Senin, 20 Mei 2013


KRIMINALISASI POLIGAMI DALAM HUKUM KELUARGA DI TURKI

1.      Turki
            Secara geografis, Republik Turki (Turkiye Cumhuriyeti) yang didirikan pada 29 Oktober 1923 ini terletak di kawasan Asia Kecil (97%) dan Eropa Tenggara. Di bagian barat berbatasan dengan Laut Aegean dan Yunani, dan di bagian Barat Laut berbatasan dengan wilayah Bulgaria. Di utara berbatasan dengan Laut Hitam. Di bagian Timur Laut berbatasan dengan Georgia, di bagian timur berbatasan dengan Armenia, dan di bagian tenggara berbatasan dengan Iran dan Irak. Sedangkan di selatan berbatasan dengan Syria dan Laut Tengah. Luas wilayah Turki meliputi 755.693 km2 di Asia Kecil (semenanjung Anatolia) dan 23.763 km2 di Eropa Tenggara, sehingga luas keseluruhan Turki adalah 779.456 km2.
            Berdasarkan sensus 21 Oktober 1990, populasi penduduknya mencapai 56.473,035 jiwa yang menempati wilayah seluas 779, 456 km2. Mayoritas penduduk Turki adalah Muslim, sebagian besar beraliran Sunni, namun diperkirakan di sana juga terdapat sekitar 10 hingga 20 juta Muslim Syi’ah. Sedangkan sisanya adalah Yahudi, Ortodok Yunani, Ortodok Armenia, dan Kristen Assyria.[1]       
            Sebagai sebuah negara pengganti yang tercipta dari reruntuhan Kesultanan Usmaniyah pasca Perang Dunia I, Turki menjadi negara sekular pertama di Dunia Muslim. Pembatalan syariat dan pengambilan sebuah sistem hukum sekular berdasarkan aturan–aturan hukum Barat, serta pendeklarasian sebuah republik sekular pada 1928, merupakan penyimpangan radikal dari tradisi.[2]
            Sebelum lahirnya kebijakan legislasi undang-undang--yang dikodifikasi secara eklektikal, mazhab Hanafi merupakan mazhab utama yang mendasari kehidupan keberagamaan tradisional Turki hingga tahun 1926. Adalah Undang-Undang Sipil Islam yang dikenal dengan Majallat al-ahkam al-‘adliyyah, sebagian materinya didasarkan pada mazhab Hanafi yang telah dipersiapkan di Turki sejak tahun 1876, sekalipun belum memuat hukum keluarga dan hukum waris di dalamnya. Hukum mengenai perkawinan dan perceraian sebagian dibuat pada tahun 1915 dan dikodifikasi pada tahun 1917. Revolusi politik di negara tersebut menyebabkan kehancuran Dinasti Ottoman sekaligus menghapus kekhalifahannya. Baik UU Sipil Islam 1876,  berbagai hukum keluarga yang diberlakukan  pada tahun 1915 dan tahun 1917, maupun hukum waris mazhab Hanafi non-kodifikasi, semuanya diganti oleh UU Sipil baru yang komprehensif yang diberlakukan pada tahun 1926.[3]                Berdasarkan the Turkish Civil Code 1926, poligami sama sekali dilarang dan jika terjadi maka perkawinan tersebut dinyatakan tidak sah. UU Turki tersebut melarang perkawinan lebih dari satu selama perkawinan pertama masih berlangsung. Pasal 93 menegaskan bahwa seorang tidak dapat menikah, jika dia tidak dapat membuktikan bahwa perkawinan yang pertama bubar karena kematian, perceraian, atau pernyataan pembatalan. Kemudian dalam pasal 112 (1) dikemukakan bahwa perkawinan yang kedua dinyatakan tidak sah oleh pengadilan atas dasar bahwa orang tersebut telah berumah tangga saat menikah.[4]
             Ketentuan di atas juga dipertegas dalam the Turkish Family (Marriage and Divorce) Law of 1951. Dalam pasal 8 disebutkan:[5]
 “No person shall marry again unless he proves to the satisfaction of the Court that the former marriage has been declared invalid or void or has been dissolved by divorce  or the death of the other party.”             
              Selanjutnya dalam pasal 19 (a) dinyatakan:
“A marriage shal be declared invalid where:
(a)  at the date of the marriage one of parties is already married;”

            Meskipun Turki tidak secara eksplisit menyebutkan bentuk sanksinya, namun secara implisit UU Turki menegaskan bahwa perkawinan poligami adalah tidak sah dan akan dikenai ancaman hukuman (penalty).[6]
 
            Dari ketentuan kriminalisasi praktik poligami di atas tampak jelas bahwa hukum positif yang berlaku di Turki telah mencitrakan deviasi yang signifikan  dari ketentuan mazhab Hanafi bahkan hukum Islam (konvensional) dari berbagai mazhab yang ada.  Ketidaksahan poligami merupakan hal baru yang belum pernah diwacanakan oleh kalangan ulama klasik.[7] Pembolehan poligami oleh Alquran dalam kondisi tertentu telah dirubah oleh Muslim Turki. Alasannya, sebagaimana dinyatakan oleh beberapa tokoh intelektual Turki, bahwa legalisasi Alquran atas poligami merupakan “sebuah perbaikan besar terhadap praktik poligami tak terbatas pada masa Arab pra-Islam melalui cara monogami.” Perubahan kondisi sosial dan ekonomi di Turki telah membuat kondisi qur’ani poligami tidak dapat direalisasikan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Audah, ‘Abd al-Q±dir, at-Tasyr³‘ al-Jin±’³ al-Islam³ Muq±ranan bi al-Q±n­n al-Wa«‘³, Mu’assat ar-Ris±lah, Beirut, 1997.
A. Jawad, Haifaa, The Right of Women in Islam: An Authentic Approach, St. Martin’s Press, Inc., New York, 1998.
Ab³ D±wud, Sunan Ab³ D±wud, juz I, D±r al-Fikr, 1994.
Amin, Qasim, Ta¥r³r al-Mar’ah, D±r al-Ma‘±rif, Tunisia, t.t.
Anderson, James Norman Dalrymple (J.N.D), Islamic law in the Modern World, Edisi Indonesia: Hukum Islam di Dunia Moderen, terj. Machnun Husein, CV. Amarpress, Surabaya.
_______________ , “The Tunisian Law of Personal Status”, dalam International and Comparative Law Quarterly, 7 April 1985. 
Anderson, Norman, Law Reform in the Muslim World, The Athlone Press, London, 1976.
Buxbaum, David C. (Ed.), Family Law and Customary Law in Asia: a Contemporary Legal Perspective, Martinus Nijhoff, The Haque, 1968
Dahlan, Abdul Aziz (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, jld. IV, Ichtiar Baru van Houve, Jakarta, 1997.
Esposito, John L. (Ed.), The Oxford Encyclopaedia of the Modern Islamic World, Oxford University Press, Oxford, 1991. 
Gupta, Kiran, “Polygamy Law Reform in Modern Status” dalam Islamic Law and Comparative Law, vol XVIII, No. 2 Thaun 1992.
Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.
Ibn al-‘Arab³, A¥k±m al-Qur‘±n, Jld. I, D±r al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, Beirut, 1988,
Ibn Rusyd, Bid±yat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqta¡id, juz II, D±r al-Fikr, Beirut, 1995.
al-Jaz³r³, ‘Abdurra¥man, Kit±b al-Fiqh ‘ala al-Ma©±hib al-Arba‘ah, jld. V, D±r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 1999.
al-Ja¡¡±¡, A¥k±m al-Qur’±n, juz II, D±r al-Fir, Beirut, 1993.
Kartanegara, Satochid, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Penerbit Sinar Baru, Bandung, 1990.  
Lindsey, Timothy (Ed.), Indonesia: Law and Society, The Federation Press, Leichhardt, 1999.
M. Hawes, Joseph & Elizabeth F. Shores (Ed.s), The Family in a America an Encyclopedia, vol. II, ABC-CLIO, Inc., Santa Barbara California, 2001.
Mahmood, Tahir, Family Law Reform in the Muslim World, N.M.Tripathi PVT, Ltd., Bombay, 1972.
______________ , Personal Law in Islamic Countries (History, Texs and Comparative Analysis), Academy of Law and Religion New Delhi, New Delhi, 1987.
Mallat, Chibli, & Jane Connors, Islamic Family Law, Graham & Trotman, London, 1993.
al-Maragi, A¥mad Mu¡taf±, Tafs³r al-Mar±g³, juz IV, Mustaf± al-B±b³ al-¦alab³ wa Aul±duh, 1974.

0 komentar:

Posting Komentar