Tanggung Jawab Hukum Dokter
Terhadap Pasien
1. Tanggung Jawab Etis
Peraturan
yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan
Lafal Sumpah Dokter. Kode etik adalah pedoman perilaku. Kode Etik Kedokteran
Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan no. 434 /
Men.Kes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan
mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan
idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang-undang Dasar 1945. Kode Etik
Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup
kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban
dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Pelanggaran
terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan
pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan
sekaligus pelanggaran hukum. Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran
hukum, sebaliknya pelanggaran hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik
kedokteran. Berikut diajukan beberapa contoh :
a. Pelanggaran etik murni
2. Menarik imbalan yang tidak wajar atau
menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi.
3. Mengambil alih pasien tanpa
persetujuan sejawatnya.
4. Memuji diri sendiri di depan pasien.
5. Tidak pernah mengikuti pendidikan
kedokteran yang berkesinambungan.
6. Dokter mengabaikan kesehatannya
sendiri.
b. Pelanggaran etikolegal
1. Pelayanan dokter di bawah standar.
2. Menerbitkan surat keterangan palsu.
3. Membuka rahasia jabatan atau
pekerjaan dokter.
4. Abortus provokatus.
2. Tanggung Jawab Profesi
Tanggung
jawab profesi dokter berkaitan erat dengan profesionalisme seorang
dokter. Hal ini terkait dengan12 :
a. Pendidikan, pengalaman dan
kualifikasi lain
Dalam menjalankan tugas profesinya
seorang dokter harus mempunyai derajat pendidikan yang sesuai dengan bidang
keahlian yang ditekuninya. Dengan dasar ilmu yang diperoleh semasa pendidikan
di fakultas kedokteran maupun spesialisasi dan pengalamannya untuk menolong
penderita.
b. Derajat risiko perawatan
Derajat risiko perawatan diusahakan
untuk sekecil-kecilnya, sehingga efek samping dari pengobatan diusahakan
minimal mungkin. Di samping itu mengenai derajat risiko perawatan harus
diberitahukan terhadap penderita maupun keluarganya, sehingga pasien dapat
memilih alternatif dari perawatan yang diberitahukan oleh dokter.
Berdasarkan data responden dokter,
dikatakan bahwa informasi mengenai derajat perawatan timbul kendala terhadap
pasien atau keluarganya dengan tingkat pendidikan rendah, karena telah diberi
informasi tetapi dia tidak bisa menangkap dengan baik.
c. Peralatan perawatan
Perlunya dipergunakan pemeriksaan
dengan menggunakan peralatan perawatan, apabila dari hasil pemeriksaan luar
kurang didapatkan hasil yang akurat sehingga diperlukan pemeriksaan menggunakan
bantuan alat. Namun dari jawaban responden bahwa tidak semua pasien bersedia
untuk diperiksa dengan menggunakan alat bantu (alat kedokteran canggih), hal
ini terkait erat dengan biaya yang harus dikeluarkan bagi pasien golongan
ekonomi lemah.
3. Tanggung Jawab Hukum
Tanggung
jawab hukum dokter adalah suatu “keterikatan” dokter terhadap
ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan profesinya.
Tanggung jawab seorang dokter dalam
bidang hukum terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu13 :
a. Tanggung jawab hukum dokter dalam
bidang hukum perdata
1. Tanggung Jawab Hukum Perdata Karena Wanprestasi
Pengertian
wanprestasi ialah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi
kewajibannya yang didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak.
Pada
dasarnya pertanggungjawaban perdata itu bertujuan untuk memperoleh ganti rugi
atas kerugian yang diderita oleh pasien akibat adanya wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum dari tindakan dokter.
Menurut
ilmu hukum perdata, seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi
apabila : Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan, melakukan apa
yang dijanjikan tetapi terlambat dan melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi
tidak sebagaimana dijanjikan serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Sehubungan
dengan masalah ini, maka wanprestasi yang dimaksudkan dalam tanggung
jawab perdata seorang dokter adalah tidak memenuhi syarat-syarat yang tertera
dalam suatu perjanjian yang telah dia adakan dengan pasiennya.
Gugatan
untuk membayar ganti rugi atas dasar persetujuan atau perjanjian yang terjadi
hanya dapat dilakukan bila memang ada perjanjian dokter dengan pasien. Perjanjian
tersebut dapat digolongkan sebagai persetujuan untuk melakukan atau berbuat
sesuatu. Perjanjian itu terjadi bila pasien memanggil dokter atau pergi ke
dokter, dan dokter memenuhi permintaan pasien untuk mengobatinya. Dalam hal ini
pasien akan membayar sejumlah honorarium. Sedangkan dokter sebenarnya harus
melakukan prestasi menyembuhkan pasien dari penyakitnya. Tetapi penyembuhan itu
tidak pasti selalu dapat dilakukan sehingga seorang dokter hanya mengikatkan
dirinya untuk memberikan bantuan sedapat-dapatnya, sesuai dengan ilmu dan
ketrampilan yang dikuasainya. Artinya, dia berjanji akan berdaya upaya
sekuat-kuatnya untuk menyembuhkan pasien.
Dalam
gugatan atas dasar wanprestasi ini, harus dibuktikan bahwa dokter itu
benar-benar telah mengadakan perjanjian, kemudian dia telah melakukan wanprestasi
terhadap perjanjian tersebut (yang tentu saja dalam hal ini senantiasa harus
didasarkan pada kesalahan profesi). Jadi di sini pasien harus mempunyai
bukti-bukti kerugian akibat tidak dipenuhinya kewajiban dokter sesuai dengan
standar profesi medis yang berlaku dalam suatu kontrak terapeutik. Tetapi dalam
prakteknya tidak mudah untuk melaksanakannya, karena pasien juga tidak
mempunyai cukup informasi dari dokter mengenai tindakan-tindakan apa saja yang
merupakan kewajiban dokter dalam suatu kontrak terapeutik. Hal ini yang sangat
sulit dalam pembuktiannya karena mengingat perikatan antara dokter dan pasien
adalah bersifat inspaningsverbintenis.
2. Tanggung Jawab Perdata Dokter Karena
Perbuatan Melanggar Hukum (onrechtmatige daad)
Tanggung
jawab karena kesalahan merupakan bentuk klasik pertanggungjawaban
perdata. Berdasar tiga prinsip yang diatur dalam Pasal 1365, 1366, 1367 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Pasien
dapat menggugat seorang dokter oleh karena dokter tersebut telah melakukan
perbuatan yang melanggar hukum, seperti yang diatur di dalam Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar
hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian tersebut”.
Undang-undang
sama sekali tidak memberikan batasan tentang perbuatan melawan hukum, yang
harus ditafsirkan oleh peradilan. Semula dimaksudkan segala sesuatu yang
bertentangan dengan undang-undang, jadi suatu perbuatan melawan undang-undang.
Akan tetapi sejak tahun 1919 yurisprudensi tetap telah memberikan pengertian
yaitu setiap tindakan atau kelalaian baik yang : (1) Melanggar hak orang lain
(2) Bertentangan dengan kewajiban hukum diri sendiri (3) Menyalahi pandangan
etis yang umumnya dianut (adat istiadat yang baik) (4) Tidak sesuai dengan
kepatuhan dan kecermatan sebagai persyaratan tentang diri dan benda orang
seorang dalam pergaulan hidup.
Seorang
dokter dapat dinyatakan melakukan kesalahan. Untuk menentukan seorang pelaku
perbuatan melanggar hukum harus membayar ganti rugi, haruslah terdapat hubungan
erat antara kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan.
b. Berdasarkan Pasal 1366 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Seorang
dokter selain dapat dituntut atas dasar wanprestasi dan melanggar hukum
seperti tersebut di atas, dapat pula dituntut atas dasar lalai, sehingga
menimbulkan kerugian. Gugatan atas dasar kelalaian ini diatur dalam Pasal 1366
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang bunyinya sebagai berikut : “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau
kurang hati-hatinya”.
c. Berdasarkan Pasal 1367 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Seseorang
harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan
dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari
tindakan orang lain yang berada di bawah pengawasannya. (Pasal 1367 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata).
Dengan
demikian maka pada pokoknya ketentuan Pasal 1367 BW mengatur mengenai
pembayaran ganti rugi oleh pihak yang menyuruh atau yang memerintahkan sesuatu
pekerjaan yang mengakibatkan kerugian pada pihak lain tersebut.
Nuboer
Arrest ini merupakan contoh yang tepat dalam hal melakukan tindakan medis dalam
suatu ikatan tim. Namun dari Arrest tersebut hendaknya dapat dipetik beberapa
pengertian untuk dapat mengikuti permasalahannya lebih jauh. Apabila
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 1367 BW, maka terlebih dahulu perlu diadakan
identifikasi mengenai sampai seberapa jauh tanggung jawab perdata dari para
dokter pembantu Prof. Nuboer tersebut. Pertama-tama diketahui siapakah yang
dimaksudkan dengan bawahan. Adapun yang dimaksudkan dengan bawahan dalam arti
yang dimaksud oleh Pasal 1367 BW adalah pihak-pihak yang tidak dapat bertindak
secara mandiri dalam hubungan dengan atasannya, karena memerlukan pengawasan
atau petunjuk-petunjuk lebih lanjut secara tertentu.
Sehubungan
dengan hal itu seorang dokter harus bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh bawahannya yaitu para perawat, bidan dan sebagainya. Kesalahan
seorang perawat karena menjalankan perintah dokter adalah tanggung jawab
dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chrisdiono. M. 1996. Pernik-Pernik
Hukum Kedokteran , Melindungi Pasien dan Dokter. Widya Medika , Jakarta.
Adji, Umar Seno. 1991. “Profesi
Dokter Etika Profesional dan Hukum Pertangungjawaban Pidana Dokter”
Erlangga Jakarta.
Ameln, Fred. 1991. Kapita Selekta
Hukum Kedokteran. Jakarta : Grafikatama Jaya.
Anderson & Foster. 1986. “Antropologi
Kesehatan” Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Apeldoorn, LJ Van. 2001. Pengantar
Ilmu Hukum. PT. Pradya Paramita, Jakarta.
Arras, John & Hans, Robert. 1983.
Ethical Issues In Modern Medicine. Mayfield Publising Company, USA.
Bertens, K. 2001. Dokumen
Etika dan Hukum Kedokteran. Universitas Atmajaya , Jakarta.
Dahlan, Sofwan. 2000. Hukum
Kesehatan. Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter. BP UNDIP, Semarang.
Dupuis, Heleen, M. Tengker , F. 1990
. Apa Yang Laik Bagi Dokter Dan Pasien. Nova, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar