Minggu, 02 Juni 2013

BAB II – PENJELESAN ISI CEDAW

1.  Hukum Internasional dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Hukum internasional melindungi HAM melalui konvensi atau perjanjian internasional dan kebiasaan international.[1]  Ketentuan hukum internasional terhadap HAM yang paling lama adalah Maklumat Sedunia Tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) (UDHR).  UDHR dikeluarkan pada tahun 1948.  UDHR telah mempengaruhi serta diakui  Republik Indonesia.[2]  UDHR bukan konvensi atau perjanijian internasional, melainkan itu Ketetapan Majelis Bangsa Bangsa yang lembaga tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).  Sebagaimana demikian, UDHR sendiri tidak wajib dilaksanakan negara anggota PBB.[3]  Bagaimanapun, UDHR sudah lama diumumkan.  Ada orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan UDHR menjadi kebiasaan internasional dan, oleh sebabnya, ketentuan UDHR wajib dipenuhi semua negara dunia.[4]  

Kebiasaan hukum internasional terhadap HAM ditambah dengan Konvensi.  Konvensi tentang HAM diundangkan negara negara dunia dengan bantuan PBB.  Konvensi atau perjanjian internasional wajib dilaksanakan secara tersebut.  Di bidang Konvensi tentang HAM terdapat Konvensi bersifat umum dan Konvensi bersifat khusus.  Konvensi bersifat umum adalah Konvensi Internasional Tentang Hak Hak Asasi Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) (ICCPR) dan Konvensi Internasional Tentang Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic Social and Cultural Rights) (ICESCR) yang akan disahkan Indonesia.[5]  

Konvensi bersifat khusus tercantum Konvensi terhadap hak hak asasi wanita.  Konvensi itu termasuk Konvensi Tentang Hak Hak Politik Wanita (Convention on the Political Rights of Women) yang telah disahkan Indonesia dengan Undang Undang No.18/1956 maupun CEDAW.[6]

2.  Ketentuan CEDAW Bersifat Umum
CEDAW dimaksud menghapuskan diskriminasi terhadap wanita dan melindungi hak wanita.  Pasal 1 CEDAW menegaskan istilah “diskriminasi” berarti setiap perbedaan, pengecualian atau pembatasan berdasarkan jenis kelamin yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi dan menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan HAM di bidang apapun berdasarkan persamaan antara pria dan wanita.  Namun demikian, Pasal 4 menetapkan "diskriminasi” tersebut dianggap tidak terjadi dengan peraturan khusus sementara untuk mencapai persamaan antara pria dan wanita (affirmative action).

Pasal 2 CEDAW memuat ketetentuan umum yang akan dilaksanakan oleh Negara Negara Peserta CEDAW.  Pertama, Pasal 2 butir a menetapkan kaidah persamaan wanita dengan pria  wajib dicantumkan dalam Undang Undang Dasar dan perundang-undangan Negara Negara Peserta, kecuali kalau itu sudah dilaksanakan. 

Kedua, Pasal 2 butir b berbunyi Undang Undang dan peraturan perundangan lain yang melarang diskriminasi terhadap wanita akan diundangkan.  Jika dianggap perlu, peraturan perundangan tersebut akan menetapkan hukuman untuk diskriminasi terhadap wanita.  Selain itu, Pasal 2 butir e menyatakan Negara Negara Peserta akan menjamin diskriminasi terhadap wanita tidak  dilakukan oleh seorang, badan hukum perdata atau sekelompok di mana pun. 

Ketiga, Pasal 2 butir d menentukan kegiatan atau kebiasaan yang bersifat diskriminatif tidak akan dilakukan oleh segala pejabat dan lembaga pemerinatah Negara Negara Peserta.  Keempat, Pasal 2 butir f menyatakan Undang Undang, peraturan perundangan, kebiasaan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap wanita akan diubah atau dicabut.  Sebagaimana demikian, Pasal 5 butir a berbunyi kebudayaan Negara Negara Peserta akan diubah sesuai dengan CEDAW.  Jadi,  kebiasaan atau praktek yang bersifat diskriminatif terhadap wanita akan dihapuskan. 

3.  Ketentuan CEDAW Di Bidang Tertentu
Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 memuat ketentuan khusus di bidang politik, ekonomi, sosial dan domestik.  Di bidang politik, Pasal 7 butir a yuncto butir b menetapkan hak memilihi dan dipilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) akan didasarkan persamaan wanita dengan pria.  Selanjutnya, hak mengikuti perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah juga akan  disandarkan kaidah tersebut.  Akhirnya, wanita bersama dengan pria akan mempunyai hak menduduki segala pekerjaan dalam pemerintahan maupun hak melaksanakan segala fungsi pemerintahan pada semua tingkatnya. 

Di bidang sosial dan internasional, Pasal 7 butir c yuncto Pasal 8 menentukan partisipasi wanita bersama dengan pria di lembaga sosial masyarakat (LSM) maupun pada tingkat internasional akan dijamin.  Di bidang lain, Pasal 10 sampai dengan Pasal 14 menggariskan penghapusan diskriminasi terhadap wanita dan perlindungan hak wanita dalam pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan pedesaan. 

4.  CEDAW Dan Hukum
Pasal 15 mengandung ketentuan tentang hukum.  Pasal 15 Ayat (1) menyatakan persamaan wanita dengan pria akan diberikan di muka hukum.  Khususnya, Pasal 15 Ayat (2) menetapkan persamaan wanita dengan pria akan dijamin terhadap kecakapan hukum dalam hal sipil maupun kesempatan melakukan kecakapan tersebut.  Kecakapan tersebut tercantum hak yang sama untuk mengesahkan perjanjian dan mengurus harta benda.  Kecakapan tersebut pula tercantum perlakuan yang sama dalam lingkungan peradilan pada  tingkat pertama, banding dan kasasi.  Pasal 15 Ayat (4) menyatakan persamaan wanita dengan pria akan diberikan untuk mengadakan pergerakan dan memilih tempat kediaman.  

5.  CEDAW Dan Kekeluargaan
Pasal 16 memuat ketentuan di bidang hukum keluarga dan perkawinan.  Secara umum, Pasal 16 Ayat (1) menyatakan persamaan wanita dengan pria akan dijamin terhadap hak dan tanggung jawab dalam hubungan kekeluargaan dan semua urusan mengenai perkawinan.  Khususnya, beberapa hak wanita bersama dengan pria akan dijamin di bidang perkawinan.   Pertama, Pasal 16 Ayat (1) huruf a mensyaratkan hak yang sama untuk melakukan ikatan perkawinan.  Kedua, Pasal 16 Ayat (1) huruf b menggariskan hak wanita memilihi suami secara bebas dan haknya memasuki ikatan perkawinan hanya dengan persetujuan yang bebas sepenuhnya.   

Ketiga, Pasal 16 Ayat (1) huruf c mensyaratkan hak dan tanggung jawab yang sama dalam perkawinan maupun pada putusnya.  Keempat, Pasal 16 Ayat (1) huruf d mensyaratkan hak dan tanggung jawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status kawin mereka, dalam  urusan yang berhubungan dengan anak mereka.  Namun demikian, dalam semua kasus, kepentingan anak akan diutamakan.  

Kelima, Pasal 16 Ayat (1) huruf g mengakui hak pribadi yang sama sebagai suami isteri termasuk hak untuk memilihi nama, keluarga, profesi dan jabatan.  Keenam, Pasal 16 Ayat (1) huruf f mensyaratkan hak yang sama untuk kedua suami dan isteri bertalian dengan harta benda.   Ketujuh, Pasal 16 Ayat (2) melarang pertunangan dan perkawinan seorang anak.

6.  Ketentuan CEDAW Bersifat Teknis
CEDAW disimpulkan dengan Pasal 17 yuncto Pasal 19 sampai dengan Pasal 22 terhadap Pembentukan Komite Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 30 terhadap hal yang bersifat administrasi dan prosedural terhadap CEDAW.
DAFTAR PUSTAKA

H. Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1995.
Amrullah Ahmad (ed.), Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional,  Gema Insani Press, Jakarta, 1998.
Mohammad Daud Ali, SH, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Raja Gratindo Persada, Jakarta, 1998.
J N D Anderson, Hukum Islam di Dunia Modern, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1994.
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1989.
Prof. Dr. Busthanul Arifin, SH, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, Jakarta,  1996.
Drs. Saafroedin Bahar, Hak Asasi Manusia: Analisis Komnas HAM Dan Jajaran HANKAM / ABRI, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.
H. Ahmad Azhar Basyir MA, Hukum Waris Islam, Bagian Penerbitan Fakulas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1998.
Drs. Cik Hasran Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998.
Drs. Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1997.
A. Rachmad Budiono, SH, MH, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

0 komentar:

Posting Komentar