KRIMINALISASI
POLIGAMI DALAM HUKUM KELUARGA DI TURKI
1. Turki
Secara geografis, Republik Turki
(Turkiye Cumhuriyeti) yang didirikan pada 29 Oktober 1923 ini terletak
di kawasan Asia Kecil (97%) dan Eropa Tenggara. Di bagian barat berbatasan
dengan Laut Aegean dan Yunani, dan di bagian Barat Laut berbatasan dengan
wilayah Bulgaria. Di utara berbatasan dengan Laut Hitam. Di bagian Timur Laut
berbatasan dengan Georgia, di bagian timur berbatasan dengan Armenia, dan di
bagian tenggara berbatasan dengan Iran dan Irak. Sedangkan di selatan
berbatasan dengan Syria dan Laut Tengah. Luas wilayah Turki meliputi 755.693
km2 di Asia Kecil (semenanjung Anatolia) dan 23.763 km2 di Eropa Tenggara,
sehingga luas keseluruhan Turki adalah 779.456 km2.
Berdasarkan
sensus 21 Oktober 1990, populasi penduduknya mencapai 56.473,035 jiwa yang
menempati wilayah seluas 779, 456 km2. Mayoritas penduduk Turki adalah Muslim,
sebagian besar beraliran Sunni, namun diperkirakan di sana juga terdapat
sekitar 10 hingga 20 juta Muslim Syi’ah. Sedangkan sisanya adalah Yahudi,
Ortodok Yunani, Ortodok Armenia, dan Kristen Assyria.[1]
Sebagai
sebuah negara pengganti yang tercipta dari reruntuhan Kesultanan Usmaniyah
pasca Perang Dunia I, Turki menjadi negara sekular pertama di Dunia Muslim.
Pembatalan syariat dan pengambilan sebuah sistem hukum sekular berdasarkan
aturan–aturan hukum Barat, serta pendeklarasian sebuah republik sekular pada
1928, merupakan penyimpangan radikal dari tradisi.[2]
Sebelum
lahirnya kebijakan legislasi undang-undang--yang dikodifikasi secara
eklektikal, mazhab Hanafi merupakan mazhab utama yang mendasari kehidupan
keberagamaan tradisional Turki hingga tahun 1926. Adalah Undang-Undang Sipil
Islam yang dikenal dengan Majallat al-ahkam al-‘adliyyah, sebagian
materinya didasarkan pada mazhab Hanafi yang telah dipersiapkan di Turki sejak
tahun 1876, sekalipun belum memuat hukum keluarga dan hukum waris di dalamnya.
Hukum mengenai perkawinan dan perceraian sebagian dibuat pada tahun 1915 dan
dikodifikasi pada tahun 1917. Revolusi politik di negara tersebut menyebabkan
kehancuran Dinasti Ottoman sekaligus menghapus kekhalifahannya. Baik UU Sipil
Islam 1876, berbagai hukum keluarga yang
diberlakukan pada tahun 1915 dan tahun
1917, maupun hukum waris mazhab Hanafi non-kodifikasi, semuanya diganti oleh UU
Sipil baru yang komprehensif yang diberlakukan pada tahun 1926.[3] Berdasarkan the Turkish Civil
Code 1926, poligami sama sekali dilarang dan jika terjadi maka perkawinan
tersebut dinyatakan tidak sah. UU Turki tersebut melarang perkawinan lebih dari
satu selama perkawinan pertama masih berlangsung. Pasal 93 menegaskan bahwa
seorang tidak dapat menikah, jika dia tidak dapat membuktikan bahwa perkawinan
yang pertama bubar karena kematian, perceraian, atau pernyataan pembatalan.
Kemudian dalam pasal 112 (1) dikemukakan bahwa perkawinan yang kedua dinyatakan
tidak sah oleh pengadilan atas dasar bahwa orang tersebut telah berumah tangga
saat menikah.[4]
Ketentuan di atas juga dipertegas dalam the
Turkish Family (Marriage and Divorce) Law of 1951. Dalam pasal 8
disebutkan:[5]
“No person shall marry again unless he proves
to the satisfaction of the Court that the former marriage has been declared
invalid or void or has been dissolved by divorce or the death of the other party.”
Selanjutnya
dalam pasal 19 (a) dinyatakan:
“A marriage shal
be declared invalid where:
(a) at the date of
the marriage one of parties is already married;”
Meskipun
Turki tidak secara eksplisit menyebutkan bentuk sanksinya, namun secara
implisit UU Turki menegaskan bahwa perkawinan poligami adalah tidak sah dan
akan dikenai ancaman hukuman (penalty).[6]
Dari
ketentuan kriminalisasi praktik poligami di atas tampak jelas bahwa hukum
positif yang berlaku di Turki telah mencitrakan deviasi yang signifikan dari ketentuan mazhab Hanafi bahkan hukum
Islam (konvensional) dari berbagai mazhab yang ada. Ketidaksahan poligami merupakan hal baru yang
belum pernah diwacanakan oleh kalangan ulama klasik.[7]
Pembolehan poligami oleh Alquran dalam kondisi tertentu telah dirubah oleh Muslim
Turki. Alasannya, sebagaimana dinyatakan oleh beberapa tokoh intelektual Turki,
bahwa legalisasi Alquran atas poligami merupakan “sebuah perbaikan besar
terhadap praktik poligami tak terbatas pada masa Arab pra-Islam melalui cara
monogami.” Perubahan kondisi sosial dan ekonomi di Turki telah membuat kondisi
qur’ani poligami tidak dapat direalisasikan.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Audah, ‘Abd al-Q±dir, at-Tasyr³‘
al-Jin±’³ al-Islam³ Muq±ranan bi al-Q±nn al-Wa«‘³, Mu’assat ar-Ris±lah, Beirut, 1997.
A. Jawad, Haifaa, The Right of
Women in Islam: An Authentic Approach, St. Martin’s Press, Inc., New York, 1998.
Ab³ D±wud, Sunan Ab³ D±wud, juz I, D±r al-Fikr, 1994.
Amin, Qasim, Ta¥r³r
al-Mar’ah, D±r al-Ma‘±rif, Tunisia, t.t.
Anderson, James Norman Dalrymple
(J.N.D), Islamic
law in the Modern World, Edisi
Indonesia: Hukum Islam di Dunia Moderen, terj. Machnun Husein, CV. Amarpress,
Surabaya.
_______________ , “The
Tunisian Law of Personal Status”, dalam International and Comparative Law
Quarterly, 7 April 1985.
Anderson, Norman, Law Reform in the Muslim World, The Athlone Press, London, 1976.
Buxbaum, David C. (Ed.), Family Law and
Customary Law in Asia: a Contemporary Legal Perspective, Martinus Nijhoff, The Haque, 1968
Dahlan, Abdul Aziz (Ed.), Ensiklopedi
Hukum Islam, jld. IV, Ichtiar Baru van
Houve, Jakarta, 1997.
Esposito, John L. (Ed.), The Oxford
Encyclopaedia of the Modern Islamic World, Oxford University Press, Oxford, 1991.
Gupta, Kiran, “Polygamy Law
Reform in Modern Status” dalam Islamic Law and
Comparative Law, vol XVIII, No. 2 Thaun 1992.
Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Ibn al-‘Arab³, A¥k±m al-Qur‘±n, Jld. I, D±r al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, Beirut, 1988,
Ibn Rusyd, Bid±yat
al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqta¡id, juz II, D±r al-Fikr, Beirut, 1995.
al-Jaz³r³, ‘Abdurra¥man, Kit±b al-Fiqh
‘ala al-Ma©±hib al-Arba‘ah, jld.
V, D±r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 1999.
al-Ja¡¡±¡, A¥k±m al-Qur’±n, juz II, D±r al-Fir, Beirut,
1993.
Kartanegara, Satochid, Dasar-Dasar
Hukum Pidana, Penerbit Sinar Baru, Bandung,
1990.
Lindsey, Timothy (Ed.), Indonesia: Law
and Society, The Federation Press,
Leichhardt, 1999.
M. Hawes, Joseph & Elizabeth
F. Shores (Ed.s), The
Family in a America an Encyclopedia, vol. II, ABC-CLIO, Inc., Santa Barbara California, 2001.
Mahmood, Tahir, Family Law
Reform in the Muslim World,
N.M.Tripathi PVT, Ltd., Bombay, 1972.
______________ , Personal Law in
Islamic Countries (History, Texs and Comparative Analysis), Academy of Law and Religion New Delhi, New Delhi,
1987.
Mallat, Chibli, & Jane
Connors, Islamic
Family Law, Graham & Trotman, London,
1993.
al-Maragi, A¥mad Mu¡taf±, Tafs³r
al-Mar±g³, juz IV, Mustaf± al-B±b³ al-¦alab³
wa Aul±duh, 1974.
0 komentar:
Posting Komentar