Jumat, 22 November 2013

Pemahaman kita tentang kausasi merupakan bagian terbesar dari kehidupan sehari-hari yang mana sangat mudha dilupakan bahwa sifat dari kasuasi adalah topik utama dalam ilmu pengetahuan dan secara khusus, konsep-konsep dari kasuasi penyakit telah berubah secara dramatis selama ini. Dalam penelitian kami dan dari praktek-praktek klinis, kami bertindak sesuai dengan bukti yang telah diperlihatkan oleh ilmu pengetahuan abad 21 ini dan menyelamatkan kami dari semua kesalahan konsepsi di masa lalu, dan kebenaran tersebut pada hari ini akan membawa kita ke arah kebenaran di masa depan. Tetapi, akan sangat berguna dan korektif jika kita mengamati bagaimana generasi pertama peneliti bisa memiliki pemikiran yang sekarnag dianggap keliru itu.

Pada tahun 1950-an, di pertengahan dari apa yang kita kenal sebagai abad terakhir milenium ke dua, para ahlimedis dan ahli ilmu pengetahuan lainnya telah mencapai kemajuan yang, menurut Dubos (hal. 163), hampir semua klinisi, pejabat kesehatan masyarakat, epidemiolog dan mikrobiolog dapat memproklamirkan diri bahwa mereka telah mengalahkan penyakit-penyakit akibat infeksi. Para dekan dan fakultas-fakultas ilmu pengobatan telah memulai praktek, sebagai ahli mikrobiologi medis, biokimia dan genetika yang tidaklagi tertarik dengan mekanisme dari proses infeksi. Ketika epidemiologi infeksi berlanjut hingga mencapai gelombang popularitas, kita hanya dapat menggelengkan kepala dalam ketidakpercayaan terhadap pandangan yang sangat pendek seperti itu dari ilmu medis dan institusi-institusi kesehatan masyarakat dimana mereka melepaskan begitu saja kemampuan mereka untuk mempelajari dan mengontrol penyakit-penyakit infeksi, yang secara epidemis telah kembali berulang membinasakan populasi dan bahkan merubah arah sejarah.
Di satu sisi, kemungkinan hubungan seperti itu tidak terjadi secara langsung. Menurut Dubos, penurunan tingkat kematian akibat penyakit-penyakit infeksi dan malnutrisi di abad ke 19 kembali muncul pada pertengahan abad, beberapa dekade sebelum penemuan medis dalam era keilmuan dapat berbalik arah menjadi kebijaksanaan politik. Ilmu medis dan teori-teori kuman telah menerima pembagian penghargaan yang sangat sedikit karena kemunduran tersebut tidak diketahui hingga akhir abad. Lebihjauh lagi, Dubos, menyatakan, bahwa:
Generasi terbaru (mungkin generasi pra-Perang Dunia II hingga ke tahun 1910-an) tetap lebih maju dan sekarang diyakini bahwa kontrol terhadap penyakit-penyakit infeksi dan malnutrisi bermual dari saat penyebar-luasan penggunaan obat-obat antibakterial dan dari kemampuan dan ketersediaan vitamin-vitamin dan makanan olahan. Betapa pendek dan piciknya ingatan kita!” (hal. 365)
Sementara kita tetap mengingat betapa pentingnya peran dari dewan kesehatan lokal dan semua dinas terkait lainnya, Dubos memasukkan hampir semua perbaikan kesehatan ke dalam perbaikan kesejahteraan dan transportasi yang akan memungkinkan banyak orang untuk mendapatkan “paling tidak satu kali makan sehat sehari”
Belum ada terobosan medis yang dilakukan selama dekade terakhir yang dapat dibandingkan dengan kepentingan praktis dengan memperkenalkan kesejahteraan sosial dan ekonomi dalam kehidupan manusia biasa. Kemajuan terbesar dalam kesehatan dari masyarakat kemungkinan adalah hasil langsung dari perumahan yang lebih baik dan kondisi kerja yang lebih sehat, kemampuan umum untuk menyediakan sabun, dan linen untuk pakaian, bahan kaca untuk jendela rumah, dan perhatian kemanusiaan terhadap standar hidup yang lebih tinggi. (hal. 365)
Sebelum melanjutkan penelitian kita terhadap kesimpulan kausal, akan sangat membantu untuk melihat kembali sejenak sejarah kesehatan masyarakat dan penyakit di abad ke 17 dan 19.
Pada awal abad ke tujuhbelas, ilmu medis “baru saja lepas dari rawa-rawa Abad Pertengahan” (Smillie, 1955:18). Penyakit yang paling mematikan pada koloni-koloni di Amerika Serikat pada abad tersebut adalah cacar. Penyakit tersebut bahkan lebih merusak pada populasi-populasi lokal dari Dunia baru tersebut dan diyakini telah membunuh lebih dari setengah populasi Indian di Mexico setelah penyerbuan Spanyol (Smillie, 1955:21). Di Eropa, cacar adalah penyakit endemik pada anak-anak; tetapi pada situasi yang lebih terisolasi dalam koloni, epidemik yang berulang akan menghancurkan pemukiman. Menurut Smillie (hal. 22), epidemik cacar pada tahun 1633 di koloni Massachusetts bay menyebar ke India dan dan membunuh “seluruh perkebunan” mereka. Epidemik pada tahun 1689-1690 di New England telah membunuh 1.000 orang dalam waktu satu tahun (sebagai perbandingan, pada masa itu total populasi di Boston adalah sekitar 7.000 orang).
Selama abad ke delapanbelas, praktek-praktek suntik cacar (dipublikasikan pertama kali oleh Greek Timotius, tahun 1714) cukup berhasil dalam menunda epidemi di koloni-koloni Amerika, walaupun praktek tesebut pada awalnya di tolak. Penyuntikan cacar di cekal di luar Kota New York pada tahun 1747, membutuhkan keputusan Gubernur di Carolina pada tahun 1764, dan membutuhkan pemungutan suara di kota-kota Massachusetts (Smillie, 1955, hal. 28)
Tidak kurang, suntikan cacar kemudian terbukti berhasil. Pada awal dari perang Revolusi, tahun 1776, cacar tiba di Boston. penyuluhan yang herois untuk penyuntikan terhadap 9.152 orang yang tidak kebal terhadap cacar dalam tiga hari, dilaksanakan. Walaupun suntikan menghasilkan 8.114 kasus dengan 165 kematian (1.8%), 232 infeksi alami pada mereka yang rentan dan belum pernah mendapatkan suntikan memberi hasil hanya 33 kematian (14.2%). Dua dekade kemudian, Edward jenner, seornag praktisi dari desa di Inggris, mendemonstrasikan kekebalan tubuh terhadap cacar pada sepuluh orang yang sebelumnya telah terkena penyakit cacar. Walaupun suratnya kepada Royal Society di tolak, dia tetap mempublikasikan monograf klasiknya pada tahun 1798 dan dikenal sebagai bapak vaksinasi.
Penyakit terbesar kedua setelah cacar pada abad ke sembilanbelas di Amerika Utara, demam kuning, juga sangat ditakuti oleh masyarakat Dunia baru saat itu. Artikel pertama dari Amerika untuk demam kuning (oleh Dr. John Lining dari Charleston) menggambarkan penyakit tersebut sebagai sangat menular dan berasal dari luar (Smillie, 1955, 35). Karantina terhadap orang sakit dan kapal yang dicurigai membawa demam kuning di atasnya seringkali dilakukan untuk mencegah atau menghentikan epidemi.
Pada akhir abad ke sembilanbelas, walaupun, teori miasma mulai muncul-teori yang menyatakan bahwa semua penyakit berasal dari udara yang buruk-kontaminasi (miasma) berasal dari berbagai macam sumber. Pengaruh dari teori ini sangat kuat, sehingga Dr. Benjamin Rush, ahli fisik Amerika terbesar pada saat itu, yakin bahwa epidemi demam kuning tahun 1793 di Philadelphia merupakan penyakit menular atau terbawa dari Hindia Belanda.
Pada awal abad ke sembilanbelas, pergerakan kesehatan masyarakat dan medis didominasi oleh teori miasma ini. Jalur-jalur penelitian dilakukan untuk membuktikan efek-penyakit dari miasma ini: serangkaian pencegahan untuk melenyapkan sumber penyakit miasma di daerah kumuh dan daerah dengan sanitasi buruk. Walaupun konsep darimiasma, yang pada abad setelahnya telah dikalahkan, pada masa ini dianggap sangat tidak masuk akal, ukuran-ukuran sanitasi yang diajukan oleh teori miasma menunjukkan hasil yang cukup dramatis efektifitasnya dalam menurunkan tingkat kematian. Selama abad ke sembilannbelas, seperti yang ditulis oleh Susser, Jacob Henle merumuskan kondisi yang dibutuhkan untuk membuktikan teori kuman, dan sekitar 20 tahun kemudian, Louis Pasteur mendemontsrasikan kehadiran dari mikroorganisme. Masa kini, penyebab penyakit dapat terlihat jelas-mikrobiologi telah berkembang maju dari ilmu kesimpulan menjadi ilmu observasi langsung. Mikroorganisme kemudian berubah menjadi objek untuk mencari penyebab penyakit. Penyimpanan mikroba yang menyebar telah menjadi tujuan pencegahan. Asepsis, antisepsis, dan disinfeksi-merupakan ukuran yang dipakai sebagai dasar dari teori kuman-juga terbukti efektif. Lebih jauh lagi, paradigma baru terbukti sangat kuat dibanding dengan teori miasma melalui spesifikasi yang lebih luas dan kemampuannya untuk menjelaskan dan memprediksikan fenomena-fenomena tertentu di luar dari teori miasma, seperti imunisasi dan kemoterapi.
Penemuan mikroorganisme dan merebaknya teori kuman penyakit juga membawa pandangan bahwa penyakit terdiri dari banyak sekali enititas klinis yang beragam, yang masing-masing disebabkan oleh agen khusus, dan masing-masing memilki manifestasi morbid berbeda yang menghasilkan sindrom yang berbeda pula. Konsep ini telah bertahan hingga hari ini, seperti yang diilustrasikan dalam definisi kamus yang ditunjukkan pada bab Fenomena Penyakit. Pencarian terhadap agen-agen khusus telah mengarah pada gebrakan besar-besaran dalam ilmu medis dan ilmu kesehatan masyarakat, seperti kontrol yang efektif terhadap beragam penyakit infeksi yang berkembang di seluruh dunia dan pemberantasan cacar di seluruh dunia. Bahkan dimana teori kuman tidak dipakai, mislanya dalam kasus defisiensi vitamin, konsep-konsep spesifikasi penyebab juga terbukti efektif untuk etiologi dan pengendalian penyakit.
Tetapi, tetap saja ada yang menolak model satu-penyakit-satu-sebab ini. Tetapi gelombang telah berpaling pada mereka. Seperti yang dikatakan Dubos (1965, dikutip dalam Berkman dan Breslow, hal. 6):
Argumentasi yang tidak jelas ini tidak dapat mengalahkan eksperimen yang tepat oleh Pasteur, Koch, dan penerus-penerus mereka yang membela doktrin penyebab spesifik dari penyakit. Ilmu eksperimental telah mengalahkan seni klinis, dan dalam satu dekade tepri etiologi spesifik telah diterima secara universal, dan kemudian akan menjadi, seperti yang kita lihat sekarang, kekuatan yang dominan dalam ilmu pengobatan.
Pada saat yang sama, dorongan yang kuat dalam penelitian medis mengurangi kewaspadaan terhadap kejadian langka hubungan-satu-ke-satu dan hubungan yang kompleks antara penyebab dan efek yang terjadi di dunia. Bahkan hingga akhir 1950-an, sebagai contoh, sangat sulit untuk mengkonseptualkan 
Lord Bertrand Russel telah menulis, “setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan telah membawa kiat semakin maju dari ketidak-seragaman pemahaman yang diamati pertama kali ke arah perbedaan yang lebih besar dari antiseden dan konsekuen masuk ke dalam lingkaran yang lebih luas dari antiseden yang lebih relevan”. Sejumlah perkembangan yang mengurangi superioritas dari model satu-kausa-satu-penyakit.
Pernah ada predominansi yang berkembang dari penyakit mikrobial pada suku-suku asli, penyakit yang disebabkan oleh organisme yang dibawa oleh banyak sekali orang dalam populasi mereka (Dubos, 176). Contoh-contoh kontemporer adalah infeksi bakterial skeudner pada penyakit-penyakit viral akut, infeksi oportunistis pada seseorang dengan AIDS, dan infeksi jalur uriner oleh E. colii. Yang kedua adalah dikenalinya banyak patogen termasuk basil tubercle, yang dapat dibawa dalam tubuh selama waktu yang sangat panjang, hanya untuk menyebabkan penyakit ketika kekebvalan tubuh dari inang melemah. Ketiga adalah perpindahan perhatian dari penyakit infeksi ke penyakit jantung dan kanker, dimana berbagai macam faktor berhubungan dengan resiko tetapi tidak selalu dibutuhkan; karena itu, istilah penyakit “multifaktor” muncul. (walaupun CHD adalah penyakit multifaktor klasik, telah ada beberapa pendapat terbaruyangmenyatakan bahwa proses infeksi mungkin merupakan dimensi yang penting). Akhirnya, ketika epidemiologi telah berkembang menjadi kajian terhadap penyakit-penyakit perilaku dna lingkungan (misalnya kecelakaan kendaraan bermotor, alkoholisme, pembunuhan dan hubungan yang tidak aman), model unikausal belum berarti dalam hal ini.

Tidak kurang, dalam prakteknya banyak dari ahli epidemiologi berfokus pada satu faktor tunggal saja. Secara ideal kita dapat memakai model umum yang mengkombinasikan agen-agen etiologis ganda menjadi sistem yang komprehensif. Tetapi, seringkali, penelitian epidemiologis memiliki peran utama dalam tahapan penelitian sebelum didapatkan gambaran kausal yang komprehensif. Memang, kajian-kajian epidemiologis merupakan salah satu dari awal utama dalam mendefiniskan faktor-faktor yang mungkin akan membentuk gambaran tersedniri. Maka, pendekatan yang sering dilakukan adalah untuk mengambil satu atau dua faktor yang dicurigai pada satu saat dan melihat apakah, dengan memasukan apa saja yang telah diketahui tentang penyakit, faktor-faktor yang dicurigai tersebut meningkatkan daya ekspalnatoris atau prediktif dari penelitian yang dilakukan. Pendekatan satu-faktor-satu-waktu ini adalah inti dari faktor resiko epidemiologi, dari konsep-konsep yang membentuknya dna efek dari modifikasi terhadap konsep tersebut kemudian, dan dari pendekatan-pendekatan epidemiologis terhadap kesimpulan kausal.

0 komentar:

Posting Komentar