MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
DEMOKRASI DAN HAK ASASI
MANUSIA
Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.
A. Demokrasi, HAM, dan Negara
HAM dan demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan
relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru
dunia. HAM dan demokrasi juga dapat dimaknai sebagai hasil perjuangan manusia
untuk mempertahankan dan mencapai harkat kemanusiaannya, sebab hingga saat ini
hanya konsepsi HAM dan demokrasilah yang terbukti paling mengakui dan menjamin
harkat kemanusiaan.
Konsepsi HAM dan demokrasi dapat dilacak secara teologis
berupa relativitas manusia dan kemutlakan Tuhan. Konsekuensinya, tidak ada
manusia yang dianggap menempati posisi lebih tinggi, karena hanya satu yang
mutlak dan merupakan prima facie, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Semua
manusia memiliki potensi untuk mencapai kebenaran, tetapi tidak mungkin
kebenaran mutlak dimiliki oleh manusia, karena yang benar secara mutlak hanya
Tuhan. Maka semua pemikiran manusia juga harus dinilai kebenarannya secara
relatif. Pemikiran yang mengklaim sebagai benar secara mutlak, dan yang lain
berarti salah secara mutlak, adalah pemikiran yang bertentangan dengan
kemanusiaan dan ketuhanan.
Manusia
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin
derajatnya sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian disebut dengan hak asasi
manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia yang
merupakan karunia Sang Pencipta.[3] Karena setiap manusia
diciptakan kedudukannya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip
persamaan dan kesederajatan merupakan hal utama dalam interaksi sosial. Namun
kenyataan menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial untuk
dapat menjaga derajat kemanusiaan dan mencapai tujuannya. Hal ini tidak mungkin
dapat dilakukan secara individual. Akibatnya, muncul struktur sosial.
Dibutuhkan kekuasaan untuk menjalankan organisasi sosial tersebut.
Kekuasaan dalam suatu organisasi dapat diperoleh
berdasarkan legitimasi religius, legitimasi ideologis eliter atau pun legitimasi
pragmatis.[4] Namun
kekuasaan berdasarkan legitimasi-legitimasi tersebut dengan sendirinya mengingkari kesamaan dan
kesederajatan manusia, karena mengklaim kedudukan lebih tinggi sekelompok
manusia dari manusia lainnya. Selain itu, kekuasaan yang berdasarkan ketiga
legitimasi diatas akan menjadi kekuasaan yang absolut, karena asumsi dasarnya
menempatkan kelompok yang memerintah sebagai pihak yang berwenang secara
istimewa dan lebih tahu dalam menjalankan urusan kekuasaan negara. Kekuasaan
yang didirikan berdasarkan ketiga legitimasi tersebut bisa dipastikan akan
menjadi kekuasaan yang otoriter.
Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan
mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia.
Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal
dengan prinsip kedaulatan rakyat. Berdasarkan pada teori kontrak sosial,[5] untuk
memenuhi hak-hak tiap manusia tidak mungkin dicapai oleh masing-masing orang
secara individual, tetapi harus bersama-sama. Maka dibuatlah perjanjian sosial
yang berisi tentang apa yang menjadi tujuan bersama, batas-batas hak
individual, dan siapa yang bertanggungjawab untuk pencapaian tujuan tersebut
dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya. Perjanjian
tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu
negara (the supreme law of the land),
yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara.
Proses demokrasi juga terwujud melalui prosedur pemilihan umum untuk memilih
wakil rakyat dan pejabat publik lainnya.
Konsepsi HAM dan demokrasi dalam perkembangannya sangat
terkait dengan konsepsi negara hukum. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya
yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan
hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti
bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.
Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum,
sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi.[6]
Selain itu, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat
dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan,
sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan
benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara
sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan
dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin
kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan
keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan
absolute rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat.[7]
Sebagaimana telah berhasil
dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945, ketentuan mengenai hak-hak
asasi manusia telah mendapatkan jaminan konstitusional yang sangat kuat dalam
Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya
berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU
tentang Hak Asasi Manusia. Jika dirumuskan kembali, maka materi yang sudah
diadopsikan ke dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi
berikut:
- Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya[8].
- Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah[9].
- Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi[10].
- Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu[11].
- Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali[12].
- Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya[13].
- Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat[14].
- Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia[15].
- Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi[16].
- Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain[17].
- Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan[18].
- Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan[19].
- Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat[20].
- Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun[21].
- Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia[22].
- Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya[23].
- Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum[24].
- Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja[25].
- Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan[26].
- Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut[27].
- Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa[28].
- Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya[29].
- Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah[30].
- Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan[31].
- Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan undang-undang[32].
- Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis[33].
Jika ke-27 ketentuan yang sudah
diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan elemen
baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali
sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka
rumusan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup lima
kelompok materi sebagai berikut:
1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan
menjadi:
- Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
- Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
- Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
- Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
- Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
- Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
- Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.
- Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
- Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
- Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan.
- Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya, meninggalkan dan kembali ke negaranya.
- Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.
- Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
Terhadap hak-hak sipil tersebut, dalam keadaan apapun
atau bagaimanapun, negara tidak dapat mengurangi arti hak-hak yang ditentukan
dalam Kelompok 1 “a” sampai dengan “h”. Namun, ketentuan tersebut tentu tidak
dimaksud dan tidak dapat diartikan atau digunakan sebagai dasar untuk
membebaskan seseorang dari penuntutan atas
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diakui menurut ketentuan
hukum Internasional. Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memastikan
bahwa ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak
yang berusaha membebaskan diri dari ancaman tuntutan. Justru di sinilah letak
kontroversi yang timbul setelah ketentuan Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945
disahkan beberapa waktu yang lalu.
2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi,
Sosial dan Budaya
- Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara damai.
- Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
- Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
- Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi kemanusiaan.
- e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.
- Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
- Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.
- Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
- Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan pengajaran.
- Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
- Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa[34].
- Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
- Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya[35].
3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak
Atas Pembangunan
- Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
- Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional.
- Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
- Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
- Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
- Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
- Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).
4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban
Asasi Manusia
a. Setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
b. Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan
keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan
dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggungjawab atas
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d. Untuk menjamin pelaksanaan
hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat
independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya
diatur dengan undang-undang.
Ketentuan-ketentuan
yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia itu sangat penting dan bahkan dianggap
merupakan salah satu ciri pokok dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara.
Namun di samping hak-hak asasi manusia, harus pula dipahami bahwa setiap orang
memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang juga bersifat asasi. Setiap orang,
selama hidupnya sejak sebelum kelahiran, memiliki hak dan kewajiban yang
hakiki sebagai manusia. Pembentukan negara dan pemerintahan, untuk alasan
apapun, tidak boleh menghilangkan prinsip hak dan kewajiban yang disandang
oleh setiap manusia. Karena itu, jaminan hak dan kewajiban itu tidak ditentukan
oleh kedudukan orang sebagai warga suatu negara. Setiap orang di manapun ia
berada harus dijamin hak-hak dasarnya. Pada saat yang bersamaan, setiap orang
di manapun ia berada, juga wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi orang lain
sebagaimana mestinya. Keseimbangan kesadaran akan adanya hak dan kewajiban
asasi ini merupakan ciri penting pandangan dasar bangsa Indonesia mengenai
manusia dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bangsa Indonesia memahami bahwa The Universal Declaration of Human Rights yang dicetuskan pada tahun 1948 merupakan pernyataan
umat manusia yang mengandung nilai-nilai universal yang wajib dihormati.
Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia juga memandang bahwa The Universal Declaration of Human Responsibility yang dicetuskan oleh Inter-Action Council pada
tahun 1997 juga mengandung nilai universal yang wajib dijunjung tinggi untuk melengkapi
The Universal Declaration of Human Rights tersebut. Kesadaran umum
mengenai hak-hak dan kewajiban asasi manusia itu menjiwai keseluruhan sistem
hukum dan konstitusi Indonesia, dan karena itu, perlu diadopsikan ke dalam
rumusan Undang-Undang Dasar atas dasar pengertian-pengertian dasar yang dikembangkan
sendiri oleh bangsa Indonesia. Karena itu, perumusannya dalam Undang-Undang
Dasar ini mencakup warisan-warisan pemikiran mengenai hak asasi manusia di
masa lalu dan mencakup pula pemikiran-pemikiran yang masih terus akan berkembang
di masa-masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
__________, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Ferejohn, John, Jack N. Rakove, and Jonathan Riley (eds). Constitutional Culture and Democratic Rule. Cambridge: Cambridge University Press, 2001.
Fukuyama, Francis. Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Judul Asli: State Building: Governance and World Order in the 21st Century. Penerjemah: A. Zaim Rofiqi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Giddens, Anthony. The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial. Judul Asli: The Constitution of Society: The Outline of the Theory of Structuration. Penerjemah: Adi Loka Sujono. Pasuruan; Penerbit Pedati, 2003.
Huntington, Samuel P. The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century. Norman: University of Oklahoma Press, 1991.
Republik Indonesia, Himpunan Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 s/d 2002, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2002.
Sabine, George H. A History of Political Theory. Third Edition. New York-Chicago-San Fransisco-Toronto-London: Holt, Rinehart and Winston, 1961.
Suseno, Franz Magnis. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>selanjutnya<<<<<<<<<<<<<<<
0 komentar:
Posting Komentar