatif terhadap wanita akan dihapuskan.
3. Ketentuan CEDAW Di Bidang Tertentu
Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 memuat ketentuan khusus di
bidang politik, ekonomi, sosial dan domestik.
Di bidang politik, Pasal 7 butir a yuncto butir b menetapkan hak
memilihi dan dipilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) akan didasarkan persamaan
wanita dengan pria. Selanjutnya, hak
mengikuti perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah juga akan disandarkan kaidah tersebut. Akhirnya, wanita bersama dengan pria akan
mempunyai hak menduduki segala pekerjaan dalam pemerintahan maupun hak melaksanakan
segala fungsi pemerintahan pada semua tingkatnya.
Di bidang sosial dan internasional, Pasal 7 butir c yuncto
Pasal 8 menentukan partisipasi wanita bersama dengan pria di lembaga sosial
masyarakat (LSM) maupun pada tingkat internasional akan dijamin. Di bidang lain, Pasal 10 sampai dengan Pasal
14 menggariskan penghapusan diskriminasi terhadap wanita dan perlindungan hak
wanita dalam pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan pedesaan.
4. CEDAW Dan Hukum
Pasal 15 mengandung ketentuan tentang hukum. Pasal 15 Ayat (1) menyatakan persamaan wanita
dengan pria akan diberikan di muka hukum.
Khususnya, Pasal 15 Ayat (2) menetapkan persamaan wanita dengan pria
akan dijamin terhadap kecakapan hukum dalam hal sipil maupun kesempatan
melakukan kecakapan tersebut. Kecakapan
tersebut tercantum hak yang sama untuk mengesahkan perjanjian dan mengurus
harta benda. Kecakapan tersebut pula
tercantum perlakuan yang sama dalam lingkungan peradilan pada tingkat pertama, banding dan kasasi. Pasal 15 Ayat (4) menyatakan persamaan wanita
dengan pria akan diberikan untuk mengadakan pergerakan dan memilih tempat
kediaman.
5. CEDAW Dan Kekeluargaan
Pasal 16 memuat ketentuan di bidang hukum keluarga dan
perkawinan. Secara umum, Pasal 16 Ayat
(1) menyatakan persamaan wanita dengan pria akan dijamin terhadap hak dan
tanggung jawab dalam hubungan kekeluargaan dan semua urusan mengenai
perkawinan. Khususnya, beberapa hak
wanita bersama dengan pria akan dijamin di bidang perkawinan. Pertama,
Pasal 16 Ayat (1) huruf a mensyaratkan hak yang sama untuk melakukan ikatan
perkawinan. Kedua, Pasal 16 Ayat (1) huruf b menggariskan hak wanita memilihi
suami secara bebas dan haknya memasuki ikatan perkawinan hanya dengan
persetujuan yang bebas sepenuhnya.
Ketiga, Pasal 16
Ayat (1) huruf c mensyaratkan hak dan tanggung jawab yang sama dalam perkawinan
maupun pada putusnya. Keempat, Pasal 16 Ayat (1) huruf d
mensyaratkan hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari
status kawin mereka, dalam urusan yang
berhubungan dengan anak mereka. Namun
demikian, dalam semua kasus, kepentingan anak akan diutamakan.
Kelima, Pasal 16
Ayat (1) huruf g mengakui hak pribadi yang sama sebagai suami isteri termasuk
hak untuk memilihi nama, keluarga, profesi dan jabatan. Keenam,
Pasal 16 Ayat (1) huruf f mensyaratkan hak yang sama untuk kedua suami dan
isteri bertalian dengan harta benda. Ketujuh, Pasal 16 Ayat (2) melarang
pertunangan dan perkawinan seorang anak.
6. Ketentuan CEDAW Bersifat Teknis
CEDAW disimpulkan dengan Pasal 17 yuncto Pasal 19 sampai
dengan Pasal 22 terhadap Pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap
Wanita dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 30 terhadap hal yang bersifat
administrasi dan prosedural terhadap CEDAW.
DAFTAR PUSTAKA
H. Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1995.
Amrullah Ahmad (ed.), Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Gema Insani Press, Jakarta, 1998.
Mohammad Daud Ali, SH, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Raja Gratindo Persada, Jakarta, 1998.
J N D Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1994.
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1989.
Prof. Dr. Busthanul Arifin, SH, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Drs. Saafroedin Bahar, Hak Asasi Manusia: Analisis Komnas HAM Dan Jajaran HANKAM / ABRI, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.
H. Ahmad Azhar Basyir MA, Hukum Waris Islam, Bagian Penerbitan Fakulas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1998.
Drs. Cik Hasran Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998.
Drs. Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997.
A. Rachmad Budiono, SH, MH, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.
0 komentar:
Posting Komentar