Sabtu, 18 Mei 2013

Badan Peradilan Umum dan Khusus
Susunan Badan Peradilan Umum dan Khusus


Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan :
  1. Mahkaman Agung dan Badan Peradilan yang ada dibawahnya : Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer.
  2. Mahkamah Konstitusi
    Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
-       Menguji UU terhadap UUD
-       Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD
-       Memutus pembubaran Partai Politik
-       Memutus sengketa hasil Pemilu.

(Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 ; Pasal 10 UU No. 4/2004; Pasal 12 UU No.4/2004; Pasal 2 UU NO.4/2004).

Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4/2004
Pasal 1
Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka.
Pasal 4 
Peradilan dilakukan “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pasal 8
“Asas Praduga tak bersalah”
Pasal 10
Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan Peradilan yang ada dibawahnya dan oleh sebuah MK.
Pasal 12
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
  • Menguji UU terhadap UUD 1945.
  • Memutus Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara RI 1945.
  • Memutus pembubaran Parpol dan
  • Memutus Perselisihan tentang hasil Pemilu.
Pasal 16
Pengadilantidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa Hukum tidak atau kurang jela, melainkan wajib untuk memeriksa dan  mengadilinya.
Pasal 11
MA Berwenang menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah ayat 2.b UU terhadap UU.
Pasal 19
Sidang Pemeriksaan Pengadilanadalah terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan lain.
Pasal 28
Hakim wajib Menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Pasal 20 
Semua peraturan Peradilan hanya sah dan mempunyai kekuatan Hukum apabila di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 37
Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan Hukum.


B.   Kekuasan Peradilan Umum dan Khusus.
1.      Kekuasan Peradilan Umum (UU No.2/1986 & UU No. 8/2004
  • Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh PengadilanTinggi (Pasal 3 UU No. 2/1986).
  • PengadilanNegeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No. 2/1986).
  • PengadilanTinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perfata di tingkat banding (Pasal 51 (1) dan mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili  antara PN dan daerah hukumannya (Pasal 51 (2) UU No.2/1986).

2.      Kekuasaan PengadilanAgama (UU No. 7/1989 Jo, UU No.3/2006)
Pasal 49 UU No.3/2006 :
-     PengadilanAgama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :

a.    Perkawinan :
Perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang Perkawinan yang berlaku dan dilakukan menurut syari’ah (Penjelasan UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 49).

b.    Kewarisan
Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan Pengadilanatas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
c.    Wasiat
Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga badan Hukum, yang berlaku setelah yang member tersebut meningal dunia.
d.    Hibah
Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan Hukum kepada orang lain atas badan Hukum untuk dimiliki.
e.    Wakaf
Wakaf adalah perbuatan seorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
f.     Zakat
Zakat adalahharta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan Hukum yang memiliki oleh orang islam sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
g.    Infaq
Infaq adalah peRbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan risky (karuania) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dank arena Allah S.W.T.
h.    Shodagoh dan
i.      Ekonomi Syari’ah.

-     PengadilanTinggi Agama Kewenangannya diatur dalam Pasal 51 ayat 1 dan 2 UU No. 7/1989.

C.   Kekuasaan PengadilanTUN (UU No. 5/1986 & UU No. 9/2004)
-     Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 47 UU no. 5/1986 Sengketa TUN.
-     Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 51 UU no. 5/1986

D.   Kekuasaan Peradilan Militer.
-     UU No. 31 Tahun 1997

E.   Kekuasaan MA (UU No. 14/1985 Jo. UU No.5/2004)
-     MA Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan :
1.  Permohonan Kasasi.
2.  Sengketa tetang kewenangan mengadili.
3.  Permohonan meninjauh kembali putusan Pengadilanyang yelah memperoleh kekuatan Hukum tetap (Pasal 28 UU No.14/1985)

-     MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan datau penetapa Pengadilandari semua lingkungan peradilan karena :
  1. Tidak berwenang dan melampaui batas wewenang.
  2. Salah menerapkan atau melanggar Hukum yang berlaku.
  3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (Pasal 30 ayat 1 UU No. 5/2004).

F.    Kompetensi/ Kewenangan Mengadili
Hukum Acara Perdata mengenal dua macam kewenangan yaitu :
  1. Kewenangan Mutlak/ Absolut.
  2. Kewenangan Relative/ NISBI Pasal 133 HIR, Pasal 159 RBg, Pasasl 136 HIR ataun 162 RBg, menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antar Pengadilanyang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat, azasnya adalah yang berwenang adalah PengadilanNegeri tempat tinggal tergugat, azas ini dengan bahasa latin dikenal “Actor Sequitoir Forum Rei”.

Terhadap azas diatas terdapat beberapa pengecualian, misalnya yang terdapat dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg.
  1. P.N. tenpat kediaman Tergugat, bila tempat tingal tergugat tidak diketahui.
  2. Jika tergugat 2 orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah satu tergugat, terserah pilih Penggugat.
  3. Akan tetapi dalam ad. 2 diatas, bila pihak tergugat ada 2 orang, yang seorang berhutang, dan yang lainnya penjaminnya, maka gugatan harus di P.N tempat tinggal yang berhutang.
  4. Bila tempat tingal dan tempat kediaman, tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan kepada P.N tempat tinggal penggugat atau dari salah seorang dari Penggugat.
  5. Dalam ad.4 gugatan mengenai barang tetap, dapat juga diajukan melalui P.N dimana barang tetap itu terletak, hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 99 (8) RV dan Pasal 142 (5) RBg. Dalam hal gugat menyangkut barang tetap gugat diajukan di P.N di mana barang tersebut terletak.
  6. Bila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugatan diajukan sesuai dengan akta, bila penggugat mau, ia dapat mengajukan gugat di tempat tinggal tergugat.

Pengecualian lain misalnya yang terdapat :
  1. Pasal 21 BW, jika Tergugat tidak cakap, maka gugatan diajukan di P.N tempat tinggal orang tua, wali atau Pengampu, Pasal 20 BW, Jika tergugat PNS gugatan diajukan di P.N dimana ia bekerja atau dinas. Pasal 22 BW, gugatan terhadap buruh yang tinggal di rumah majikan, maka gugatan di ajukan di mana majikannya tinggal.
  2. Pasal 99 ayat 15 RV, Gugatan kepailitan diajukan di P.N yang menyatakan tergugat pailit.
  3. Pasal 99 ayat 14 RV, Gugatan Vrijwaring/ Penjaminan (Gugatan Interfensi) di ajukan di P.N yang sedang memeriksa gugatan asal.
  4. Pasal 38 ayat 1 dan 2 PP No. 9/1975 : Gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan di Pengadilantempat berlangsungnya perkawinan itu.
  5. Pasal 20 ayat 2 dan 3 Pp No. 9/1975 : Gugatan perceraian diajukan di P.N tempat tinggal penggugat, bila tergugat diam di liar negeri.

Pasal 17 BW :
-       Setiap orang dianggap punya tempat tinggalnya dimana ia menempatkan pusat kediamannya.
-       Dalam hal tak ada tempat, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal.

Pasal 118 ayat 1 HIR :
Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama, masuk kekuasaan P.N, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang di tandatangani oleh Penguggat atau oleh wakilnya menurut P{asal 123, kepada Ketua P.N didaerah Hukum siapa yang tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggalnya sebetulnya.

Pasal 66 (2) UU No.7/1989 :
  • Pengajuan cerai talaq diajukan ke Pengadilan tempat kediaman termohon, Pasal 73 (1) UU No.7/1989.Pasal 73 (1) UU No.7/1989 :
  • Gugatan Perceraian/ cerai gugat diajukan kepada Pengadilan tempat kediaman tempat penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan kediamannya bersama tanpa ijin tergugat.


0 komentar:

Posting Komentar